Leta yang melihat hal tersebut pun menahan air matanya dan berjalan mendekat ke arah Dipta dan membantunya untuk duduk di sofa. Ia mengelus punggung adik iparnya yang sedang terpuruk.
"Dipta, menurut Mba tindakan kamu itu nggak bisa dibenarkan. Jika hal itu terus terulang Dena nggak akan belajar mengenai kesalahannya sendiri. Kalo udah gitu gimana? Ia akan terus berperilaku begitu karena merasa dirinya pasti akan selamatkan oleh kamu. Terus kamu mau sampai kapan nutupin hal itu? Apa kamu nggak cape?" ucap Leta dengan lembut.
"Aku lelah Mba, sangat. Bukannya aku nggak pernah melakukan apapun untuk mengubah sifat Dena, aku sudah coba melakukannya tepatnya saat akhirnya Senja diakui oleh Ayah, walau dengan syarat," jawab Dipta yang membuat Varent bingung.
"Syarat?'
"Iya syarat dimana Ibu Senja harus memilih antara Senja ditinggalkan di sini atau Senja hanya mendapat pengakuan semata tetapi mereka tidak boleh menampakkan dirinya hanya Daddy yang diperbolehkan menemuinya. Tentunya Daddy tidak tega sampai melayangkan lamaran padanya, seperti yang kau tau bahwa ia menolak dan menerima pilihan kedua, namun semua itu tidak semudah yang diceritakan," sahut Abi yang ternyata sedari tadi mendengar.
"Daddy!" ucap Varent terkejut melihat Abi.
"Jadi, apa yang mau kamu lakukan kali ini Dipta? Apa kamu mau mengulangi hal yang sama? Maka Mas nggak akan memaafkan kamu untuk yang kedua kalinya," ucap Abi tegas.
"Apa maksudnya Daddy?'
"Varent naik ke atas!" titah seorang lelaki berpakaian rapi yang sangat dikenalnya.
"Tapi, aku mau tahu. Bukankah umurku sudah cukup untuk hal ini?"
"Varent!" titah Aezar tidak terbantahkan membuat Varent mau tidak mau menuruti dan perlahan keluar dari ruangan Papinya yang perlahan ditutup oleh Kakak pertaamanya itu.
"Sial!"
Di sisi lain kondisi dalam ruangan Dipta semakin memanas setibanya Aezar. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Senja adalah adik kesayangan Aezar sehingga sudah pasti ia tidak akan melepas seseorang yang mencoba macam-macam kepada adiknya.
"Saya yang akan menyelesaikan masalah ini," ucap Aezar dengan dingin.
"Tidak!" tolak Abi.
"Kenapa? Karena ini adalah masalah keluarga? Menurut saya ini bukan hanya meyangkut masalah keluarga Papi saja tetapi sudah masuk ke dalam masalah keluarga kita, jadi saya bisa saja menyelesaikan ini sesuai dengan apa yang saya yakini benar."
"Aezar! Mungkin kamu bisa saja menyelesaikannya, tetapi kamu hanya menggunakan logika saja dan menurut Daddy kamu masih belum bisa menyelesaikannya. Lebih baik kamu serahkan masalah ini pada kami."
"Sampai kapan, Dad? Sampai suatu hal terjadi? Apa dady mau mengulang tragedi kembali?"
"AEZAR!"
"Aezar, sebaiknya kamu keluar saja!" titah Leta yang sedari tadi terdiam.
Mendengar Mommynya berbicara membuat Aezar tidak berkutik dan mau tidak mau menuruti perkataan Leta dan berjalan keluar ruangan dengan perasaan tidak karuan. Tidak membuang waktu ia bergegas menelpon Senja untuk memastikan keadaannya baik-baik saja.
Apa yang dibicarakan Aezar sebelumnya bukannya omong kosong biasa, ia benar-benar takut terjadi sesuatu pada Senja. Tetapi, entah berapa kali Aezar menelpon Senja tidak kunjung mengangkat teleponnya membuat pikiran Aezar semakin tidak karuan. "Shitt!"
Saat perasaannya sedang berkecamuk, ia teringat pernah menyimpan nomor sahabat dari Senja yaitu Raina. Hal tersebut membuatnya segera menekan tombol pada layarnya dan segera menghubungi nomor tersebut. Seketika muncul sedikit perasaan lega saat telepon diangkat oleh penerima telepon.
"Halo? Ini siapa ya?"
"Saya Aezar, Kakak dari teman kamu, Senja."
"Kakaknya Senja? Sebentar ya!"
***
Setibanya Senja dan Raina di rumahnya, mereka masuk ke dalam disambut oleh Ibu dari Raina yang sudah mendapat kabar dari Putrinya. Raina yang melihat Ibunya sudah menunggu pun segera menghampiri dan menyampa Ibunya.
"Mah!" sapa Raina.
"Kok Mama nunggu sih, harusnya nggak usah," lanjut Raina.
"Gimana Ra? Mama tuh khawatir sama kamu, lagian kamu ngabarin yang aneh-aneh sihh!"
"Aneh gimana, justru kita mah yang ngeri, makanya langsung ke sini," bantah Raina.
"Syukur deh kalo kalian nggak papa, udah sana naik, istirahat dulu!" titah Ibu Raina bernama Ratih itu.
"Iya Mah, yuk Ja!"
"Aku permisi dulu ya Tante," ucap Senja yang diangguki oleh Ratih.
Mereka pun berjalan menuju kamar milik Raina yang terletak di lantai dua rumahnya. Namun semua pertanyaan masih saja terus muncul di benak mereka. Semua kejadian yanng baru saja mereka alami terlalu aneh, bagaimana bisa listrik bisa mati begitu saja di zaman yang sudah maju seperti ini. Semua hal itu tidak masuk akal menurut mereka, apalagi rumah itu selalu dirawat dengan baik hingga masalah listrik. Jadi kecil kemungkinan untuk listrik mati, apalagi kediaman Senja berada di sebuah komplek yang cukup elit sehingga untuk sekedar mati listrik pasti akan ada sebuah pengumuman terlebih dahulu.
"Ja, gimana kalo rumah lo ternya kemalingan gimana?" celetuk Raina seusai membersihkan diri.
"Apa iya ya, duh gimana dong Rain?" ucap Senja menjadi panik.
"Apa lo nggak telpon Kakak lo aja?"
"Owh iya ...."
Senja bergegas mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya, namun ternyata ponselnya sudah dalam keadaan mati. "Yah ... aku lupa charger lagi, bentar aku charger dulu!"
Beberapa saat setelah ponselnya dihidupkan kembali puluhan notifikasi mulai dari pesan hinggal panggilan telepon masuk ke dalam ponselnya. Senja pun melihat nama siapa saja yang tertera di dalamnya. Nama Varent menjadi yang paling pertama menelponya, tanpa berpikir panjang ia pun menelpon kembali Varent.
Namun hingga beberapa kali ia menelpon tidak kunjung dingkat oleh Varent membuatnya heran, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Karena hal itu pun Senja akhirnya menyerah dan menaruh ponselnya dan kembali pada Raina yang sepertinya sedang menelpon seseorang.
"Kakaknya Senja? Sebentar ya!"
Suara Raina terdengar oleh Senja hingga membuat Senja bergegas mendekat ke arah sahabatnya. "Siapa?"
"Kak lo! Kak Aezar," jawab Raina seraya menyerahkan ponselnya pada Senja dan menepikan tubuhnya.
"Halo? Kenapa Kak?"
"Kamu sekarang dimana?"
"Aku sekarang lagi di rumah Raina Kak, tenang aja kok di sini juga ada orangtuanya Raina jadi kita nggak sendirian," jawab Senja dengan meyakinkan.
"Syukurlah, Senja kamu nggak ngalamin hal aneh kan di rumah?"
Pertanyaan Aezar menjdi tanda tanya besar bagi Senja. Mengapa Kakaknya mengetahui bahwa ia baru saja mengalami kejadian yang aneh? Apa memang penyebaran berita sekarang secepat itu? Senja rasa tidak.
"Kok Kaka bisa tau? Memang sih kita hanya ngalamin mati listrik, tapi kan hal itu nggak pernah terjadi kak, jadi karena kita takut jadi kita langsung ke sini deh," jawab Senja dengan kebingungan.
"Baik, kamu di situ dulu ya, nanti Kakak bakalan benerin listrik di rumah, untuk sekrang kamu jaga diri baik-baik kalo ada sesuatu lamgsung kabarin Kakak yaa."
"iya Kak," jawab singkat Senja yang masih kebingungan.
Sebelum Senja kembali bersuara telepon ditutup begitu saja membuanya kesal. "Gimana?" tanya Raina yang penasaran.
"Sabar!"
Akhirnya Senja mengatakan apa yang sudah ia obrolkan dengan Kakak pertamanya itu. "Aneh kan Rain? Gimana bisa Kakak aku tau tentang hal sedangkan pas di rumahku kita Cuma berdua aja." Mendengar perkataan Senja membuat Raina merinding.
Jangan lupa vote n komen dan baca cerita arissa yang lain🤗
👇👇👇👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja " Di Siang Hari "
Teen Fiction(FOLLOW AUTHORNYA DULU OKEY!!) Senja seorang gadis berusia 16 tahun, dia adalah gadis yang ceria dan ramah. Ia memiliki orang tua yang lengkap, namun ada yang yang janggal. Ayahnya tak pernah menginap di rumah selama 16 tahun Senja hidup. Memang set...