7. Kisah cinta yang hilang

3.6K 114 3
                                    

Pagi hari yang sendu, udara dingin menerpa wajah Bagas yang tertidur di pos ronda. Ia tidak ingat jam berapa ia jatuh dalam mimpi. Suara cicitan burung gereja sudah bergemuruh di atas atapnya. Dilihatnya pak Trik dan Pak Budi tidur berselimutkan sarung. Bagas mengambil Kendi yang berisi air, kemudian ia menegak air itu cukup banyak. Setelah cukup sadar ia mengguyur wajahnya dengan air dingin dalam kendi. Sejenak melihat sayup fajar jingga temaram di ufuk timur. Dari halaman itu ia berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.

Beberapa sentir sudah dimatikan, dapur sibuk dengan suara-suara potongan. Bagas berjalan menaiki tangga yang agak gelap menuju kamarnya yang sendu. Saat ia berjalan dilihatnya sebuah gaun seperti melayang di balkon, ia memicingkan matanya lalu mendekat perlahan. Semakin lama bulu kuduknya bergidik, karena dari tempat gaun putih itu terdengar suara isak tangis.

"HAH!" Jerit Ratni. Ia kaget saat Bagas menghampiri dan menepuk pundaknya. Ternyata Bagas juga kaget setengah mati.

"Ternyata kau, eh, maaf Ibu..." Hampir saja jantungku berhenti.

"Maaf aku tid- tid-" Kata Ratni sambil mengelus dadanya.

"Sudah lah, biasanya saat aku pegang langsung menghilang, ternyata ini berdaging. Aku kira yang biasanya."

"Maksudmu?"

"Sudalah, di sini ada banyak yang seperti itu, maklum Bu, bangunan tua."

"Jangan menakutiku Nak." Kata Ratni panik.

Bagas hanya tertawa. "Iya Bu, benar, kau subuh begini sudah bangun. Apa kasurnya kurang nyenyak? Padahal itu dari bulu angsa."

"Bukan itu nak Bagas, Aku hanya tidak bisa membayangkan bagaimana bisa aku tidur dengan pria yang tidak aku cintai. Dengkurannya keras. Dan ak- ak-" Ratni mengusap air matanya.

Bagas baru menyadari ternyata Ibu tirinya sedari tadi sedang menangis. "Ternyata kau tidak mencintai ayahku. Benar saja."

"Aku tak tau harus bagaimana mengatakannya."

"Anakmu Wulan sangat akrab dengan Ibu tirinya. Ia seperti tidak ingin lepas darinya."

"Iya, Wulan banyak cerita tentang kakak Puspita dan dirimu kemarin sore."

"Jika ingin, jenguklah ibuku. Bicaralah padanya, mungkin ia sedikit bisa melegakan hati Ibu." Kata Bagas santai.

"Tapi apa ia menerima keadaanku? Sementara aku adalah istri kedua ayahmu?"

Bagas menghela napas. Awalnya ia hanya berpikir jika Ratni hanyalah wanita yang gila harta. Tetapi saat perbincangan singkat itu ia mendasarkan dirinya untuk lebih rendah hati. "Ibuku bukanlah orang yang seperti di pikiran Ibu sekarang. Ia adalah wanita yang sangat rendah hati, dan sangat amat lapang dada akan segala peristiwa, justru ia merasa kasihan padamu. Cobalah berbincang dengannya."

"Iya, terima kasih Bagas. Tapi aku tidak melihat Wulan di kamarnya. Dimana ia tidur?"

"Bersama Ibu tirinya, kemarin malam ia ceritakan dongeng panjang, lalu kutinggal ke pos ronda. Kalau mau carilah ia."

"Ah tidak..." Ratni menggeleng. "Aku tidak ingin mengganggu kakak Puspita. Ia butuh banyak istirahat bukan?"

"Iya, benar. Kamarnya ada di bawah, jika nanti ibu ingin mengunjunginya."

"Baiklah Bagas, terima kasih." Ratni melihat ke arah belakang Bagas. "Aku kemarin sempat melihat kamar itu." Ratni menunjuk kamar Bagas. "Banyak sekali buku di sana."

"Ah, iya itu kamar sekaligus ruang bacaku. Apa kau mau melihat-lihat?"

Ratni mengangguk pelan. Kemudian Mereka memasuki ruangan itu. Bagas menghidupkan lampu sentir di pojok ruangan lalu memberikannya pada ibu tirinya. Decak kagum Ratni melihat ruangan yang penuh buku. Ruangan yang lebih besar daripada perpustakaan sekolahnya dahulu. di sudut yang menyempil terdapat kelambu putih, Ratni menebak di sanalah tempat Bagas biasanya tidur.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang