54. Akhir kisah Rumah Bukit.

791 12 0
                                    


Saat menggendong Winata di teras, Ratni kembali terbayang oleh kehadiran anak ini. Entah ia sudah hadir saat di hotel kota atau saat ia dan Bagas bekerja keras di rumah bukit. Pagi itu ia menerima surat dari Bagas. Selama ini mereka berkomunikasi dengan telegram atau surat, menanyakan kabar Ayah atau kabar rumah. Namun, surat pagi ini lain daripada yang lain. Karena dalam surat itu akhirnya Ratni bisa mengakhirinya cintanya yang hanya sebuah kepura-puraan semu Pada Kuncoro.

Ia cukup lelah mengurus Suaminya yang tidak ia cintai itu. Ia berpura-pura mengurus semua kebutuhannya dan dibantu oleh beberapa asisten rumah tangga. Ratni sudah berpesan pada mereka, suatu saat Suaminya akan diurus oleh mereka dengan bayaran lebih pada para pegawai itu. Beberapa ada yang mau. Namun, mereka belum tau kapan waktunya akan tiba.

Kuncoro sudah duduk di atas kursi roda. Ratni memandangnya dengan senyuman. Bukan dengan kebahagiaan tetapi senyuman separuh kemenangan atas apa yang ia lakukan selama ini. Ratni duduk di sebelah Suaminya dan mengelus pundaknya.

"Maaf ya tadi tidak bisa memandikanmu Mas.. Winata rewel terus."

"Tidak apa Sayangku, siang malam kau mengurus kami berdua. Aku sangat paham kau lelah." Kata Kuncoro.

"Tapi Mas, tadi aku lihat, milikmu masih bisa berdiri, dan aku sudah bisa kau tiduri seperti dulu."

"Iya, memang, aku hanya tidak merasakan lututku bagian bawah. Mungkin sekarang kau bisa di atasku. Maafkan aku yang sudah tidak bisa memuaskanmu lagi."

"Tidak apa-apa Mas. Lagipula, itu sudah tidak jadi masalah, yang penting kita nanti bisa bercinta."

"Wah, ternyata kau tidak sabar juga ya."

"Sudah tentu Kakanda..." Kata Ratni. "Kalau aku boleh tanya, seberapa besar cintamu padaku?"

"Tidak ada yang lebih dari pada apapun di dunia ini. Kaulah satu-satunya yang aku sangat cintai." Kata Kuncoro pelan.

"Tapi Mas, kalau seandainya, kalau seandainya aku disentuh lelaki lain. Apakah kau cemburu?"

"Siapa lelaki yang berani menyentuhmu selain aku. Hah? Biar aku bunuh dirinya. Apapun aku lakukan untuk melindungimu. Meskipun keadaanku seperti ini." Kata Kuncoro.

"Tidak ada Mas, kan hanya seandainya." Ratni tertawa.

"Tidak ada yang boleh menyentuh wanitaku, siapapun itu orangnya."

"Iya, aku juga begitu, aku pasti akan jaga diri untuk Mas seorang. Bagaimana kalau kita kerumah bukit esok sore. Winata bisa aku titipkan pada ibu Tarni, ia pengasuh yang baik, ia juga sedang menyusui anaknya."

"Ah, gagasan yang bagus. Di rumah itu aku bisa menghirup udara segar perhutanan. Di rumah itu kenangan kita sangat banyak. Tidak rugi aku membuat tempat itu sebagai peristirahatan kita."

"Iya, aku akan katakan bu Lasih untuk membersihkannya sekarang. Biar nanti pak Jum yang mengantar kita. Naik mobil, agar bisa kau letakkan kursi rodamu. Tidak masalah kan?"

"Iya tentu bisa, ia biasa membawa mobil untuk menjual semua hasil kebun."

"Yah, Baiklah aku akan bersiap-siap. Mungkin satu hari cukup, besok kita pulang. Kanrena aku tidak bisa meninggalkan Winata lama-lama." Kata Ratni.

"Baiklah canttiku. Apapun yang kau inginkan."

"Aku akan membawa Winata ke kamar dulu ya."

"Baiklah."

***

Sore yang indah itu terjadilah seperti yang mereka rencanakan. Ratni sangat yakin akan surat yang dikirimkan Bagas. Akhirnya perjuangannya bisa diakhiri hari ini. Dendam yang bertumpuk itu bisa ia lampiaskan hari ini. Diakhiri dengan sangat indah. Rencana Bagas adalah rencana yang sangat baik yang ia lakukan.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang