63-With Gara

408 30 3
                                    

"Senja, Saya ada perlu di kantor. Jadi kamu sama Gara dulu," ucap Aezar tiba-tiba setelah mengangkat Telepon.

Senja yang melihat Kakaknya sibuk pun hanya bisa mengangguk. Seusai membereskan berkas dan laptopnya Aezar segera keluar berjalan keluar meninggalkan rumah sakit.

Sebenarnya untuk pertama kalinya Senja ditinggal berdua dengan Gara seperti ini. Biasanya ia mengobrol dengan Gara ketika ada Varent atau pun yang lainnya.

Keheningan terjadi beberapa saat di antara keduanya. Gara yang tidak ingin kecanggungan terus terjadi pun berusaha untuk memulai sebuah obrolan.

"Kamu mau makan buah?" tawar Gara pada Senja.

Sejenak Senja berpikir sebelum menjawab pertanyaan Gara. "Iya, boleh Kak. Aku mau apel!" jawab Senja dengan lirih.

Dengan telaten Gara menbersihkan dan memotong apel agar mudah untuk dimakan. Potongan yang cukup untuk satu gigitan itu di susun di sebuah piring kecil sebelum diberikan kepada Senja.

"Ini," ucap Gara seraya memberikan piring pada Senja setelah memposisikan tubuhnya untuk duduk.

Kecanggungan pun kembali terjadi setelah. Entah kenapa seperti tidak ada topik yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Senja yang tidak ingin terus-terusan saling diam pun mulai membuka suara.

"Kak, aku mau tanya tentang kampus Kakak boleh?"

"Iya boleh, kamu mau naik kelas 3 ya tahun ini?" Senja pun mengangguk sebagai respon.

"Sebenarnya beberapa bulan lalu aku riset beberapa kampus sesuai dengan bidang yang aku mau dan kampus Kakak salah satunya," jelas Senja seraya sesekali memakan apelnya.

"Kamu minat program studi apa memangnya?"

"Aku mau ambil psikologi Kak dan setelah dilihat kampus Kaka merupakan salah satu yang terbaik dari beberapa kampus yang aku lihat," sahut Senja kembali.

"Ah ... Memang iya, tapi mungkin Kakak nggak bisa bantu banyak. Karema setiap Fakultas memiliki ketentuan yang berbeda, tapi Kakak akan kenalin kamu ke temen Kakak yang ada di Program studi itu." Senja dengan semangat mengangguk, Gara yang melihat pun terkekeh kecil seraya mengacak pucuk rambut Senja.

"Makasih ya Kak."

"Kalau Kakak boleh tanya, kenapa kamu tertarik sama program studi itu?" Senja yang mendengar itu menundukkan kepalanya sejenak.

"Sebenarnya sejak aku ngalamin hal ini, aku jadi berpikir bagaimana dengan orang yang lain yang sekiranya mengalami tang hampir mirip dengan apa yang aku alami. Aku hanya ingin membantu agara kondisi mereka bisa lebih baik dari pada aku sekarang. Karena aku tahu bagaimana hancurnya ketika sebuah hubungan keluarga itu mulai retak. Aku nggak pernah membayangkan bahwa sebuah retakan kecil itu akan menjadi masalah yang sebesar ini," ucap Senja dengan pandangan mata kosong.

Gara yang mendengar hal tersebut pun memeluk Senja dan membenamkan kepala di dada bidangnya. Sesekali ia mengecup puncuk kepala Senja.

"Kakak, tahu kalau hal ini nggak mudah buat kamu yang perlu kamu tahu bahwa Kakak sama Kakak yang lain bakal terus ada di samping kamu, jadi kamu jangan merasa sendiri ya," ucap Gara yang masih memeluk Senja.

Senja yang sudah tidak canggung lagi pun membalas pelukan Gara dengan lembut. Tak sadar setetes air jatuh dari pelupuk matanya. Gara yang mendengar Senja menangis pun hanya mampu menenangkan dengan mengelus ringan punggung Senja.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ...."

"Thank you hiks ... Kak," ucap Senja yang masih menangis.

"Tentu, Kakak akan selalu ada di samping kamu bagaimana pun kondisinya hanya itu yang perlu kamu ingat. Kamu tidak perlu khawatir tentang hal lain, ada kami yang akan selalu membantu kamu," sahut Gara seraya melepaskan pelukannya.

Ia mengusap lembut air mata yang tersisa di wajah Senja dengan menggunakan tangannya. Lalu, Gara duduk di kursi samping brankar untuk menenangkan Senja yang sesekali masih sesenggukan.

"Udah tenang?" tanya lembut Gara.

"Makasih Kak, aku nggak bisa bayangin kalau nggak ada kalian di samping aku," sahut Senja dengan tulus.

Ia pun mulai membenahi wajahnya yang berantakan karena air mata. Setelah di rasa sudah  bersih pun Senja meminta Gara untuk terus memegang tangannya selagi ia tidur.

Gara yang diminta hal tersebut pun dengan senang hati melakukannya. Perlahan mata Senja terpejam dengan tangan mereka berdua yang masih bertautan.

Tanpa mereka berdua sadari Abi sedari tadi melihat kejadian tersebut. Ia senang karena sekarang Putrinya sudah dekat dengan semua Kakaknya. Hanya saja ia sedih setelah mendengar suara hati yang dipendam Senja selama ini.

Ia tak pernah membayangkan bahwa selama ini Senja memikirkan hal tersebut. Pasalnya Abi merasa sudah cukup perhatian untuk mengisi posisi Inez yang tiada. Namun, ternyata apa yang ia anggap cukup selama ini berbeda dengan apa yang Putrinya rasakan.

Abi akan berusaha lebih keras agar Senja tak kekurangan apa pun, tetapi tetap pada porsinya. Ia tak ingin Senja menjadi seseorang yang terlalu mengandalkan orangtuanya.

Karena Abi tidak tahu, akan sampai kapan ia bisa melindungi Senja. Namun, selama ia masih bisa ia akan berusaha dengan keras untuk melindungi Putri satu-satunya.

Walau ia yakin Para Putranya pasti akan menjadi pengganti, ketika ia sudah tidak sanggup untuk menjaga Putrinya seorang diri.

Setelah Senja terlelap pulas, Abi mengetuk pelan pintu dan masuk dengan perlahan. "Assalamaualaikum," ucapnya dengan pelan.

"Waalaikumsalam, Daddy. Bagaimana kondisi Mommy?" sahut Gara ketika melihat Daddynya.

"Alhamdulilah, hari ini sudah boleh pulang. Jadi, nanti malam Daddy mau mengantar Mommy dan baru bisa ke sini lagi besok siang. Nanti kamu bisa gantian sama Aezar atau Hayden," terang Abi.

"Syukurlah, iya nanti aku hubungin. Kebetulan nanti malam aku ada janji," jawab Gara seraya mendekat ke arah Abi. Ia duduk di samping Abi yang sedang membuka laptopnya.

"Owh, iyh Dad. Berarti sekarang perusahaan dipegang Bang Aezar?"

"Iya, sebagai simulasi untuk Aezar juga. Lagi pula memang sedari awal untuk perusahaan akan diwariskan pada anak pertama, jadi ini merupakan latihan yang bagus untuk dia. Memangnya kamu mau ngurus perusahaan?"

Dengan tegas Gara menggeleng kuat. Dirinya sangat anti dengan dokumen perusahaan. Melihat Kakaknya saja yang jarang pulang sudah merinding apalagi ketika dia mengalaminya sendiri.

Abi yang melihat respon keponakannya pun hanya bisa tertawa kecil. Memang dari keempat Putranya hanya Aezar yang tertarik dengan perusahaan sedari kecil.

Sedangkan untuk yang lain menunjukkan kemampuannya di bidang masing-masing, contohnya Hayden yang sangat mahir di bidang kedokteran. Hingga ia mendapat gelar Dokter di saat temannya baru koas.

Tentu saja sebagai Ayah Abi sangat bangga dengan anak keduanya tersebut. Kedua Putranya merupakan kebanggaannya.

"Bang Hayden lagi sibuk ya? Katanya mau ke sini tapi nggak dateng-dateng," celetuk Gara memecahkan lamunan Abi.

"Ah, iya katanya ada operasi dadakan jadi dia belum bisa ke sini. Kok tumben tanya, biasanya kamu langsung tanya sendiri," ucap heran Abi.

"Nggak dijawab, Dad. Kan Bang Hayden memang gitu." Abi yang mendengar tersebut pun tanpa sadar tertawa keras membuat tidur Senja sedikit terganggu.

"Upss!"

Sedangkan ketegangan masih terasa di dalam rumah. Varent masih terus berdiam di tempat sambil diam-diam mendengarnya.

"Cukup, aku mau kamu berubah!"

"Nggak, sebelum tujuanku tercapai aku nggak bakalan nyerah!"
















Update, setelah gonta ganti judul chapter ini🥰

Arissa mau promosi story yang bukan up di sini!!

Aku menemukan buku yang bagus banget di NovelToon, yuk baca bareng! Time With You, author: Al.rissa10 #noveltoon @MangatoonID
https://noveltoon.mobi/id/share/3134890

Mampir ya!

Jangan lupa Vote N komen dan baca story Arissa yang lain.
👇👇👇👇👇

Senja " Di Siang Hari " Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang