24. Rencana Anak Tiri

2.8K 95 6
                                    

Menjelang sore, Bagas duduk di undakan teras, dipandangnya pohon yang tertembus cahaya matahari. Daun-daun kering berguguran, gemeresik ranting bersautan, angin hangat mulai bertiup, suara burung bersaut-sautan. Bagas termenung, dan masih berkecamuk dengan hatinya yang barusan dihantam oleh kenyataan indah namun menakutkan. Itu ibu tirinya, ia anak tirinya, terjebak dalam satu ruang nafsu. Bagas masih membayangkan tubuh telanjang Ratni yang mengejang hebat dan 'terkencing-kencing' sambil mendesah panjang.

"Bagas..." Sahut Ratni lembut. "Ini aku buatkan kopi jahe, agar tubuhmu hangat, kau naik motor dan turun bukit. Minumlah agar kau tidak masuk angin."

"terima kasih Ibu." Kata Bagas sambil mengambil kopi itu, meniup lalu menyeruput pelan. "Wah, kau pandai membuat wedang, aku suka tidak terlalu manis."

Ratni tersenyum sangat manis. Kemudian ia duduk di sebelah kiri Bagas. "Rumah ini sangat indah dan damai, rumah besarmu membuatku takut. Apa mungkin dari dulu aku terbiasa tinggal di rumah kecil"

"Mungkin juga Bu."

"Sayang sekali kenangan di rumah ini buruk, tapi, tadi kau sudah memperbaikinya. Maafkan aku anakku, aku tau hasratku cukup tinggi padamu. Tapi akan aku usahakan hanya menyimpannya di dalam pikiran. Karena perlakuan itu menjadi penawar hati. Tapi... Itu yang terbesar yang kulihat. Seram juga membayangkan saat malam pertama Wulan nanti, hi, hi..." Ratni tertawa genit.

"Ah!" Bagas tertawa, Ia menyeruput lagi kopinya lebih banyak, kemudian meletakkannya di lantai kayu samping kanannya, ia mencoba menenangkan tangannya yang bergetar. "Aku sendiri cukup terkejut saat Ibu telanjang di hadapanku."

"Kenapa?" Goda Ratni. Ia menyandarkan tubuhnya pada lengan Bagas.

"Yah, tidak menyangka saja, Ibu melakukannya sejauh itu."

"Bagas... " Ratni bersandar pada pundak Bagas, tangan kokoh Bagas dipeluk erat. "Jika aku adalah perawan, apakah kau mau menikah denganku?"

"Ibu, kau adalah wanita penyabar. Aku -pun suka dengan dirimu. Tentu saja aku akan mencintai dan menikahi Ibu. Tapi itu bukan keadaannya, kan?" Tanya Bagas.

"Aku tau, ijinkan sebentar saja aku bersandar. Hangat sekali rasa ini. Aku hampir lupa bagaimana sentuhan pria yang sangat kudambakan. Maafkan aku nak, ijinkan sebentar saja ibumu yang malang ini merasakan sedikit kehangatan."

"Silakan Bu. Maafkan aku juga yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk melepaskanmu dari Ayahku."

"Jangan bicarakan itu, biarlah waktu ini, sejenak untuk kita. Meski hanya sejenak."

"Jangan sungkan Bu. Silakan"

Ratni menghela nafas panjang, hatinya menjadi sangat tenang. Kehangatan Bagas membuatnya merasa sangat damai, diantara daun-daun gugur sore itu. Bagas dan Ratni sejenak larut dalam suasana sendu sore itu.

***

Puspita terbangun saat ia melihat Ratni datang membawakannya bubur dengan senyuman manis. "Sudah pulang rupanya, aku khawatir jika terlalu lama kau dirumah bukit, Suamiku akan main perempuan lagi."

"Ah, kakak bisa saja. Aku pergi hanya 3 hari. Maafkan aku kak. Aku hanya butuh menenangkan diri." Kata Ratni. Kemudian duduk disamping Puspita lalu meniup bubur hangat itu.

"Apakah Bagas sudah selesai dengan kasus kematian suamimu?"

Ratni tertegun lalu tersenyum "Belum kak."

"Aku sudah menyerahkan semua hubunganku dengan Kuncoro pada yang maha Kuasa. Sebagai istri aku sudah mendeklarasikan untuk lepas tangan dari segala dosanya. Akupun tidak mau membela pembunuh. Maaf Ratni, kami semua membuat hidupmu menderita." Kata Puspita tulus.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang