56 : Tolong, Berjuang Sekali Lagi

1.6K 198 18
                                    

Vote dan komen jangan lupa.

•••

"Bunda."

"Ya, sayang?"

Jungwon ikut bergabung duduk di atas sofa bersama Eunha. Sang Bunda melihat raut wajah Jungwon dan yakin jika situasi hati anaknya sedikit lebih baik dari tadi sore. Eunha lega jika Jungwon tidak terlalu membebani pikirannya soal Jay.

"Jungwon boleh pinjam hape Bunda?" Beberapa patah kata itu keluar dari bilah bibir Jungwon.

"Buat apa?" tanya Eunha sambil menyodorkan ponselnya.

"Jungwon mau telfon Mama Yoon. Kalau pake hape Jungwon nggak akan diangkat, jadi pake hape Bunda aja," jawab Jungwon seraya menekan ikon telfon dari kontak bertuliskan 'Besan Yoon'.

Pada percobaan pertama panggilan itu tidak dijawab. Jungwon tidak menyerah dan kembali menelfon nomor Yoongi, tekadnya sudah bulat untuk bicara pada suaminya. Eunha yang melihat itu hanya membiarkan Jungwon melakukan apa yang dia inginkan, itu lebih lebih daripada harus menuruti permintaan anaknya pergi ke Singapura.

"Halo, Eunha?" terdengar suara Yoongi dari sebrang telfon. Eunha menoleh dan menatap Jungwon yang tengah mengambil nafas dan mengembuskannya secara berulang, sebelum mengarahkan kamera ponsel agar menangkap wajahnya.

"Halo, Ma. Ini Jungwon, bukan Bunda."

•••

Yoongi menghabiskan makan malam dengan cepat sebelum kembali ke ruang rawat anaknya yang belum kunjung bangun dari tidur panjangnya. Tidak ada kenaikan grafik yang berarti dari monitor. Hanya ada sebuah garis dengan undakan kecil sampai sedang yang menghiasi alat tersebut.

Ponselnya bergetar dari dalam saku celana yang dia kenakan. Tertera nama Eunha sebagai penelepon, dan notifikasi jika ada satu panggilan tak terjawab dari Besannya itu. Yoongi mengangkat panggilan Eunha sebelum masuk ke ruangan yang ditempati Jay selama seminggu terakhir.

"Halo, Eunha?" sapanya lebih dulu.

"Halo, Ma. Ini Jungwon, bukan Bunda." Wajah Jungwon memenuhi panggilan video tersebut.

Yoongi menormalkan sejenak rasa terkejut dan deru nafasnya yang tidak teratur. "Kenapa menelfon, Jungwon?"

"Jungwon udah tau semuanya." Meski hanya beberapa kata, tetapi Yoongi tahu betul artinya. Jungwon pasti sudah mengetahui segalanya soal Jay.

Yoongi menghembuskan nafas berat. "Maaf karena kami bohong sama kamu, sekarang apa yang kamu mau?"

"Jungwon.."

"Mau bicara sama Kak Jay sebentar."

Yoongi melihat tubuh Jay yang terbaring tak sadar di atas ranjang dingin rumah sakit. Dia berjalan mendekat dan menanyakan kembali apa yang ingin dilakukan Jungwon.

"Sekarang Mama ada di samping suami kamu, setelahnya apa?"

"Tolong posisikan hape Mama di dekat Kak Jay, ya. Jungwon juga mau lihat wajah suami Jungwon."

Yoongi menuruti ucapan Jungwon. Dia menaruh ponselnya pada jarak yang sesuai dengan telinga Jay, cenderung jauh. Kemudian dia mengganjal ponselnya itu menggunakan sebuah kotak tissue yang ada di atas nakas.

"Sudah."

Yoongi mundur dua langkah ke belakang. Membiarkan Jungwon bicara pada Jay lewat sambungan video call walau sang lawan bicara tidak bisa membalas satu pun perkataanya.

"Halo, Kak Jay. Ini Jungwon."

Yoongi menangkap nada bergetar dari sapaan Jungwon pada Jay. Dia menarik sebuah bangku dan duduk di atasnya selagi menguping pembicaraan kedua pasutri yang seharusnya berbahagia karena kedatangan calon penerus mereka.

"Maafin Jungwon karena belum bisa jadi istri yang baik selama ini. Jungwon janji akan rubah semua sifat buruk Jungwon kalau Kakak sembuh dan pulang dengan sehat."

"Tolong, berjuang satu kali lagi. Demi aku, juga demi calon anak kita. Jungwon nggak bisa jaga dia sendirian, Kak."

Terlihat Jungwon yang menangis dari sambungan telepon. Berpura-pura tegar itu sulit, Jungwon tidak bisa bertahan dalam kepalsuan itu saat membicarakan anak mereka.

"Kak Jay ... Bangun, ya? Emangnya Kakak nggak mau elus perut Jungwon lagi?" Nada suaranya sendu, Yoongi pun dibuatnya menangis dalam diam.

"Akhir-akhir ini Jungwon nggak nafsu makan. Tiap pagi mual-mual karena morning sickness, anak kita bandel banget tau!" Jungwon berpura-pura merajuk dengan mengerucutkan bibirnya. Sedikit banyak berharap jika Jay akan membalas ucapannya.

"Ternyata doa Kakak waktu make a wish jadi kenyataan. Tuhan mempermudah jalan kita mendapat keturunan, tapi sekarang malah Kakak yang jauh dari Jungwon."

"Usianya sekarang mungkin masuk lima minggu. Kakak maunya laki-laki atau perempuan? Atau, mau dua-duanya?" kekeh Jungwon di akhir kalimat.

"Iya, soalnya dulu Papa Jimin pernah bilang kalau di keluarganya banyak keturunan kembar. Siapa tau nurun ke kita juga, ehehe."

"Kalau dipikir-pikir, kembar lucu juga. Nanti kita repotnya bareng-bareng, terus kita didik mereka berdua." Jungwon berandai-andai terlalu tinggi, tapi semoga saja perkataanya dikabulkan oleh Tuhan.

"Maaf, Jungwon mikirnya udah kejauhan banget, yang penting Kak Jay sembuh dulu oke? Kakak udah janji ke Jungwon pasti pulang dan sembuh!"

"Aku cinta Kak Jay. Ah, bukan, kami cinta sama Kak Jay!"

"Jungwon.." panggil Yoongi dengan mata berair.

"Ya, Ma?"

"Boleh Mama minta satu permintaan?" Yoongi mengambil ponselnya dan mengarahkan kamera pada wajahnya.

"Tentu, apa?"

"Tolong ... Jaga calon cucu Mama, ya? Jaga dia seperti kamu jaga nyawa kamu sendiri." Karena mungkin, ini adalah kesempatan terakhir bagi Jay untuk mendapatkan pewaris yang sah.

"Pastinya, Ma. Jungwon janji."

"Jangan kecapean, makan makanan yang sehat. Kalau butuh bantuan apapun itu jangan sungkan bilang ke Sunghoon atau Papa mertuamu," pesan Yoongi tulus. Dia benar-benar menyayangi Jungwon seperti anaknya sendiri.

"Kalau ada perkembangan tentang kondisi Kak Jay, langsung beritahu Jungwon ya, Ma. Jangan ada lagi yang disembunyikan."

Yoongi mengangguk yakin, dia berjanji tidak akan menutupi apapun dari Jungwon dan calon cucunya.

"Bisa hape Mama dikasih ke Kak Jay lagi? Jungwon belum selesai bicara."

Yoongi kembali mendekatkan ponselnya pada Jay, membiarkan Jungwon mengatakan hal-hal yang belum sempat dibicarakan.

"Jungwon tau Kak Jay itu kuat, jauh lebih kuat dari sosok yang selama ini Jungwon kenal. Kakak nggak akan menyerah begitu aja, kan? Kak Jay pasti bisa sembuh, percaya sama Jungwon!"

"Jungwon tunggu di rumah, ya, Kak. Soalnya Jungwon kangen banget dipeluk sama Kak Jay. Nanti kita hias kamar anak kita bareng-bareng, pasti seru."

Yoongi melirik jam sekilas dan memotong pembicaraan antara Jungwon dan Jay. Perbedaan waktu di antara mereka hanya terpaut satu jam, sekarang di Singapura sudah jam delapan malam.

"Disana udah jam sembilan malam, 'kan? Lebih baik kamu tidur, Jungwon."

Jungwon mengangguk paham, kemudian melambaikan tangannya pada Yoongi dan Jay sebagai salam perpisahan. Kemudian detik selanjutnya panggilan itu dimatikan oleh Yoongi karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit yang ditanggung oleh kedua pasangan itu.

Di sisi lain pun Jungwon mulai dihantui oleh rasa kesepian dan menyesal yang memberatkan tiap langkahnya. Dia mulai bertanya-tanya; Benarkah semuanya sudah terlambat?

"Kamu akan dihantui perasaan menyesal suatu saat nanti, Dek. Kehampaan membuat kamu sadar tentang semuanya."

Begitu rupanya..

•••

Apa ini nguras emosi? Oh, tenang. Chapter seterusnya bakal lebih-lebih lagi 👍

Tinggal 3 chapter kok, sabar ya 💀

Lengkara ; Jaywon (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang