55-Keadaan Senja

1.8K 148 11
                                    

Saat ini Abi, Hayden, dan Varent menunggu dengan perasaan cemas. Sesekali ketiganya menatap pintu ruang operasi dengan penuh harap.

Tangan Varent mengepal kuat. Rasa takut mendominasi dirinya. Perasaan sesak yang terus menerus menggerogoti dirinya membuat Varent sulit mengendalikan dirinya.

Rasa ingin berteriak keras dan mengeluarkan semuanya sedari tadi Varent tahan sekuat tenaga. Bahkan tanpa sadar setetes air meluncur dadi pelupuk matanya.

Isakkan yang semakin terdengar karena Varent berusaha menahannya, tapi Hayden dan Abi sudah menyadarinya sejak awal.

Mereka paham perasaan Varent karena itulah yang mereka rasakan saat ini. Abi memutuskan mendekat dan memeluk tubuh keponakan bungsunya itu.

Varent menerima pelukan Abi dan membalasnya dengan erat. Isakkannya yang tadinya tertahan mulai terdengar dengan jelas. Kepiluan Varent membuat Hayden ingin ikut menangis.

"Hiks ... h-hiks ... hi-hiks ... hu ... hu ... hiks ...."

Dengan setia Abi mengelus punggung lebar Varent, sesekali menepuknya pelan. "Kamu harus tenang, Daddy yakin Senja bakal baik-baik aja!"

"Daddy yakin itu!" ucap Abi dengan penuh keyakinan walau hal itu berbanding terbalik dengan isi hatinya.

Saat ini yang terpenting adalah menenangkan Varent. Abi harus mencegah segala hal yang mungkin bisa terjadi dan justru memperburuk kondisi.

"Hiks ... hu ... hu ...."

Akhirnya setelah beberapa menit Varent sudah merasa tenang dan tangisannya pun berhenti hanya sesekali dia masih sesenggukan kecil.

"Ini, sebaiknya kamu minum dulu!" titah Hayden seraya menyerahkan sebotol air mineral.

"Thanks Bang," sahut pelan Varent.

Jika diingat kembali, kali ini adalah tangisan Varent yang pertama kali setelah sekian lama. Karena setelah berada di bangku sekolah dasar Varent sudah tidak pernah menangis.

Perasaan Varent sudah lebih baik sekarang. Sepertinya Varent paham kenapa perempuan lebih banyak menangis ketika sedang sedih. Perasaan sesak yang ia rasakan perlahan lenyap bersamaan dengan luapan emosinya.

Namun, ia tidak bisa menampik bahwa perasaan cemas masih menyelimutinya.

Tidak berselang lama, seorang Dokter keluar seraya melepas maskernya. Sontak ketiga pria berbeda usia itu berdiri secara serempak.

"Bagaimana Dok, keadaan anak saya?"

"Bisa dibilang keadaannya cukup parah. Kaki kanannya patah dengan pergelangan kakinya yang terkilir, luka lebar di bagian dahi dan kepala belakang yang membutuhkan jahitan, dan beberapa luka kecil di sekujur tubuhnya. Syukurnya luka di kepala tidak sampai mengenai syarafnya. Jika pasien tidak sadar dari kurun waktu satu jam ke depan sampai besok, mohon maaf sekali saya nyatakan pasien koma," jelas Dokter  yang membuat ketiganya terkejut bukan main.

"Jika terjadi sesuatu hal segera panggil saya. Saya permisi untuk memindahkan ruangan pasien," pamit Dokter itu.

"Dok, tolong pindahkan ke ruang VVIP," sahut Abi cepat.

Setelah Dokter itu pergi, Abi, Varent, dan Hayden terdiam di tempat setelah mendengar pernyataan Dokter tentang kondisi Senja.

Suara langkah kaki terdengar dalam pendengar pria berbeda usia itu. Suara langkah kaki yang semakin keras membuat ketiganya yakin bahwa seseorang sedang mendekat ke arah mereka.

"Ada apa ini?" pertanyaan dari sang pendatang membuat Hayden, Abi, dan Varent menolehkan kepalanya ke sumber suara.

Tidak ada yang membuka suaranya semuanya hanya diam menatap Gara dengan pandangan menyendu. "Daddy, sebenarnya ada apa?"

Senja " Di Siang Hari " Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang