38. Rumah bukit yang menjadi saksi

3.3K 100 14
                                    

Sesampainya di rumah siang itu Ratni turun dari mobil dengan pelan. Saat berjalan ia tidak bisa menahan pinggulnya yang masih ngilu. Bagas sudah menyuruh Pak Wo untuk mencarikan Mbok Nik tukang pijat yang paling terkenal di desa Tegalbiru untuk mengurut ibu tirinya. Sejak dari hotel dan masuk ke mobil Ratni merasa pinggulnya cukup nyeri, untunglah saat mandi bersama Bagas di hotel pagi itu, Bagas mengurut sedikit pinggul ibu tirinya untuk meringankan sedikit rasa nyerinya.

"Ibu kenapa Den Bagas? Kok jalannya kayak gini?" Tanya Mumun saat menuntun Ratni.

"Kelamaan salah tidur Bi, mungkin tidak biasa tidur di hotel."

"Wah biasanya kalau salah tidur yang sakit leher." Kata Mumun.

"Iya Bi, ini kemarin saat tidur, saya berguling ke samping jadinya kecelik pinggang saya. Saya mau istirahat dulu. Tolong tunggu Mbok Nik Bi."

"Iya, biar saya saja yang menuntun Ibu." Kata Bagas.

Setelah menaiki tangga, Mumun turun lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan teh. "Menyesal aku mengajarimu permainan ranjang." Kata Ratni pada Bagas.

"Maaf, aku tak tau kalau senikmat itu. Untung ayah pergi, kalau ia tau istri mudanya yang sangat dicintainya ditiduri oleh anaknya, bisa dibunuhnya diriku." Kata Bagas sambil mendudukkan Ibu tirinya di kasur. Kemudian ia mengambil kursi dan duduk di samping ranjang yang besar itu.

"Tak akan kubiarkan ia membunuhmu Bagas. Sebaiknya kita cepat bertindak sebelum bajingan itu menghabisimu. Tapi ada yang mengganjal di hatiku Bagas, maaf kalau ibumu ini lancang. Ini soal warisan."

Bagas bergeming.

"Jika seluruh harta ini menjadi milikmu, lalu Kakak ku tersayang Puspita yang juga Ibu kandung yang sangat kau cintai berpulang. Apakah kau akan menelantarkan Ayahmu, dan hidupku dengannya? Ataukah harus kuceraikan ia?"

Bagas tersenyum

"Jangan khawatir Bu, kau tau diriku, dan kita sudah seranjang. Aku mencintaimu, dan anakmu Wulan. Tidaklah mungkin aku melakukan itu padamu. Tenanglah Bu. Sementara ini, mari kita nikmati kenikmatan membalas dendam. Sekarang istirahatlah, aku tau kau sangat lelah. Maafkan aku yang terburu nafsu."

"Tidak apa-apa anakku, kelelahan ini terbayar oleh kenikmatan. Pergilah melihat Kakak, aku ingin berbaring sejenak." Kata Ratni.

Bagas mengangguk kemudian beranjak dari kursinya, tepat saat itu Mumun datang membawa teh, Jamu dan kue untuk Ratni. Aroma Teh dan jamu pegal linu itu langsung semerbak memenuhi ruangan. Sambil menikmati teh, menyeruputnya pelan-pelan, dan berfikir agar hidupnya terjamin dinaungi oleh harta kekayaan Bagas. Karena ia masih takut, jika seorang sudah gelap akan harta, apapun bisa dilakukan, mengusirnya adalah hal yang mudah. Ratni tersenyum dan mengangguk, ia sudah mengetahui rencana apa yang harus dipersiapkannya agar hidupnya terjamin.

"Mun..."

"Iya Bu." Kata Mumun patuh.

"Tolong katakan pada Pak Trik atau pak Budi agar pergi ke rumah bukit. Katakan pada Bu Lasih agar menyiapkan rumah bukit dan bawalah delapan kemben ke sana. Besok sore saya akan menginap di sana selama tiga hari. Siapkan juga bahan makanan yang siap disajikan, aku ingin memasak di sana."

"Baik Bu, akan saya kerjakan." Kata Mumun tanpa pertanyaan apapun.

Ratni tersenyum dan sangat puas, karena rencana ini sudah sesuai dengan isi kepalanya.

***

Suara deru motor royal enfield memecah keheningan hutan, jalan kecil yang dilalui motor itu tiba-tiba riuh. Rerumputan liar sudah tumbuh beberapa di sana nyaris menutupi jalan. Untunglah tanah yang agak keras dan rata masih bersahabat untuk dilalui oleh motor besar itu. Bagas dan Ratni menusuri jalan itu menuju sebuah rumah di bukit yang biasa digunakan untuk tempat peristirahatan khusus untuk keluarga Bagas.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang