15. Suara Angin malam

2.1K 80 0
                                    


Motor Royal Endfield itu sudah memasuki Batas desa Lembayung, setelah melewati dua hektar sawah Baru motor itu memasuki batas Desa Tegalbiru, kemudian Bagas seharusnya berbelok ke utara ia malah ke barat. Melewati jalan tanah lalu ke rumah paling ujung. Beberapa orang menengok ke luar dan setelah melihat itu Bagas semua kembali ke dalam.

Bagas memarkir motornya di halaman rumah. Kemudian seorang pria paruh baya keluar sambil membawa sentir. "Den Bagas." Kata orang itu yang langsung mengenali tubuh tinggi tegap Bagas. "Gerangan apa Den Bagas kemari?"

"Bapak sedang apa?" tanya Bagas.

"Sedang makan Den."

"Sebaiknya kita bicara di dalam pak" Kata Bagas menengok kiri dan kanan.

"Ba, baik Den." Kata bapak itu sangat gugup. Saat Bagas masuk rumah beranyam bamboo itu dilihatnya Istri Pemilik rumah beserta 3 anaknya sedang makan. Hanya saja di dipan yang dipakai alas duduk sekaligus tempat makan hanya tersedia daun singkong dan sambal terasi.

"Bapak Makan?"

"Iya Den."

"Kenapa hanya Daun singkong rebus, garam dan terasi. Padahal saya juga lapar." Kata Bagas.

Bapak itu tertunduk. "Ampun Den, saya tidak punya apa-apa. Gerangan apa tiba-tiba Den Bagas ingin makan di rumah kami? Kami tidak memiliki apa-apa Den. Saya hanya menunggu upah bulan depan. Untuk membeli beras."

Bagas mengeluarkan dua lembar uang kertas. "Suruh istri pak Koko untuk membeli beras dengan Telur atau daging di tetangga, lalu buatkan saya telur goreng dan nasi putih, bukan nasi jagung."

"Bu, tolong minta beras pada tetangga, bilang Den Bagas ada di sini!"

"Baik Pak, Ayo Mardi ikut Ibu." Kata Ibu pada anak yang paling besar.

Setelah mereka pergi Bagas duduk dengan santai di sebelah anak pak Koko, ia mengambil kendi lalu menegak air dengan sangat banyak. Pak Koko dan anaknya sudah tidak heran dengan kelakuan Bagas, karena ia menganggap semua rumah warga adalah rumahnya. Pria itu tidak segan minta makan dirumah warga Tegalbiru, apalagi kalau ada sayur pare dan bunga papaya kesukaannya. Biasanya setelah makan rumah yang disinggahinya diberikan uang atau dikirimi hasil ladang untuk kebutuhan sehari-hari.

20 menit kemudian Istri ibu Koko membawa sebakul nasi, dan Ikan tawes goreng. "Ini pak, tadi saya ke pak Nur, dia malah memberi ini. Ia tau Mas Bagas di rumah, dan ini uangnya Mas, ia tak mau dibayar."

"Ya sudah di simpan saja, untuk Mardi beli sepatu."

Pak Koko langsung menggenggam tangan Bagas. "Mas jangan begitu kami-"

"Sudah! Kita makan dulu sambil berbincang, cepat, saya lapar." Bagas memang tidak peduli, ia benar-benar makan. Ia hanya menyantap nasi dan daun singkong dengan sambal terasi dan garam Agar keluarga pak Koko bisa makan lauk lebih banyak.

"Den, sebenarnya apa yang terjadi Den? Mengapa malam-malam kemari?"

"Saya dari kota pak, belum pulang ke rumah, karena sudah agak kenyang maka saya menjawab. Apa benar pak Koko berhutang pada Ayah saya?"

"Benar Den, kemarin Rusminah Demam berdarah, saya tidak punya pilihan. Biyaya rumah sakit begitu mahalnya."

"Lalu, kapan seharusnya jatuh tempo?"

"Seharusnya bulan depan Den, kami cicil dengan gaji kami. Tapi maaf, kemarin ditagih jauh lebih awal dengan bunganya karena Ayah Den Bagas akan menikah."

"Lalu kalian bayar semua dengan uang yang masih tersisa? Sampai tidak bisa membeli beras?"

"Benar Den."

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang