Jalan pagi biasa Bagas lakukan untuk menghilangkan penat dan mengembalikan kesadaran. Apalagi setelah berdiskusi cukup berat dengan ibu tirinya. Cepat-cepat Bagas keluar kamar setelah ia memeluk Ibu tirinya untuk menenangkannya. Mengambil air dari kendi lalu meninggalkannya sendiri untuk membaca buku di ruangan Bagas.
Turun dari Bukit Gedang, Dilihatnya penduduk Desa di Tegalbiru sudah mulai beraktifitas. Suara ayam berkokok dan burung-burung bersaut-sautan tiada henti, mengiringi pagi cerah yang ditemani cahaya matahari hangat. Bagas merenggangkan otot gaya Militer, pagi ini ia tidak melakukan sprint karena merasa belum cukup tidur dan ia harus ke kota jika siang tiba.
"Selamat Pagi Den!" Sapa seorang dari belakang Den Bagas.
"Pak WO! Pagi sekali pak?"
"Iya Den, saya sekarang jadwalnya pagi-pagi, mau mengarungi cengkeh."
"Sebelum itu saya bisa minta tolong?"
Sikap tegap ala tentara langsung dipraktekkan. "Perintah den Bagas adalah titah suci untuk saya." Kata Pak Wo sambil menghormat. Bagas langsung tertawa, terlebih lagi melihat gigi Pak Wo yang sudah offside dari bibirnya.
"Tolong apa? Kan saya belum bilang."
"Apapun Den yang saya bisa lakukan."
"Ya sudah, sekarang kerumah lalu lap motor saya ya, nanti agak siang saya mau pergi ke kota."
"Laksanakan." Kata Pak Wo dan ia langsung berlalu.
Bagas tersenyum melihat tingkah laku Pak Wo. Sikap baik para pegawainya tercermin dari bagaimana ia memperlakukan mereka. Jika Ayahnya yang memerintah mereka semua merasa enggan, Namun, Jika Bagas yang meminta tanpa tuntutan mereka semua sangat amat tulus melaksanakannya.
"Si Jago menang pak!?" Teriak Bagas dari pagar rumah seorang yang sedang mengelus ayamnya.
"Menang bagaimana Den? Pakannya untuk bertarung saja sekarang saya tidak bisa beli." Kata Bapak itu sambil duduk di emperan rumah. "Mau kemana pagi-pagi Den?"
"Jalan-jalan Pak, biasa mencari udara segar. Padi aman pak?"
"Aman Den, kemarin sempat terserang hama tikus, tapi akhirnya sudah berkurang. Tapi hati-hati ya Den kalau main ke sawah, kemarin Dul sudah mencarikan ular di hutan."
"Oh, Dul si pawang ular itu?" Kata Bagas santai.
"Pak! Ini pisaunya lepas. Pa... " Kata Seorang Gadis yang berkulit hitam namun berwajah sangat manis. Kebanyakan Gadis-gadis di kampung jika melihat Bagas seperti langsung tersihir.
"Sebentar Menik bapak bicara dengan Den Bagas. Bawakan pisang!"
"Eh, Eh... Iy, iya pak... " Menik kembali ke dalam rumah dan ia menabrak tiang teras karena pandangannya susah teralih dari Bagas.
"Tidak usah repot pak."
"Untuk Nyi Londo Den. Sakitnya kenapa tidak sembuh-sembuh Den?"
"Namanya kangker pak, memang tidak bisa sembuh."
"Sejak beberapa tahun Nyi Londo sakit, kita banyak mengalami nasib sial Den. Dulu waktu Nyi Londo sehat, semua orang di sini senang Den."
"Nasib Pak. Saya pun tidak mau Ibu sakit pak. Syukuri pak segala keadaan, yang penting Sehat."
"Benar Den, Benar sekali."
Sejenak mereka mengobrol, ada beberapa Warga Desa juga yang menghampiri Bagas yang murah senyum itu. Setelah mendapat pisang satu sisir, ada seorang warga memberikan jagung rebus yang diparut dan ditaburi kelapa dan gula merah dibungkus oleh daun Jati. Bagas adalah representasi ibunya bagi warga Desa. Setelah berbincang Bagas kembali kerumah. Ia memberikan Pisang itu pada pembantunya agar disajikan untuk Ibu. Kemudian Bagas melihat Wulandari keluar dari kamar Ibu dengan berwajah kunyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)
RomanceStory selesai ditayangkan di : https://karyakarsa.com/mrsundaynight/dendam-anak-tiri Harga Full Story Rp.21.900 #3 drama (20-Jul-22) Tragedi selalu menyisakan dendam. Karma selalu memainkan perannya di sela-sela waktu yang indah. Ia datang, ia per...