18. Rahasia Kesuburan

3.8K 90 0
                                    

Di dalam dalam ruangan yang cukup lengang dan tertutup yang hanya diterangi lampu putih. Kuncoro memangku Ratni di atas sofa. Mereka berdua saling berhadap-hadapan. Masih dengan kemeja dan dasi, sedangkan Ratni menggenakan blus berkancing yang sudah terbuka beberapa kancing dan juga bra yang sudah terlepas namun masih menggantung. Kedua gunung kembar Ratni terbuka sempurna, tepat dimana sesekali Kuncoro mengulum ujung coklat tua gunung kembar itu seperti bayi yang kehausan.

Celana mereka seluruhnya terlepas. Pinggul Ratni meliuk-liuk pelan memainkan kejantanan Kuncoro dalam liang rahimnya. Meskipun merasa geli, Ratni tidak mau mengekspresikan rasa terangsangnya, ia menahannya karena sama sekali tidak sulit. Meskipun 'tegang' milik Kuncoro terasa lunak, terlebih kali ini suaminya menggunakan kondom. Ratni hanya menyamarkan rasa tidak sukanya dengan berpura-pura mendesah dan menggetarkan tubuhnya. Mengganggap seolah-olah suaminya adalah pria yang sangat perkasa. Karena dari rasa itulah Suaminya bisa mencapai puncak. Setelah sekitar 3 bulan bersama, Ratni sangat paham bagaimana cara memuaskan suaminya, dan ia sangat bersyukur ia belum berbadan dua.

Tidak lama, hanya 2 menit, Ratni berjibaku untuk mengeluarkan lahar kenikmatan Kuncoro. Saat keluar, Kucoro memeluk tubuh sintal Ratni dengan tubuh bergetar hebat. Kemudian ia bersandar di sofa dan Ratni bergegas mencabut kejantanan yang ia benci itu dari tubuhnya. Lalu melepas kondom khusus yang sudah berisikan air mani dan memeras air mani itu ke tabung kaca yang sudah diberikan dokter. Setelah selesai. Ratni membenarkan posisi bra-nya, mengancing bajunya lalu mengenakan celana dalam dan rok panjangnya dibenarkan.

"Ah, ternyata melelahkan juga. Entah mengapa aku merasa lebih tegang bercinta di sini." Kata Kuncoro dari sofa.

"Mungkin suasana baru, atau mungkin ruangan ini dingin Mas."

"Hmm... Berapa harga pendingin ruangan ini ya? Rumah kita belum ada pendingin seperti ini. Pasti listriknya besar." Kata Kuncoro. Ratni mengambilkan celana dan kancut Kuncoro. Kemudian ia memakainya. "Mengapa kau terburu-buru. Aku rindu padamu, sudah 2 hari kita tidak bercinta seperti ini."

"Hasil yang keluar lebih cepat lebih baik Mas." Kata Ratni sambil membenarkan bajunya.

"Ah sudalah percayakan saja pada dokter Bejo, ia dokter handal soal kesuburan."

Ratni hanya tersenyum. Setelah Kuncoro selesai, mereka keluar. Lalu menunggu Dokter. Tak lama kemudian Dokter memasuki ruangan prakteknya sambil tersenyum di wajah yang sangat ramah itu.

"Sudah Pak, Bu?"

"Ini sampel suami saya Dokter." Kata Ratni sambil menyerahkan botol tempat air mani Kuncoro.

"Baik, hasilnya bisa diambil besok ya. Setelah pemeriksaan tadi. Jika saya lihat dari kondisi fisik Ibu Ratni, kondisinya sangatlah prima. Tapi bukan berarti kita bicara bapak Kuncoro kurang sehat atau lemah ya, kita harus buktikan dulu dengan tes. Mungkin ada factor lain seperti kelelahan, ataupun penyakit yang kita belum ketahui. Dalam hubungan pasutri ini memang gampang-gampang sulit Pak. Kadang juga saya menemukan kasus dimana kedua pasangan subur dan kuat untuk melahirkan, tetapi mereka tidak dikaruniai anak, yah. Hanya Tuhan yang tahu, saya hanya bisa membantu."

"Baik pak Dokter, saya percaya pada keahlian anda. Jikalau ada hasilnya, nanti dokter pasti punya solusi."

"Tentu Pak Kuncoro, itulah tugas saya. Baik, silakan untuk ibu Ratni diminum vitaminnya, dan pak Kuncoro, kalau bisa... Kalau bisa kurangi merokok ya pak."

"Baik Dokter." Kata Kuncoro sambil tersenyum.

***

Matahari belum terbit dan bagas sudah bangun dari tidurnya, dihidupkannya sentir dan ia pun pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu Bagas pergi ke dapur, mempersiapkan jamu untuk ibunya. Air panas yang sudah diseduh diambilnya lalu bahan-bahan seperti Cengkeh, Jahe, Cabe Kuyang dan beberapa akar yang ia cari di hutan. Semuanya di tumbuk lalu dimasukkan ke dalam gelas besi. Saat Bagas menuang minuman itu Ratni datang, wajahnya masih kunyu dan rambut yang panjangnya melebihi pinggul itu hanya disisir asal-asalan. Tapi tetap saja, wanita itu masih terlihat aura kecantikannya.

"Pagi Ibu."

"EH!" Ratni kaget sambil mengelus dadanya. "Mengagetkan saja, tiba-tiba ada pria berbadan besar dihadapanku. Kau sedang apa?"

"Membuatkan Ibu jamu untuk mengurangi rasa sakit." Jawab Bagas santai. "Ibu mau buat kopi untuk Ayah?"

"Iya, ia sudah bangun, ia terlihat cemas dengan hasil dokter kemarin." Kata Ratni

"Hasil apa Bu?"

"Kemarin kami ke kota untuk mengecek kesuburan, Ayahmu ingin cepat-cepat punya anak dariku."

"Hmm... benar juga sudah dua bulan tapi belum ada tanda-tanda ibu mengandung." Kata Bagas. "Lalu Ibu apakah ada kendala dalam kehamilan?"

"Rahimku sehat, aku termasuk sangat subur. Ayah hanya takut ia yang kurang subur, mengingat kau hanya anak tunggal."

"Benar juga ya..." Bagas berfikir sejenak. "Hari ini aku juga hendak ke kota, esok lusa para pekerja golongan 1 menerima upah di Gudang barat."

"Oh ya? Berarti ada pegawai bank yang akan datang dan membawa uang kemari? Seperti bulan lalu?"

"Benar Bu, tapi aku harus tanda tangan terlebih dahulu, dulu Ibu yang tanda tangan."

"Ah, menyenangkan sekali bisa ke kota dan ke alun-alun. Kemarin aku sebenarnya ingin pergi ke sana dan melihat-lihat indahnya Kota."

"Wah padahal bisa saja Ibu jalan-jalan di sana. Apa ayah tidak mau?"

Ratni menggeleng, "Ayahmu kelewat cemas, dan ia tidak mau jalan-jalan. Lagipula aku tak suka berjalan dengannya. Aku malu bergandengan dengannya sebagai istri muda." Ratni mengambil air panas lalu menyeduh kopinya. "Bagaimana jika kita bertiga ke kota? Aku, kau dan Ayahmu, atau berempat dengan Wulandari, aku yakin kau pasti tau tempat makanan enak"

"Ide Bagus Bu, yah kita lihat saja nanti."

"Bagas..."

"Ya Bu..." Kata Bagas tiba-tiba berhenti saat ia hendak meninggalkan dapur.

"Tentang Tambak Tebu, bukankah kemarin kau sempat ke kota." Tanya Ratni.

"Rusmidi belum siap memberi kesaksian pada kita, ia masih diselidiki oleh kawanku Ridwan. Kemarin telegram terakhir mengatakan saat bulan purnama bulan Maret. Kita akan melakukan penggalian. Setelah tempat ditentukan baru kita bisa menanyakan Rusmidi tentang kejadian itu."

"Aku tak sabar menunggu hal itu terkuak, karena sudah dua bulan aku belum mendengar cerita baru darimu. Akupun enggan karena kau sedang sibuk panen tebu."

"Iya, maafkan aku Bu, bisa-bisa saking lamanya kau menunggu kau benar-benar mencintai ayahku." Kata Bagas diiringi tawa.

Sontak, sendoh teh yang digenggam Ratni langsung dilempar ke kekepala Bagas. Awalnya ia ingin marah, namun melihat Bagas tersenyum ia merasa pria itu mencandainya. Hanya cubitan-cubitan gemas yang mendarat di tubuh besar itu.

"Bu- Bu- Sudah bu. Aku hanya bercanda."

"Terlalu dirimu nak!" Kata Ratni gemas. Ia tidak bisa menahan senyumnya. Bercanda dengan Bagas membuat hatinya berseri-seri seperti remaja yang sedang jatuh cinta.

Karena tak tahan dengan perihnya Bagas meraih tangan Ratni kemudian karena tak bisa melawan lagi, Ratni menatap mata Bagas. Hatinya seperti meleleh melihat pria itu tersenyum. Wajah Ratni pun merona merah. Sejenak tatapan mereka, seperti magnet, mendekat pelan dan ada rasa yang seolah menyatu.

Bagas membungkukkan badannya, nafasnya berlalu sangat dekat di wajah Ratni, dan hal itu membuat darahnya berdesir pelan penuh kehangatan. Bagas membungkuk lalu mengambil sendok teh dan memberikannya ke Ratni. Diambilnya sendok Teh itu kemudian Ratni memandang ke belakang, ternyata Bi Imah sedang berdiri memandang mereka.

"Eh ada Bibi..." Kata Ratni.

"Tolong jangan katakan pada siapapun Bi." Kata Bagas.

"Demi Gusti Den, saya tidak melihat apapun... Silakan Den Bagas dan Nyai melanjutkan perbincangan." Kata Bi Imah sangat sopan. Dibalas dengan anggukan dari Bagas. Bagas meninggalkan Ratni di dapur. Ia pergi menuju kamar Puspita, dilihatnya Ibunya sedang tidur. Ia meletakkan ramuan itu di meja samping. Bagas menunduk dan mencium kening wanita yang ia kagumi itu, kemudian mengusap pelan rambutnya yang sudah mulai memutih. Nafas Ibu Bagas masih lancar, dilihatnya Wulandari yang tidur di samping Puspita dengan sangat nyenyak. Bagas tidak mau mengganggu lagi ia pergi ke ruang kerjanya dan membaca buku baru yang kemarin ia bawa dari kota.


Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang