21. Pemuda Desa Lembayung

2.6K 76 14
                                    

Malam itu bulan mati, langit gelap dengan awan yang tidak menurunkan hujan, tak setitik bintangpun menampakkan dirinya. Alang-alang bergemerisik, angin bertiup melintasi bukit, menderikkan ranting-ranting pohon beserta daun-daunnya yang lebat. Burung hantu dan decit deru bunyi kelelawar memenuhi nuansa suram malam itu.

Tiga orang berjalan beriringan, tangan terikat, mata tertutup, mulut disumpal kain goni, mereka bertiga menahan dinginnya malam karena tak berbusana, hanya kancut yang melindungi tubuh mereka. Perlahan namun pasti mereka mendekati ladang tebu yang terletak di pinggir tambak lele.

"Kuncoro, kau sudah gila, aku tidak menemukan kesalahan apapun pada pria-pria malang ini." Kata pria satu pada Kuncoro. Ia memakai topeng ninja, dan hanya mata yang tampak.

Dengan santainya kuncoro berjalan sambil menghisap rokoknya. "Kesalahan mereka adalah satu, jalur tanah mereka dekat dengan irigasi yang bisa mengaliri 1 hektar sawahku. Dua, salah satu dari pria ini yang bernama Suwito punya istri yang cantik jelita, dan aku ingin sekali menidurinya, Tiga, mereka itu miskin tapi sangat congkak karena tidak mau menjual tanahnya padaku. Pancinganku berhasil agar ia ikut acara kampanye itu. Aku hanya minta 8 orang ini, tidak lebih dari itu. Ratusan yang lainnya bebas kan? Mereka itu hanya orang-orang bodoh. Jadi manfaatkan saja."

"Kau gila, lanjutkan saja proyek Dam yang ada di ujung desamu, jika itu terwujud bukan saja sawahmu, tapi irigasi 4 desa menjadi lancar." Kata pria dua pada Kuncoro. Ia juga menggunakan topeng ninja.

"Kau tak tau kehidupanku, pembangunan Dam itu akan merugikanku karena aku harus memberikan 12 are dari tanahku. Mungkin lebih, bayangkan kalau itu ditanam Vanili."

"Ya ampun, 12 are? Demi berhektar-hektar kehidupan masyarakat 4 Desa? Lagi pula sekarang tanah itu jadi sarang ular, istrimu sudah menandatangani persetujuan untuk pembangunan Dam. Maka dari itu ia sampai sekarang tanah itu kosong kan?" Kata pria tiga pada Kuncoro. Ia sama seperti dua pria sebelumnya, mengenakan topeng ninja. Ia yang menggiring tiga orang pria yang tangannya terikat.

"Itu kosong karena aku belum mengolahnya, tau apa istriku, sudah bodoh sakit-sakitan. Tidak bisa memuaskan berahi sungguh tak berguna. 12 Are itu kalau ditanami vanili, untung besar aku. Dan tentu saja, aku akan menikahi Ratni yang sebentar lagi akan menjadi janda kembang. Pasti tubuh molek itu sangat nikmat jika ditiduri. Heh, kau yang mengambil perawannya. Sungguh beruntung kau ya!" Kata Kuncoro sambil memukul kepala Suwito yang hanya dibalas dengan lenguhan amarah dari balik kain penutup kepala.

"Bukankah kau sudah memiliki kebun kopi, pala, tebu, bumbu dapur dan peternakan madu? Apalagi yang kurang dari dirimu?" kata pria Satu.

"Itu yang kurang, Jalur irigasi, Wanita untuk ditiduri, dan juga mengajarkan pada pria-pria congkak ini bahwa mereka bukan apa-apa. Rusmidi, tolong bawa sini korekku."

"Baik Tuan." Kata Rusmidi sambil memberikan koreknya.

"Bukannya kau sering meniduri wanita? Bahkan beberapa ada yang kau jual ke kota, demi keuntungan pribadimu." Sahut pria dua.

"Mereka butuh uang kawan. Apa yang mau mereka harapkan dari hidup mereka yang miskin itu? Lagi pula kau tak melihat istri Suwito? Cantiknya bagai rembulan. Tubuh sintal dan wajah ayu, dimana lagi bisa dapat bunga desa secantik itu? Sayang Wulan anaknya masih terlalu kecil. Padahal kalau besar ia pasti secantik ibunya." Kuncoro tertawa. "Sudalah, jangan terlalu sentimental, anggap saja ini bagian dari korban perang. Mumpung situasi kacau, manfaatkanlah. Itulah pemenang."

Setelah beberapa lama berjalan mereka sampai pada tujuan. Di tempat itu Rusmidi langsung mengambil sekop lalu menggali dibantu pria dua dan tiga. Pelan-pelan suara sekop itu menbawa sebuah kengerian bagi tiga orang yang akan menemui ajal. Seokan demi seokan terasa seperti detik-detik kedatangan malaikat pencabut nyawa. Terlebih semilir angin yang derunya lembut diantara tebu, mereka seolah-olah membisikkan doa-doa pengantar kematian.

Suwito mengambil cincin merah delimanya kemudian menggenggamnya erat. Terbayang wajah Ratni istrinya yang cantik saat membelikannya di alun-alun. Terbayang anak semata wayangnya Wulandari, dimana Suwito begitu bahagia menimang-nimang anak kecil itu. Suwito menangis sangat keras, sampai-sampai tangis mertuanya disamping tidak terdengar olehnya.

"Diberikan waktu untuk berdoa," Kata pria satu. Kemudian mereka diam sejenak. "Kalian adalah anggota partai terlarang yang ingin memecah belah bangsa Indonesia. Kalian adalah penghianat dan musuh bangsa. Bersekongkol untuk menjatuhkan Pancasila, maka dengan ini kalian harus menemui ajal atas perintah dari pimpinan. Bersiaplah!" Pria satu menodongkan Revolver berkaliber .45mm.

Pria satu tangannya bergetar, air matanya mengalir dibalik topengnya. Ia membayangkan salah seorang yang akan dieksekusinya. Saat dijemput dilihatnya wanita cantik bernama Ratni menggendong Wulan yang menangis. Ini adalah seorang Ayah, ini adalah seorang yang dimanfaatkan ditengah kacaunya situasi saat itu, Ia sering membunuh mereka yang benar-benar pengkhianat negri, hatinya pun bergelora saat bisa membela Pancasila. Namun, pria-pria ini berbeda, hati kecil mengatakan mereka sama sekali bukan penkhianat.

Namun apa daya tugas adalah tugas dimana ia harus memfasilitasi seorang pahlawan sekalipun sebedebah Kuncoro yang jasanya hanya menyembunyikan penkhianat negara lalu memberitahu terang-terangan pada militer otak penkhianat negara itu. Karena orang yang ia sembunyikan itu adalah salah satu tokoh penting penggerak pemberontakan. Maka Kuncoro mendapat gelar jasa, lalu siapapun yang ditunjuk olehnya berhak dibunuh hanya karena sentimental pribadinya.

Sepi dan sendu suasana, malam itu, tangan pria Satu bergetar hebat. Meskipun ia sudah terbiasa membunuh. Tapi tidak kali ini.

"Hei! Tinggal Tarik pelatuknya apa susahnya?" Kata Kuncoro tidak sabar.

Pria satu menyerahkan Revolver itu pada Kuncoro. "Coba!" Hening sejenak. "Tidak susah kan? COBAAA!!!"

Kuncoro terhentak. "Beraninya kau melawan orang yang sudah berjasa pada negri?"

"Aku setia pada Pancasila, Aku tidak bodoh, aku pun menusuri rekam jejak mereka, aku tidak mau setia pada orang sepertimu, aku masih manusia!"

"Terlalu sentimental, kalian berdua, kalian juga sudah mengeksekusi banyak orang. Tidak adakah salah satu dari kalian yang bisa mengeksekusi mereka?"

Dua orang itu terdiam.

"Tidak susah kan Pak Kuncoro. Silakan..." Pria satu memberikan Revolvernya. "aku tidak mau menanggung dosa orang-orang ini, mereka tidak tau apa-apa."

"HALAH! Dasar pengecut!" Kuncoro mengambil Revolver itu, tangannya juga bergetar sangat hebat. "me-mena-rik pel-lat tuk apa su-sssahnya!?" Kata Kuncoro dengan sangat gugup.

"Silakan. Demi Tuhan yang hidup, dosa kalian tidak kutanggung. Berbahagialah di alam sana, maafkan aku sahabat-sahabatku. Para ayah, para Pemuda Desa Lembayung." Kata Pria satu kemudian ia berbalik badan. "Lakukan Kuncoro, Mudah kan?"

Pria dua dan tiga melangkah mundur lalu membalikkan badan menyarungkan pistolnya lalu mengadah kelangit dan berdoa.

"Bedebah! Tugas begini saja kau tak bisa, akan kulaporkan pada atasanmu."

"Tidak masalah, yang penting nuraniku masih ada. Lagipula kau tidak tau siapa atasan kami. Kami bergerak secara rahasia." Kata Pria tiga.

"Persetan Nurani!"

"Tarik pelatuknya Kuncoro, Mudah kan!?" Kata pria satu. "Buktikan kata-katamu."

Dengan tangan yang sangat amat bergetar. Tak lama kemudian.

DOR!

DOR!

DOR!

Suara nyaring tembakan memecah udara, entah mengenai bagian mana dari korbanya. Mereka bertiga tersungkur dan masuk ke lubang kubur. Tangan Kuncoro bergetar, lututnya mulai lemas. Ia menyerahkan Revolver itu pada pria Satu.

"Sudah ku- ku- bilang, ssssangat Mud-ah." Kata Kuncoro.

Suwito hanyamemandang langit, ia masih bernafas, punggungnya terasa panas, dan ia mulailemas. Nafasnya masih lancar dan badannya masih sedikit sanggup meronta,digenggamnya cincin merah delima pemberian Ratni di tangannya kuat-kuat. Sambilmerasakan tanah yang menutupi tubuhnya, perlahan demi perlahan menutupikepalanya lalu gelap, sesak dan sakit. Pelan-pelan nafas itu habis dibawahtanah kubur.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang