27. Rumah Lama

2.2K 93 8
                                    

Kerinduan yang selalu membekas dalam hati, tidak pernah pudar dari suasana rumah lama. Hanya saja, kini rumah itu sudah banyak yang berubah. Temboknya permanen, ruang tamunya indah dan halamannya semakin asri. Berkat Kuncoro yang yang memperbaiki kehidupan keluarga Ratni yang dulunya sangat sederhana. Pagi itu Ratni baru bangun dari tidurnya, ia mencuci muka kemudian menyapu di teras lalu duduk termenung memandang bunga mawar yang ditanam di halaman rumahnya.

"Nduk... Pagi-pagi sudah bangun." Kata Ibu Ratni saat membawakan teh dan ketela goreng.

"Iya bu, saya tidak bisa tidur." Jawab Ratni.

"Ada apa to Nduk? Sampe pagi-pagi kamu suruh Bagas mengantar kerumah? Kamu bertengkar dengan Mas Kuncoro?"

"Bu..." Kata Ratni tercekat. "Saya sudah melihat Jenazah Ayah dan Suwito."

Ibu Ratni tertunduk diam dengan tenang. Napas pelan ditariknya dan dihembuskan lembut. Wajah keriputnya terlihat lelah dan rambut putihnya semakin mendominasi kepalanya. Bibir keriput itu dirapatkan lalu kepala tertunduk itu diangkat seperti mendapat kekuatan baru. "Jujur, selama hidup dengan Ayahmu, ibu tidak pernah merasa sesenang ini. Rumah bersih, pagi sudah bisa duduk tenang menikmati teh. Makan Nasi setiap hari, dan beraneka daging, bukan nasi jagung ikan teri lagi."

"Dulu sewaktu hidup dengan mendiang ayahmu, pagi bangun, dan langsung repot di dapur, sekarang sudah disewakan pembantu oleh Suamimu." Kata Ibu "Kesenangan Ibu dengan Ayahmu hanyalah saat kalian bertiga hidup bahagia, tapi tidak sedetik-pun Ibu memikirkan diri Ibu, dan pada masa tua ini. Ibu akhirnya bisa sedikit menikmatinya."

Ratni terbelalak dan seolah tidak percaya. "Ibu sama sekali tidak mencintai Ayah? Ibu tidak peduli akan kematiannya? Ibu Tau Kuncorolah penyebab semua ini. Ia hanya mengingini tubuhku. Ia membeli kita dengan rumah ini, dan segala yang kita punya saat ini."

"Tapi tidakkah kau lihat kehidupan kita sudah mulai membaik?"

Mata Ratni nanar dan meneteskan air mata. "Sungguh aku tak percaya apa yang ibu katakan."

"Ratni..." Kata Ibu tenang. "Tidak semua hal yang terjadi itu berakhir buruk. Dirimu sudah janda, dan dirimu masih muda, Wulan masih butuh sosok ayah. Kau dikaruniai kecantikan yang luar biasa. Jaman telah berubah, dan kecantikan itu bisa menjadi materi yang baik. Sekarang pun kau hidup di rumah besar nan mewah. Syukurilah itu."

"IBU TIDAK TAU RASANYA!"

"Ratni tenanglah... Baik, Ibu tidak akan membicarakan ini lagi. Tapi ibu harus jujur mengatakan bagaimana perasaan ibu. Melihat kau dan Wulan hidup seperti itu dulu, tinggal di tempat tidak layak. Lalu Wulan sakit-sakitan. Kakak-kakakmu pergi karena takut terlibat, lalu Suamimu datang dan dengan berbaik hati membiarkan ladang yang disita negara untuk kita Kelola bukankah itu hal yang baik? Jadilah istri yang baik untuknya."

"Aku tak percaya, ternyata ibu merelakanku karena hanya karena ini. Aku hanya ingin bahagia Bu, bukan harta kekayaan. Tapi apa yang aku dapatkan dari semua ini?"

"Bukan Ibu saja, kakakmu juga merasakan hal yang sama, Suamimu telah mencukupi kehidupan miskin mereka. Sudalah Nak, Ibu mau mendengar kabar yang ingin kau sampaikan."

Ratni menyeruput Teh itu, lalu pergi ke dalam kamar, "Nanti saja Bu, aku ingin tidur dulu, dan sepertinya kabar buruk itu sudah tidak penting lagi untukmu karena hidup Ibu sudah jauh lebih baik sekarang." kata Ratni sambil berlalu. Ratni masuk kamar dan langsung meringkuk di tempat tidur sambil menangis.

***

Mobil Toyota land Cruiser menusuri jalan Desa Lembayung, kemudian berbelok ke sebuah rumah yang asri. Kuncoro turun dari mobil yang tinggi itu diikuti dengan sopir dari kantor lurah. Ibu Ratni langsung menyambut sambil menyalami Menantunya.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang