15 : Terlalu Cepat

1.2K 214 28
                                    

Vote dan komen.

•••

"Jungwon Safi Haningrat?"

Jungwon berhenti melangkah begitu namanya dipanggil dengan nyaring dari ujung koridor. Saat menoleh, dia mendapati kalau yang memanggilnya adalah seorang dosen yang baru saja selesai mengajar.

"Ya, ada apa Pak?" Jungwon menghampiri dosen itu dan berniat untuk membantu membawakan tas laptop dosennya.

"Ayo ikut ke ruangan saya sebentar."

Jungwon terhenyak ketika tangannya justru ditarik oleh dosennya. "Buat apa saya ke ruangan Bapak, ya?"

"Saya mau bicara sama kamu, ini serius."

Yoongi menatap mata Jungwon dan lanjut menarik pemuda itu menuju ruangannya. Begitu sampai, dia langsung menyuruh Jungwon duduk di sofa dan diam sampai dia kembali menyuruh Jungwon untuk berbicara.

"Pertama, kamu pasti sudah tau kalau saya adalah Ibu dari Sunghoon.."

"..Dan Jay."

Jungwon mengangguk mengiyakan. Dia sudah tahu itu, bahwa Yoongi adalah Ibu dari Sunghoon dan Jay.

"Kedua, saya sudah banyak menggali informasi tentang keluarga kamu. Jadi, kamu sudah bisa menyimpulkan gimana jadinya kalau kamu cuma main-main dengan anak saya, Jay."

Degg..

"Maksud Bap--"

"Mama, panggil saya Mama," sela Yoongi sebelum Jungwon menyelesaikan ucapannya.

"Maaf?"

"Anak saya Jay benar-benar serius sama kamu, Jungwon. Saya nggak ngerti kamu pakai apa sampai anak sulung saya tergila-gila sama kamu." Yoongi menghela nafas gusar dan mengeluarkan ponselnya.

"Kenapa kemarin nggak masuk?"

Jungwon terdiam.

"Oke, saya anggap kamu izin atau sakit dan semacamnya."

Yoongi membuka aplikasi chatting dan menunjukkan pesan-pesan terakhirnya dengan Jay tadi pagi. Di sana terlihat kalau mayoritas percakapan keduanya adalah Jay yang menanyakan kehadiran Jungwon.

"Liat? Bahkan dia berkali-kali nelfon saya cuma buat nanyain kamu."

Jungwon menyimak apa yang Yoongi katakan padanya. Apa yang harus dia lakukan selain itu? Tidak ada. Jadi, alangkah baiknya kalau dia diam.

"Saya dengar juga kemarin kamu nggak pulang ke rumah, kenapa?"

"Maaf, tapi ini urusan pribadi keluarga saya. Dan saya rasa.. Kalian nggak berhak menanyakan hal ini." Jungwon berujar sopan untuk menegur kelancangan Yoongi yang ikut campur dalam permasalahan keluarganya.

"Bukan begitu, saya cuma pengen mastikan kalau orang yang dipilih Jay itu yang terbaik dan nggak macam-macam."

Jungwon mengernyit. Otaknya tiba-tiba terasa kosong dan tidak bisa berfikir cepat. "Hah? Saya nggak ngerti maksud Ba--"

"Mama!"

Jungwon speechless, astaga. Padahal dia hanya salah panggilan, tapi kenapa harus terus dipermasalahkan?!

"Bisa tolong jelaskan semuanya?" ujar Jungwon pening.

"Saya dan Jay datang ke rumah kamu kemarin. Kami berniat baik bicarakan tentang kemauan Jay jadiin kamu istrinya."

Demi Tuhan, kepalanya terasa berdengung dan ingin pecah sekarang. Dia meyakinkan diri kalau ini adalah bagian dari mimpi terburuknya, dan saat dia bangun ... Maka semuanya akan baik-baik saja. Ya, itu benar!

Yoongi melihat raut wajah Jungwon yang tampak tidak percaya. "Kamu anggap saya bohong? Kalau nggak percaya, tanya aja ke Ibu kamu."

Jungwon menyandarkan tubuhnya pada sofa dan memijat pangkal hidungnya pening. "Ini nggak mungkin, ini terlalu cepat. Aku belum siap," gumamnya pelan.

Tingg!

Yoongi melirik notifikasi yang tertera, dia tersenyum dan menoleh ke arah Jungwon.

"Kamu boleh pulang, anak saya udah nunggu kamu di parkiran," katanya. Tanpa mempedulikan reaksi Jungwon yang terkejut setengah mati.

Tubuh Jungwon didorong pelan oleh Yoongi sampai ke depan pintu ruangannya. Yoongi mengedipkan mata jahil pada Jungwon sebelum menutup pintu dan membiarkan pemuda itu merasakan gugup.

"Kenapa aku harus dikelilingi orang-orang gila?" Jungwon bergumam frustasi sambil kakinya terus melangkah menuruni tangga menuju lantai dasar.

"Jungwon!"

Jungwon semakin memalingkan wajah dan berjalan cepat berlawanan arah dengan sang pemanggil, sumpah dia ingin berpura-pura tidak tahu dan segera pulang ke rumah tanpa ada drama apapun.

"Hei ... Kamu jauhin aku, ya?"

Tangan Jungwon dicekal dari belakang, Jungwon menoleh dan tak perlu dia tebak lagi siapa yang melakukannya, sudah pasti itu Jay. Mereka menjadi pusat perhatian sebagian mahasiswa yang tengah berlalu-lalang, Jungwon menepis tangan Jay perlahan karena risih.

"Maaf, Jungwon mau pulang."

Grepp!

"Kak.."

"Dua hari kamu ngilang tanpa kabar. Awalnya aku kira kamu marah dan blokir nomor Kakak, tapi ternyata kamu lagi punya masalah sama Bunda kamu," sela Jay sambil terus memeluk Jungwon erat.

"Kakak antar kamu pulang, oke?" Jay mengendurkan pelukannya dan menatap Jungwon penuh harap. Tanpa mendengar jawaban Jungwon, Jay langsung menarik pemuda itu menuju mobilnya.

Jungwon sebenarnya ingin menolak, tapi begitu sadar kalau mereka sedang menjadi perhatian publik, Jungwon urung untuk menambah persepsi buruk orang-orang tentang dirinya.

"Ini buat kamu." Jay menyodorkan sebuah papper bag hitam pada Jungwon.

Jungwon dengan malas mengambil itu dan melihat isinya. "Handphone? Kakak beliin ini buat Jungwon?"

Jay membalas dengan anggukan. "Kamu suka? Kalau misalnya kamu nggak suka, nanti biar kita pilih model lain."

Jungwon membuka kotak itu dan terpampang lah sebuah ponsel keluaran terbaru yang tidak mungkin bisa dia beli dalam waktu dekat ini, dia menatap Jay bingung.

"Ini serius buat aku? Kayaknya Kakak berlebihan deh," tolak Jungwon mengembalikan ponsel itu ke tangan Jay.

Kalau bundanya tahu dia dibelikan ponsel semahal ini oleh orang asing, maka habislah sudah riwayatnya nanti di rumah.

"Kakak udah bilang sama Bunda kamu, kok. Kemarin Bunda kamu sendiri yang cerita kalau hape kamu-- yaa, begitu." Jay terkekeh di akhir kalimatnya.

"Sebentar ... Jadi, Kakak beneran ke rumah aku kemarin?!" Jungwon bertanya tidak percaya, omongan Yoongi tadi ternyata benar adanya.

"Iya, Kakak udah bicarain tentang niat Kakak nikahin kamu. Serius loh.. Awalnya Bunda kamu nolak banget, tapi akhirnya dia kasih Kakak restu!" Jay berujar antusias.

"HAH?"

Jay tertawa melihat ekspresi terkejut Jungwon. "Beneran, Bunda kamu udah kasih kita restu menikah. Lebih lengkapnya langsung tanya Bunda kamu aja."

"Aku curiga, jangan-jangan Kak Jay pake pelet supaya Bunda aku setuju." Jungwon menyipitkan mata pada Jay yang justru sibuk menjalankan mobilnya.

"Kakak nggak percaya begituan, kamu jangan ngarang cerita." Jay menepis pemikiran Jungwon barusan.

"Aku serius tanya, Kak. Kalian ngomongin apa aja sampai Bunda kasih restu dengan gampang banget?" Jungwon bahkan sampai memajukan tubuhnya ke arah Jay karena sangat penasaran.

"Daripada tanya itu, lebih baik kita rencanain dari sekarang mau konsep nikahnya gimana, terus kapan pelaksanaannya."

•••

Lengkara ; Jaywon (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang