29. Ajaran Ibu Tiri

4.1K 132 12
                                    


"Bu,"

"Iya nak."

"Aku merasa bersalah sudah melakukan banyak hal yang tidak senonoh padamu. Aku merasa bersalah pada Wulan." Kata Bagas sambil merendam tubuhnya. Jaraknya kira-kira satu meter dari Ibu tirinya. Kubangan itu terbentuk secara alami, banyak batu-batuan di bawahnya, dan airnya mengalir dari batu-batu kecil di samping. Saking jernihnya air dasar kubangan itu terlihat dengan jelas.

Ratni tertunduk, Memandang tubuh telanjangnya yang terendam air. "Sebenarnya akupun begitu. Tetapi jujur, Aku mempunyai hasrat. Aku seorang Janda, Dua tahun tidak ditiduri tapi kini ditiduri oleh orang yang sama sekali aku tidak bisa terima. Aku merasa jijik dengan diriku sendiri. Aku seorang Wanita, sama seperti laki-laki. Diam-diam aku pun menyimpan Hasrat dan nafsuku. Terlebih lagi saat ini, tubuhku diserahkan begitu saja pada ayahmu, dan ibuku sama sekali tidak merasa bersalah. Aku sangat kotor Bagas. Sekalian saja aku mengotori diriku denganmu. Lagipula kau akan melakukan apa padaku?"

Bagas menggeleng sambil tersenyum. "Bu, aku tidak menganggapmu begitu, dari semua yang kita jalani aku bahkan tidak paham bagaimana rasanya dirimu. Yang aku tau adalah hubungan yang setia. Aku akan dijodohkan dengan Anakmu, aku harus menjaga dirku untuknya."

"Kau benar-benar menginginkan anakku untuk menjadi istrimu kelak?"

"Iya Bu benar sekali. Selain karena itu adalah permintaan Ibuku, Aku juga tidak punya tujuan cinta apapun. Aku sangat payah dalam hal itu."

"Hmm... Padahal banyak sekali Gadis-gadis yang menginginkanmu. Termasuk wanita bersuami juga menginginkanmu."

"Maksud ibu?"

"Aku, wanita bersuami yang menginginkanmu."

Bagas tertawa. "Bagaimana bisa Ibu? Kau melihatku setiap hari di rumah. Lalu apa yang kau inginkan?"

"Kalau aku tidak menginginkanmu, bagaimana bisa aku telanjang seperti ini hadapanmu, dan menciummu kemarin malam. Jujur terlebih lagi saat naik motor bersama-sama ke Kota. Aku senang memelukmu. Sewaktu kau mengajakku di Gedung film, Aku merasa kita bukan anak dan Ibu, tapi lebih kepada seorang kekasih. Ah, kadang aku menjadi iri pada Wulan. Ia akan menikmati semua itu, ditambah lagi dengan hati besarmu itu. Kau pasti bisa menjadi suami yang sangat baik untuknya."

"Akan aku coba, karena aku tidak mau wanita tersakiti seperti ibuku, dan juga Ibu tiriku." Kata Bagas pelan. Kemudian Ratni langsung mendekat pada Bagas. Saking dekatnya nafas dari mulut mereka terasa.

"Bagas, hari-hariku sangat berat. Tidak ada pemuda disini yang setampan dirimu." Kata Ratni mengelus pipi Bagas. "Apa kau yakin tidak ingin melihatku menderita?"

"Bu..." Bagas kini agak takut, Ibunya mengelus dada Bagas. "Apakah ini tidak terlalu jauh?"

"Baiklah, apakah harus dekat seperti ini?" Kata Ranti seraya menempelkan gunung kembarnya pada dada Bagas.

"Bu-bu-bukan bu. Ak-aku..."

Belum selesai Bagas bicara, Ratni menaikkan Pahanya ke paha Bagas sehingga Bagas harus memangkunya sambil berhadap-hadapan. Di Bawah air Rajawali itu merasakan gesekan hutan lebat, satu titik kehangatan paling tinggi dari tubuh telanjang Ratni dan Bagas yang saling bersentuhan. Kedua Tangan Ratni naik ke pundak Bagas. "Apakah kurang dekat?"

Jantung Bagas berdebar mengalahkan suara air terjun dan suara aliran air yang deras itu. Tubuh putih Ibu tirinya ada di pangkuannya. Ia tidak tau apa yang harus dilakukan saat itu. "Maksudku, hubungan seperti ini... Aku tidak pernah-"

Pembicaraan Bagas terpotong oleh ciuman Ratni yang tiba-tiba mendarat di bibir pria itu. Bagas tidak mau menolak, dinikmati saja ciuman itu. Dirasakannya lidah-lidah mereka yang menari-nari. "Aku sudah merasakan nikmatnya bercinta, dan tubuhmu adalah pelarianku dari penderitaan ini. Tak taukah kau bahwa aku sering memimpikan saat ini? Kebetulan aku mengetahui tempat indah ini."

"Bu, bukan seperti itu." Bagas berfikir dan menarik nafas dalam-dalam. "Akupun menginginimu, terlebih saat sudah kulihat semua yang ada padamu."

"Berarti kita punya pikiran yang sama, maafkan Ibu Tirimu yang kotor ini Bagas."

"Kau tidak salah Bu, tapi aku yang merasa bersalah karena sudah melakukan hal ini."

"Aku akan mencoba untuk menjaga kesucianmu sebisaku. Tapi apa kau merasakannya?" Kata Ratni sambil menggoyangkan pinggulnya.

Bagas bergeming, sesekali menahan nafas. "Mmm... "

"Jauh lebih nikmat jika milikmu itu ada di-dalam, tapi, begini saja aku sudah tidak bisa tahan." Kata Ratni sambil menggigit bibir bawahnya. "Besarnya... Nak... Seandainya saja bi- bisa mas- masuk..."

"BU!" Bagas mengangkat tubuh Ratni karen merasa kepala Rajawali akan menerobos Hutan. "Tidak Bu, jangan..."

"Ahhh... Kau ini!" Kata Ratni manja.

Bagas memandang kedua gunung kembar Ratni yang putih dan mulus itu.

Ratni tersenyum. "Coba saja... " dicondongkannya ujung coklat itu pada bibir Bagas. Pria itu dengan canggung menyesapnya. "Anak Pintar... Minum susu yang banyak biar cepat besar." Kata Ratni sambil tertawa. "Tapi aku sangat ingin milikmu, biarkan Ibu turun nak."

"Tapi aku tidak mau masuk Bu."

Ratni mengangguk. "Aku Janji."

Bagas membiarkan Ratni turun dan melanjutkan perlakuannya. bibir mereka menyatu. Kali ini, ciuman itu tidak terasa sendu lagi, tetapi lebih pada pergumulan gairah yang mendorong hawa nafsu. Ratni begitu berani saat duduk di pangkuan Bagas dan berhadap-hadapan. Memeluk leher anak tirinya dan melumat bibirnya, lidah Ratni yang ganas menjamah bibir Bagas, membuat pria itu melakukan serangan balasan yang jauh lebih ganas. Wanita itu tidak menyangka kalau anak tirinya sangat cepat belajar, terlebih ia sudah dikunci oleh pelukan tangan Bagas yang menggenggam tubuhnya dengan sangat perkasa.

Pinggul Ratni dengan sendirinya meliuk-liuk, menggesekkan gerbang hutan lebat itu pada Rajawali Bagas terasa keras seperti kayu. Besarnya sang Rajawali dua kali milik Suwito, serta berkalilipat lebih perkasa dari milik Kuncoro. Apa yang ia cari ada di antara selangkangan Bagas. Semakin cepat pinggul Ratni bergerak, semakin hangat semakin panas, meskipun air dingin menrendam tubuh mereka.

Akhirnya, perlakuan penuh nafsu Bagas dan Ratni berhenti. Karena Bagas merasa ada yang menghangat. Ia juga takut pada saat merasakan tubuh Ibu tirinya mengejang hebat waktu dipeluk. Nafas Ratni cepat, desahannya begitu alami dan panjang, wajahnya merah seperti kepiting rebus.

"Tidak perlu masukpun kau sudah membuatku seperti ini." Sahut Ratni saat ia mengatur nafasnya yang tak beraturan.

"Apakah aku masih suci?"

Ratni menaikkan badannya lalu memandang Bagas. "Setengah kotor." Ratni tertawa genit.

Mereka terpaksa mengenakan baju dengan tubuh yang masih basah. Kemudian Bagas memandang Ibu tirinya yang masih mengancing bajunya satu-satu. Ia begitu cantik, apalagi saat tersenyum memandang Bagas. Ia tidak menyangka tubuh itu sudah dirasakan kehangatannya meskipun belum sampai pada keintiman. Bagas datang pada Ratni dan langsung mencium bibir wanita itu.

"Jika ayah tau ini..."

"kau akan sama nasibnya dengan Suwito."

"Dan jika itu terjadi?"

"Aku akan ikut bersamamu. Dan sekalipun ini salah." Ratni terdiam sejenak. "Aku mencintaimu."

"Akupun begitu, kalau begitu kita rahasiakan semua ini dari semua orang."

Ratni tersenyumsambil mengangguk. Wajah mereka berdua mendekat. Sore itu, akhirnya diakhiridengan ciuman dibawah air terjun.


Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang