43. Keluguan sebuah rasa

2K 100 21
                                    

Pagi menjelang, matahari menyinari bukit, cahayanya tembus diantara pohon-pohon yang rimbun. Bagas sduah siap akan pergi ke kota. Pergi ke Bank lalu menjemput Wulan, dilihatnya Ayah dengan pakaian dinas berwarna coklat memasuki mobil. Ia mencium kening Ratni, kemudian saat mobil berlalu Ratni tetap terdiam di posisinya dan memandang ke Bagas. Wajah cantik yang terterpa sinar matahari, dan helai rambut yang diselipkan ke belakang telinganya, ia tersenyum. Bagas membalas senyuman itu, ia masih tak menyangka itu adalah Ibu tirinya, yang ia peluk, cium dan tiduri, yang beberapa bulan lalu datang dalam keputusasaan dan kependihan hati yang sangat mendalam. Kini wajahnya segar dan merona berseri.

Perjalanan Bagas ke kota sangat baik, tempat yang dilaluinya terasa cepat. Ia menyelesaikan semua urusan tanahnya dan keuangan kebun dan pabrik. Setelah itu ia pergi ke sekolah Wulan. Dilihatnya anak-anak yang sedang ramai di situ. Semua anak di jemput. Kemudian Bagas memandang ke pagar depan dan melihat Wulan dan ketiga temannya sedang bercengkrama, Bagas melambaikan tangan pada Wulan. wajah Gadis itu merah, kemudian teman-temannya tersenyum dan bisik-bisik.

Bagas berngeming melihat Wulan, semakin lama ia menjadi semakin mirip Ratni, hanya saja yang membedakan adalah rambutnya yang bergelombang hingga pinggul, bentuk mata yang lebih bulat dan mungil. Semakin lama, kecantikannya meningkat, dan diprediksi melebihi kecantikan ibunya. Hanya perlu diberi waktu untuk bertumbuh. Pikiran Bagas mulai aneh, ia yang sudah tidak perjaka lagi berfikir hal-hal yang bejad. Namun, ia harus mengingat bahwa Wulan kelak akan menjadi miliknya, dan entah bagaimana nanti perasaan Ratni.

"Sudah, Sudah..." Sahut Wulan gemas saat teman-teman menggodanya.

"Wahhh... Benar katamu Wulan, tampan sekali pacarmu..." Sahut salah seorang dari mereka yang bertubuh kurus.

"Ah Kalian!" Kata Wulan malu-malu. "Siang Kak Bagas, perkenalkan ini Amanda, Listiana dan Dewi.

"Hai." Kata Bagas sambil menyalami mereka bertiga. "Maaf kalau Wulan sering merepotkan."

"Ah, tidak kak. Wulan anaknya sangat baik. Kami bertiga satu kamar." Kata Amanda yang terlihat cerewet.

"Iya, Senang bertemu dengan anda." Kata Dewi.

"Baik teman-teman sampai jumpa Minggu sore. Aku pulang dulu." Kata Wulan santai.

"Hati-hati di Jalan Wulan." Sahut mereka.

Bagas menyerahkan helm pada Wulan untuk dikenakan untunglah Wulan mengenakan celana panjang. Jadi ia cukup mudah untuk duduk di atas motor. "Wulan..."

"Iya Kak."

"Hari masih siang dan sepertinya kita ada cukup waktu untuk bekeliling kota sejenak. Apakah kau ma uke kebun binatang?"

"Wah, Boleh Kak, kebetulan aku belum pernah ke sana. Teman-temanku semua bercerita tentang kebun binatang yang baru buka itu."

"Baiklah kalau begitu. Mari kita pergi."

Mesin motor menderu kencang memecah ruang kota. Wulan dan Bagas menaiki motor itu dalam diam. Tak lama kemudian sampailah mereka di gerbang kebun binatang itu dan membayar tiket masuk untuk melihat-lihat satwa yang ada di dalamnya. Bagas membawa sebuah kamera berisi 24 film, ia memfoto Wulan dengan Gajah, zebra dan juga di Kawasan reptile. Di sana ada tukang foto polaroid yang sedang sibuk. Bagas dan Wulan mengabadikan momen mereka berdua di kebun binatang itu.

Sejenak mereka duduk. Beristirahat karena dahaga, mereka menikmati kola yang dingin dan segar di bangku dekat dengan pohon beringin yang teduh. Sembari mereka menikmati angin yang berdesir lembut. Bagas memandang keluarga-keluarga yang sedang duduk santai di taman rumput menikmati matahari sore.

"Wulan."

"Ya kakak..."

"Bagaimana hari-harimu di Asrama?"

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang