45. Diantara terang Damar

1.7K 75 11
                                    

"Apa kau yakin Bu?" Sahut Bagas yang sangat risau. Ia bingung dan linglung, di ruang baca itu setengah mati ia menahan dirinya untuk tidak mengamuk. Ia tau akibatnya hanya saja ia tidak menyangka akan secepat ini.

"Aku sangat yakin Bagas. Semenjak pulang dari rumah bukit, aku sama sekali tidak pernah melakukannya dengan bajingan itu. Terakhir yang kuingat ia tak sampai puncaknya. Sebelum ia pergi pun aku ingat betul mencabut miliknya dari diriku, sudah kucuci bersih. Saat ia datang pun sama, aku mencabutnya dan ia tak sadar. Selama aku menikah dengannya tidak satu kalipun bajingan itu menanam bibit kehidupan di rahimku. Ia mandul!"

Bagas bergeming, ia tertunduk di meja kedua tangan menopang tubuhnya. Dipejamkannya mata dan ia berfikir. Pundaknya menjadi sangat berat. Hatinya mulai pilu dalam kebimbangan.

"Kau ingat, jamu yang kau minum saat pertama kali kita bercinta? Aku memberimu jamu untuk stamina dan kesuburan. Saat di rumah bukit pun sama, Jamu yang kau minum adalah jamu kesuburan, begitu juga denganku, kau muda, tubuhmu pun sehat. Jauh dari rokok dan alcohol. Aku sangat yakin... Ini buah hati kita. Aku melakukan ini agar Bedebah itu tidak risau karena tidak punya keturunan. Kita rahasiakan ini Bagas."

"Baik, kita tidak akan memberi tahu ayah akan hal ini. Tapi Ibu, harus kita beri tahu. Apapun resikonya, kepahitan yang jujur jauh lebih baik dari pada kemanisan yang berpura-pura. Jika itu sudah terjadi, maka terjadilah." Bagas mengumpulkan tenaga lalu berdiri dan menghampiri Ratni.

Bagas berlutut, ia mencium lembut perut Ibu tirinya. Kemudian menyendengkan telinga kanannya di perut itu. "Aku akan mencintainya sebagai seorang ayah, tapi sebelum waktunya jangan pernah katakan ini pada siapapun. Termasuk pada Wulan."

Ratni menitikkan air mata. Ia merasa sangat hina, biar bagaimanapun janin yang dikandungnya adalah hasil kenikmatan dari calon suami anaknya. Hatinya tersayat dan akhirnya ia pun agak menyesal dengan keputusan yang ia buat. Ia ingin Bagas, dimilikinya sendiri, di sisi lain ia menyakiti anak yang ia sayangi. Diusapnya kepala Bagas yang masih menyendengkan telinga di perutnya.

"Aku mencintaimu, " Kata Bagas, kemudian ia mencium perut Ratni. "Dan sangat mencintaimu."

Ratni tak kuasa menahan haru. Ia tersenyum, diantara sedih dan bahagia. Ia pun tak menyangka dendam sudah membawanya jauh kedalam lingkaran cinta indah. Meskipun itu sebuah dosa besar.

***

Puspita memalingkan muka dari Ratni dan Bagas yang sore itu juga memberitahu dirinya tentang buah hati hubungan terlarang itu. Mata sayu itu menitikkan air mata kepedihan. Nafas yang pelan itu diusahakan agar teratur.

"Kurang Ajar kau Ratni, Kau rengut kesucian anak yang aku sayangi."

Tangis Ratni langsung meledak, ia meringkuk menggenggam tangan Puspita. "Aku bodoh, aku kotor, maafkan aku..." Kata Ratni sambil menangis.

"Kau juga Bagas! Moralmu ternyata sebejat ayahmu! Hanya binatang yang menghamili ibunya!"

Bagas menitikkan air mata, lalu memalingkan muka.

"Aku tak menyangka ternyata sejauh ini kalian tenggelam dalam dendam. Sudah kubilang, dendam itu adalah racun yang kau minum untuk dirimu dan kau berharap musuhmu yang mati keracunan. Lihatlah akibatnya!" Kata Puspita.

"Aku tau, kalian masih muda, kalian masih tertarik satu dengan yang lainnya. Aku hanya tidak menyangka menjadi seperti ini." Puspita menarik nafas. "Ah, tapi sudah terjadi. Terkadang kita harus berhati-hati akan apa yang kita minta. Hidupku tidak panjang lagi, tapi permintaanku setengah terkabul, meskipun sangat amat pahit. Ratni..."

Dengan tangisan Ratni mengangkat kepalanya dan berusaha memandang Puspita.

"Janin yang dikandung dalam dirimu, biar bagaimanapun itu, adalah cucuku juga. Ia adalah darah daging Bagas yang juga darah dagingku. Berikan nama anak itu Winata, yang berarti pengampunan. Kalau-kalau aku tidak bisa menggendongnya, setidaknya ada yang tersisa dari hatiku."

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang