20. Rasa yang Tabu

3.2K 94 5
                                    

Royal Enfield yang sudah bersih pagi itu dituntun Bagas keluar garasi. Ia sudah siap dengan jaket kulit coklat kemeja putih dan celana jeans, sepatu kulit hitamnya pun klimis Tas kulit berisi buku dan dokumen sudah digantung di bahunya. Bagas tertegun sejenak melihat Ratni.

Dengan Jaket Jeans belel, Celana Jeans agak ketat dan baju kaos bermotif Bunga warna- warn serta tas selempang dari kulit. Hanya bedak dan Gincu yang meriasi wajah ibu Tirinya itu. Rambut panjang hitam lurus yang biasanya terurai, kini terkepang dengan sangat rapi. Bagas pun geleng-geleng.

"Kenapa?"

"Aku biasa melihatmu menggunakan kebaya atau gaun, kini kau menggunakan itu."

"Ini milik kak Puspita, aku sudah menunjukkannya tadi. Katanya cocok denganku, lihat... " Ratni berputar. "Aku sudah mirip anak Kota kan?"

Bagas tertawa. "Ya ampun Bu..."

"Kenapa?"

"Kalau saja kau satu sekolah denganku, mungkin aku akan memacarimu."

Wajah Ratni langsung merah. "Benarkah?"

"Iya, aku serius. Tapi kenyataannya kau Ibuku. Ayo, tidak keberatan kan naik motor?"

"Sudah lama aku ingin mencobanya."

"Baik, Naiklah!" Kata Bagas sambil mengambil helm pilot.

Nafas Ratni seolah berhenti sejenak. Bagas terlalu dekat dan memakaikannya kacamata motor, lalu helm pilot. Kemudian Bagas tersenyum lalu mengenakan Kacamata motor hitam lalu helm tentara hijau. Bagas naik lalu menghidupkan motornya, disusul oleh Ratni yang agak sulit mencari pijakan kaki.

Saat mereka sudah di motor, Bagas menoleh ke belakang. "Perjalanan kita jauh, apa Ibu siap?"

"Mari kita lihat, semoga menyenangkan, ini kali pertama aku menaiki motor besar, hati-hati ya nak"

"Siap Bu." Motor di Gas, suaranya meraung memecah hening pagi, sampai-sampai burung beterbangan dari pohon cemara. Kemudian Motor melaju pelan menuruni bukit.

Ratni menikmati suasana pagi itu. Bagas berjalan dengan santai melewati jalan besar nan lengang. Di samping mereka terbentang berhektar-hektar sawah. Dari balik kursi kemudi, Ratni menghirup dalam-dalam wangi tubuh Bagas. Wangi tubuh yang lembut memasuki ruang dadanya. Dalam pikiran Ratni betapa gagahnya pria yang dihadapannya ini. Tangan yang berusaha ia tahan, akhirnya menjalar ke perut, saking menggodanya aroma dan tubuh itu, terlebih untuk wanita yang pernah merasakan bercinta, kedua tangan Ratni lepas kendali, tangan kiri memegang dada pria itu, tangan kanannya masih diperut rata Bagas.

"Bu... Ada apa?" Kata Bagas.

"ti-tidak nak! Ibu takut jatuh. Tidak apa ya, maaf nak."

"Baiklah... Kalau lelah kita bisa istirahat sejenak, di depan sana ada es degan yang segar." Kata Bagas memelankan motornya. Sebenarnya ia agak risih, tapi ia harus berkonsentrasi untuk berkendara.

"Tidak usah nak, terus saja. Sampai dokter. Ibu tidak lelah, hanya takut jatuh." Kata Ratni yang beralasan agar bisa memeluk tubuh kokoh anak tirinya.

Meskipun suara deru begitu keras, dan getaran motor kencang. Ratni justru ingin berlama-lama di atas motor. Hidungnya masih menempel di jaket kulit Bagas, sebanyak mungkin menghirup aroma tubuh pria itu.

Pemandangan kota yang asing tidak lebih indah dari perlakuannya pada Bagas. Sampai tak terasa motor pun sudah berhenti. Sesampainya di Dokter, Bagas melihat lagi alamat yang dituliskan Ayahnya. "Benar di sini bu?"

"Iya benar nak. ini adalah klinik Dokter Bejo." Kata Ratni,

"Bu..."

"ya..."

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang