64-Ada Apa?

397 27 3
                                    

Jika kondisi di rumah sakit sedang baik-baik saja, berbeda dengan kondisi mansion yang masih tegang. Varent yang terlalu fokus menguping hingga tidak sengaja mengucapkan kata yang seharusnya ia ucapkan dalam hati.

"Apa maksudnya?"

Celetukan tiba-tiba itu membuat kedua orang yang sedang beradu argumen secara serentak menoleh ke sumber suara.

"Siapa itu?"

Varent yang tidak tahu harus bagaimana pun akhirnya keluar dari balik dinding dengan mengontrol wajahnya.

"Aku, apaa maksudnya tadi itu, Pi? Kenapa Mami ngomong kaya gitu? Sebenarnya apa yang terjadi 16 tahun lalu itu?"

Dipta gelagapan saat melihat Putra bungsunya yang muncul dari balik dinding. Ia tak menyangka Varent akan tahu dengan cara seperti. Sebenarnya Dipta ingin menguburnya dalam-dalam, karena ini merupakan aib istrinya ia tidak ingin ada yang mengungkit maupun ada mengetahuinya.

"Pi, ayok jawab! Lalu Mami juga kenapa diam aja? Terus apa sikap Mami selama ini cuma akting?" cecar Varent dengan tidak sabaran.

Varent menatap Ibunya dengan nanar, ia sungguh tidak menyangka akan seperti ini. Ibunya yang ia sayangi ternyata memiliki maksud t aku tertentu. Ibunya yang selama ini ia anggap sebagai malaikatnya, memiliki maksud untuk menguasai Adipramana.

Ibunya yang ia anggap sebagai wanita paling sederhana. Tidak pernah sekalipun Varent melihat Ibunya menghambur-hamburkan uang secara berlebihan. Justru memiliki niat paling busuk di antara yang lain.

Padahal jika dibanding dengan Leta, tampilan Dena sangat sederhana. Ia tidak pernah menggunakan perhiasan yang mencolok, untuk barang branded ia tidak memiliki sebanyak Leta.

"Mami, ayok jawab! Kenapa diam aja? Apa benar sikap Mami selama ini cuma akting?" desak Varent.

Dena bungkam seribu bahasa. Ia hanya diam dengan pandangan yang tampak kosong. Varent yang tidak sabar pun mendekat dan menggucang pelan bahu Ibunya itu.

"Mami, ayok jawab!"

"Varent, stop!"

Varent tidak menggubris perintah Dipta dan terus mengguncang bahu Dena. Namun, sang empu masib tetap diam tanpa menjawab semua pertanyaan yang diucapkan Varent.

"Mam!"

"VARENT!" sentak Dipta dan melepaskan tangan Varent dengan kasar.

"Cukup, kamu sekarang ke kamar. Nggak ada bantahan!" Titah Dipta tegas, membuat Varent mau tidak mau harus kembali ke kamarnya dengan pasrah.

Di dalam pikirannya masih berkecamuk tidak karuan. Ia hanya masih tidak menyangka dengan Ibunya. Siapa yang tidak terkejut bahwa sikap Ibu yang kita lihat dengan apa yang sebenarnya berbeda 180°.

Tentu, Varent sangat syok melihatnya. Ibunya sangat menginginkannya menjadi anak bungsu Adipramana karena ini. Ibunya ingin separuh kekayaan Adipramana jatuh ke tangannya.

Pasti jika Varent betul anak bungsu, Ibunya akan meminta hak sebagai orangtua dengan jumlah tidak masuk akal.

Apa kejadian 16 tahun lalu, memang ada hubungannya?

Apa Ibunya yang tidak rela, Daddy ada anak kembali menjadi memikirkan segala hal untuk membuatnya menjadi anak bungsu?

Tetapi, bagaimana?

Sebenarnya ada yang masih mengganjal dalam pikiran Varent. Ia tiba-tiba saja berpikir, apakah Pamannya itu sama sekali tidak berpikir untuk menikahi Ibu Senja?

Apalagi Varent dengar saat itu Abi dan Leta sedang bertengkar cukup hebat mengenai suatu hal. Bukankah dalam hati yang sedang bergejolak itu pasti tumbuh keinginan yang tidak masuk akal.

Senja " Di Siang Hari " Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang