42. Jam 3 pagi

2.6K 101 14
                                    

Puspita, seorang ibu teladan desa Tegalbiru. Ia sudah dianggap Ibu bagi seluruh warga desa. Bahkan Desa tentangga pun segan mendengar namanya dan hormat saat titahnya turun. Beberapa orang menyatakan bahwa ia adalah wanita berhati malaikat. Kini, di sisa-sia ajalnya doa-doanya selalu terpenuhi, kehadiran Wulan menghibur hatinya karena ia selalu ingin punya anak perempuan. Ia ingin mengepang rambutnya, membubuhi wajah anaknya dengan bedak dan gincu, dan mendongengi tetang seorang putri saat ia akan tidur. Namun, meskipun itu tidak begitu terwujud tapi dengan kehadiran Wulan ia bisa menganggap hal itu sepenuhnya sudah terlaksana.

Bagas, Anak semata wayang Puspita, tumbuh besar sesuai harapannya. Menghormati dirinya dan memeliharanya dengan sangat baik. Meskipun ia gagal membuat anaknya sukses menjadi abdi Negara, ia tetap bangga karena anak itu bisa menurunkan semua kebaikan dari dirinya. Ia tidak ingin pria sebaik itu jatuh ke tangan wanita sembarangan. Maka dipilihlah Wulan sebagai calon istrinya, ia sangat mengerti permintaannya tidak dapat ditolak oleh siapapun karena karma baik terlalu banyak tersimpan pada dirinya. Puspita menangis, ia tidak bisa menggendong cucu. Ia sudah mengutuk suaminya agar tidak bisa punya keturunan lagi dengannya dan itu terjadi pada Ratni.

Permintaan itu hanya bisa dikabulkan oleh sebuah keajaiban, Puspita hanya ingin menggendong anak kecil sebelum ia meninggal. Terlebih keinginan itu diperkuat saat ia bermimpi Bagas menggendong Bayi mungil yang lucu. Puspita, akhirnya bagun dari mimpi indah itu, meneteskan air mata dan tersenyum puas. Kemudian dipandangnya Bagas yang sore itu tertidur di meja tempat dimana wulan bisasa belajar, setelah membaca buku.

***

"Aku merasa aneh Ratni, saat berada di Ibu Kota." Kata Kuncoro dari samping kasur.

"Merasa aneh bagaimana Mas?" Kata Ratni yang masih terbaring malas.

"Entah mengapa di kota aku merasa sangat segar, dan aku rindu saat pulang ini aku bisa bercinta denganmu seperti kemarin saat aku pulang dari Ibu Kota. Tetapi saat aku merasakannya sepertinya tidak sedalam dulu. Ah, aku sulit menjelaskannya. Di rumah ini aku sering merasa lemas." Kata Kuncoro.

Ingin rasanya tertawa tetapi Ratni menahannya, jelas saja, ia sudah merasakan keperkasaan milik Bagas, milik Kuncoro jadi terasa lemah dan seperti ampas, apalagi ditambah pil tidur, dan peningkat tensi. Ratni beranjak dan memeluk Suaminya. "Mungkin Mas lelah, di Ibu kota suasananya baru. Mas jadi bersemangat. Saat pulang yah... Mas jadi lelah, usia tidak bisa berbohong, aku yakin Mas akan kembali kuat beberapa hari setelah istirahat. Mungkin kita libur dulu untuk bercinta. Agar tambah rindu dan geloranya bangkit lagi. Bagaimana?"

"Mari kita coba Ratni. Akupun merasa begitu, kemarin saat aku pulang terasa sangat mudah memasuki milikmu."

"Atau mungkin aku hamil? Karena kalau Mas ingat sebelum Mas pergi kita sempat..."

Kuncoro langsung terbelalak. "Benarkah?"

Ratni dengan wajah manja mengangguk. "Aku merasa ada yang aneh, coba kita cek bulan depan agar lebih pasti. Karena sudah berlalu hampir 10 hari."

"Wah kalau itu terjadi, betapa bahagianya diriku. Akhirnya aku punya anak darimu."

"Iya, semoga Mas, saat kau pergi entah mengapa diriku merindukanmu." Kata Ratni. "Mungkin yang merindukanmu, diriku dan sesuatu di dalam sini. Jadi rasa itu sangat kuat."

"AH! Bisa Jadi. Wah kalau ini aku jadi bersemangat!" Ia langsung melumat bibir Ratni, menggerayangi tubuhnya, dan memeras gunung kembarnya.

"Mas... nanti saja ya... Tunggu dulu, takutnya kalau janinnya jadi lalu kita bercinta, nanti malah tidak jadi. Ingat aku pernah keguguran 2 kali."

"Baik-baik- aku pasti bisa menahannya, tapi bisakah kau gunakan tanganmu untuk..."

Ratni tersenyum, ia langsung berbaring, melayani burung pipit itu dengan tangannya sambil menciumi Suaminya. Paling tidak ia selamat dari perlakuan menjijikan itu. Tidak butuh waktu lama hanya 3 menit ia sudah melihat santan yang encer itu yang muncrat hanya seperti tetes-tetesan air. Sangat berbeda dari milik Bagas yang mengucurnya sangat deras, banyak, sangat kental dan lengket. Terbayang akan hal Itu Ratni tidak bisa tahan lagi. Dilihatnya sang suami yang matanya sudah sayup-sayup mengantuk. Kemudian Ratni pergi ke kamar mandi untuk membilas wajah dan tangannya, saat ia keluar, Bajingan itu sudah tertidur pulas. Ratni keluar kamar lalu berjalan menusuri selasar. Ia begitu bersemangat sambil membawa damar dan langsung membuka pintu tanpa mengetuk.

Bagas cukup kaget karena kedatangan Ibu tirinya malam itu, saat Ia sedang membaca buku. Ratni meletakkan damar, mengunci pintu lalu membuka seluruh pakaiannya sampai ia telanjang bulat. Bagas tersenyum lalu melakukan hal yang sama. Ia datang pada Ratni, menggedong tubuh itu sambil berciuman penuh nafsu dan melebur nafsu di ranjang.

***

Sudah beberapa minggu berlalu semenjak kisah terlarang Bagas dan Ratni berlalu di rumah bukit itu. Bagas justru semakin rindu akan tubuh ibu tirinya, begitupun sebaliknya. Mereka cukup teratur bersetubuh secara sembunyi-sembunyi.

Hari Jumat subuh, Bagas terbangun dari tidurnya jam 3 pagi, tak lama setelah itu alarm pun berdering. Dimatikannya alarm itu lalu dibangunkannya Ratni yang tertidur pulas di sebelahnya. Dengan wajah kunyu dan rambut berantakan Ratni menanggapi permintaan Bagas. Baju daster tidur diambilnya dari kursi oleh Bagas sementara Ratni mengenakan celana dalam yang ia letakkan di sebelah kasurnya. Bagas membatu memakaikan daster itu lalu mencium lembut bibir Ratni, sementara itu ia mengenakan celana.

"Hari ini Wulan pulang, kau bisa jemput ia ke kota. Sudah hampir dua bulan ia di sana. Aku rindu padanya."

"Baik, sekalian aku ke kantor polisi bertemu Ridwan, hendak mengambil cicin Merah Delima, barang itu sudah bisa diambil lagi."

Ratni tertunduk. Apa yang ia rasakan dulu memang sangat pahit, cincin itu adalah benda berharga baginya menyimpan kenangan kebahagiaan. "Jujur, sebenarnya aku tidak memikirkan itu lagi. Kebahagianku tergantikan olehmu Bagas. Kau memberiku cinta dan kepuasan yang tidak bisa aku rasakan dulu. Memang jika hidup harus seperti ini, aku tidak masalah merasa kehilangan itu semua."

"Baik, tapi aku akan tetap mengambilnya." Bagas mengenakan celana dan sweater.

"Kau hendak kemana?"

"Aku ingin ke pos ronda, ingin mencari angin segar, siapa tau aku bisa tidur di sana. Apa nanti Ibu tidak ikut menjemput Wulan ke kota?"

"Kau saja yang jemput, ajak dia naik motor besarmu." Kata Ratni sambil menghidupkan Damar.

"Baiklah kalau begitu." Kata Bagas. "Ngomong-ngomong masalah perbuatan kita, ternyata Ibu benar. Pak Budi dan pak Trik sudah tau. Jadi tidak ada masalah apapun."

Ratni tersenyum. Lalu beranjak dari kasur. Kemudian mendekat ke Bagas. "Aku bilang juga apa. Mungkin semua pegawai sudah tau. Aku kembali dulu." Ratni mencium lembut bibir Bagas. Ia masih agak lelah karena bersetubuh dengan Bagas.

Bagas dan Ratni keluar kamar. Ratni berjalan ke kamarnya dan menemui suaminya yang masih tertidur pulas seperti kerbau. Sedangkan Bagas tertangkap basah oleh Pak Trik yang sedang berpatroli keliling rumah. Bagas hanya tersenyum, dan Pak Trik hanya mengacungkan jempolnya.

"Aman Den... "

"Masih ada kopi?" Tanya Bagas.

"Masih den di pos, ayo kita ngobrol-ngobrol di sana. Pak Budi sedang mengecek Gudang bawah."

Sambil menunggu pagidatang, Bagas berbincang dengan mereka. Kemudian pak Budi nyeletuk bertanyasering melihat Ibu jalan jam 3 pagi di lorong. Bagas menjelaskan kalau merekahanya ngobrol. Pak Budi dan Pak Trik pun hanya mengangguk-angguk, padahal merekamengerti apa yang dilakukan dua anak muda itu.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang