Setelah pergulatan panjang dengan pikirannya akhirnya Varent memutuskan untuk pergi ke rumah Senja untuk berbicara sebentar. Ia telah meyangkinkan dirinya bahwa ini adalah Keputusan yang tepat untuk dirinya, Varent sudah tidak ingin dianggap anak kecil karena selalu menurut pada Keputusan para Kakak dan juga Orang tuanya. Ia ingin membuat Keputusan sendiri untuknya yang akan ia pertanggungjawabkan akhir yang diperolehnya.
Namun, saat tiba di sana Varent hanya dapat melihat kegelapan kediaman yang cukup besar itu. Dengan kebingunan ia mengetuk pintu rumah itu beberapa kali dengan memanggil nama Senja. Tetapi hanya keheningan yang ia dapatkan. Varent pun melihat sekeliling dan melihat pusat Listrik di rumah Senja, ia pun menaikkan tuasnya tapi tidak ada yang terjadi. Melihat hal itu membuat Varent panik, karena tidak ada sahutan di dalam rumah sekeras apapun Varent berteriak, belum lagi Listrik yang tidak bisa menyala.
Varent memutar otak dan berkeliling rumah untuk mencari jendela yang mungkin untuk dirinya masuki. Saat sedang berjalan ia melihat sebuah jendela yang seakan terbuka paksa, membuat Varent semakin panik. Dengan bergegas ia masuk dan berlari menuju kamar Senja yang berada di lantai atas. Fokusnya teralihkan pada sebuah kamar di lantai dasar yang pintunya setengah terbuka, perlahan Varent mendekat dan berdiri di samping pintu sembari mengintip.
Matany terbelalak melihat sosok yang sangat ia kenali itu. Sosok yang sedang sibuk mengobrak-abrik lemari seakan sedang mencari sesuatu yang sangat penting. Sosok yang selalu ia temui setiap harinnya, hatinya terasa teriris piau melihatnya. "Mami?"
Mendengar suara itu membuat sosok yang dipanggil Mami itu menoleh ke belakang dan melihat Varent yang menatapnya nanar seakan tidak percaya. Dirinya tidak menyangka akan ketahuan oleh Putranya sendiri, padahal selama ia mengawasi Senja ia sudah memastikan bahwa para Ptranya sudah tidak berhubungan lagi dengannya. Sehingga ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk tetap pada rahasianya.
"Apa yang sedang Mami lakukan? Kenapa Mami ada di sini? Apa yang Mami bicarakan dengan Papi sebelumnya adalah kebenaran? Padahal aku berusaha untuk percaya pada Mami karena Mami adalah Ibu kandung aku sendiri. Jadi aku berusaha untuk menepis semua yang dengar hari itu, tapi apa? Semua yang Mami lakukan hariini seakan menjadi jawaban semua pertanyaan yang ada dalam pikiran aku. Mungkin Mami memang bukan Ibu kandung aku!" cecar Varent dengan air mata yang siap menetes di pelupuk matanya.
"Varent, tenang dulu. Mami bisa jelasin," ucap Dena dengan terbata-bata.
"Apalagi yang mau dijelasin, menurut aku semuanya udah jelas dan aku bakal bicarain ini dengan Daddy!" ucap tegas Varent, ia pun mengambil map yang dipegang oleh Dena dan berjalan keluar rumah.
"VARENT! VARENT, TUNGGU!"
Dengan panik Dena berlari untuk mengajar Varent yang akan masuk ke dalam mobinya. "Varent, dengerin Mami dulu!"
"VARENT!" teriak Dena yang melihat mobil putranya menjauh darinya.
"Sial, semuanya bisa terbongkar!"
Ia pun berlari menuju mobilnya ia sembunyikan dan mengejar Varent ysng semaakin menjauh dari pandangannya. Semakin mobilnya mendekat ke arah rumah semakin berkecamuk pula pikirannya. Siapa yang tidak panik ketika semua rencana yang telah disusunnya dengan baik hancur berantakan hanya karena satu hal kecil yanng terlewat.
Semua kenyamanan yang telah didapatkannya saat ini akan hilang seketika ketika semua orang mengetahui tentangnya. Semua kekayaan, tas mewah, restoran cantik hanya kan enjadi angannya lagi seperti saat dirinya muda dulu dan Dena tidak menginginkan hal tersebut kembali terulang pada kehidupannya.
Padahal hanya sedikit lagi putranya akan menjadi penerima warisan paling besar di antara yang lain, semuanya menjadi kacau saat anak dari seorang perusak itu diakui sebagai cucu paling muda diantara yang lain. Jika saja saat itu dirinya berhasil menjalankan rencanaya tidak akan jadi seperti ini.
"SIAL!"
Saat akan mengejar mobil putranya Dena justru terjebak lampu merah yang membuatnya semakin jauh dengan Varent. Hal tersebut membuat Dena semakin ketar-ketir melihatnya. Ternyata kekhawatirannya terjadi, saat mobilnya memasuki pekarangan mansion dan melihat mobil Varent sudah terparkir dengan rapi yang artinya Varent sudah tiba sejak tadi.
Secara perlahan pun Dena memundurkan mobilnya dan keluar dari mansion sebelum ada yang yang melihat dirinya. Ia akan bersembunyi sembari menyusun rencana untuk keselamatan dirinya. Lagipula Dena yakin semua ini akan dibereskan oleh suami yang sangat mencintainya itu atau bisa Dena sebut sebagai laki-laki bodoh. Ia tidak ingin masuk penjara karena kasus ini, lagi pula ssemua ini karena anak tidak tahu diri itu.
Selepas Varent tiba di rumah ia bergegas masuk dan pergi menuju ruang kerja Papinya. Ia tahu jika sudah malam Papinya akan pulang dan bekerja di ruangannya. "Papi!" seru Varent seraya membuka paksa pintu yang menimbulkan suara yang cukup keras.
BRAK!
"Varent!" peringat Dipta pada putra bungsunya.
Namun Varent tidak menghiraukan hal itu, ia justru menyerobot masuk dan menceritakan semua ahal yang ia lihat tadi. Dipta yang mendengarnya mengelus pelipisnya pelan seraya menghembuskan napas berat.
"Tapi Mamimu tidak melakukan hal lain kan?"
"Apa maksud Papi? Bagaimana jika saat itu Senja ada di dalam rumah? Bisa saja terjadi suatu hal yang buruk padanya Pi! Papi kan tahu sendiri bagaimana sifat Mami dan lagi harusnya sekarang Mami sudah tiba di sini mengejarku dan apa sekarang Mami tidak ada kan? Bukankah itu bukti bahwa Mami takut tertangkap?"
PLAK!
Suara tamparan terdengar jelas hingga keluar ruangan. Leta yang secara kebetulan sedang lewat pun mendengar dan bergegas masuk ke dalam. "Dipta!" seru Leta melihat adik iparnya menampar keponakannya.
"Ada apa? Sampai kamu menampar Varent?" ucapnya sembari menarik Varent menjauh.
"Mba, nggak perlu tahu ini masalah keluarga aku."
"Papi masih mau nyembunyiin tingkah laku Mami yang udah kelewatan itu? Mami sampe nyusup rumah orang Pi!" sahut Varent kesal diikuti ringisan kecil.
"Apa maksud kamu, Rent? Dena nyusup rumah siapa?" tanya Leta dengan nada kebingungan.
"Kalau Mami dibiarin gitu aja, bisa-bisa Mami nekat ngancam Senja Pi!"
"VARENT!"
"DIPTA! Apa harus sampe teriak begitu. Lagipula dari semua yang Varent katakan belum ada yang terdengar salah. Jika Dena melakukan itu bukannya ia harus mendapatkan sanksi? Ia sampe menyusup rumah orang tanpa izin, jika terjadi sesuatu di dalam siapa yang akan menanggung malunya jika bukan kamu sendiri? Apa kamu tidak sayang dengan semua reputasi yang sudah kamu bangun selama ini?"
Dipta hanya menundukkan kepalanya sebelum kembali berbicara. "Menurut Mba, kenapa selama ini aku mati-matian bangun semua itu? Aku melakukan semua itu untuk istri aku Mba. Aku udah tahu semua tingkah lakunya bahkan sedari sebelum kami menikah, semuanya aku tutupi dengan kekuasaanku karena apa? AKU MENCITAINYA MBA!" sahut Dipta dengan suara parau, ia menjatuhkan dirinya hingga ia berlutu sebab tidak kuasa menahannya.
Jangan lupa Vote N Komen dan baca cerita Arissa yang lain🤗
👇👇👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja " Di Siang Hari "
Teen Fiction(FOLLOW AUTHORNYA DULU OKEY!!) Senja seorang gadis berusia 16 tahun, dia adalah gadis yang ceria dan ramah. Ia memiliki orang tua yang lengkap, namun ada yang yang janggal. Ayahnya tak pernah menginap di rumah selama 16 tahun Senja hidup. Memang set...