14. Senja di Batas Kota

2K 78 4
                                    

Terik siang sudah mulai memudar, untunglah awan tipis yang tertiup angin menaungi cahaya sang surya nan agung, sehingga teriknya bisa menjinak. Jalan menjadi sendu dan agak lengang, kendaraan mulai berkurang. Dalam kesenduan itu Bagas yang berkacamata hitam dan ber-helm tentara itu menggeber motornya melewati jalan yang dipinggirnya ditumbuhi ilalang. Bagas membeli kue serabi gula merah siang itu, kemudian ia mampir ke sebuah warung yang cukup besar dan menjual Coklat Van Houten atau yang biasa disebut coklat belanda. Bagas membeli tiga batang, dua dibungkus oleh kertas coklat, satu ditaruh di kantong.

Setelah semuanya selesai Bagas menuju sebuah perumahan yang ada di pinggir kota dekat sungai besar. Kemudian ia berhenti di sebuah rumah yang sederhana dan dipenuhi oleh tumbuhan dalam berbagai pot. Motor dimatikan, ia turun, lalu mengetuk gerbang.

Tak lama kemudian, seorang gadis berambut bergelombang yang berkilau keluar. Gadis berwajah tirus, berkulit sawo matang dan mata yang sangat berbinar. Ia melihat Bagas dan langsung menutup mulutnya seolah tidak percaya apa yang dilihatnya. "Bagasss... ".

"Maaf tidak berkabar dengan surat lebih dahulu. Kebetulan ada urusan di kota jadi aku mampir."

"Kemarilah Bagas... Mari duduk di teras dan berbincang. Kau pasti lelah setelah perjalanan sangat jauh."

"Terima kasih, oh, aku ada sedikit buah tangan untukmu." Bagas memberi Coklat dan Serabi.

"Wah, merepotkan saja. Terima kasih banyak. Tunggu ya, aku ambilkan air." Kata Gadis itu.

"Baik." Bagas memasuki rumah itu lalu duduk di kursi kayu teras sambil menikmati tumbuhan-tumbuhan di pot yang indah dan terawat.

"Nak Bagas..." Ada suara berat memanggil.

Bagas beralih lalu memandang seorang paruh baya yang duduk di sampingnya. Kumisnya tebal kepalanya sudah gundul, hanya ada sisa helai-helai rambutnya yang menutupi kepala. Bapak bertubuh kurus itu dengan tenang dan santai mengambil rokok lalu menyulutunya. "Sepertinya kau tak merokok."

Bagas menggeleng. "Tidak pak, karena Ibu saya sakit, dan saya sering merawatnya jadi saya putuskan untuk tidak merokok. Lagipula saya pernah baca kalau itu kurang baik untuk Kesehatan."

"Nikmat begini kurang baik apanya." Bapak itu terkekeh. "Baik nak. Apa maksud kedatangan Ananda Bagas kemari?"

"Maaf pak, saya Ingin bertemu Karmila pak."

Bapak itu menyesap rokoknya dengan khidmat. "Bukan maksud hati mengecewakan atau menghakimi. Ananda Bagas, ijinkan saya menyampaikan sesuatu, dan mohon maaf jika itu nanti menyingguh hati. Lama kau tak terlihat, kini kau kembali dengan tiba-tiba. Mari kita bicara secara laki-laki."

"Baik pak" Kata Bagas santai.

"Sudah berapa lama kau mencintai Karmila?"

"Sejak saya lulus sekolah tinggi pak. Kami satu Asrama, dan dia adalah adik kelas saya."

"Hmm... baiklah, saya paham. Hanya saja, Hubungan kalian sudah sangat amat lama."

"Benar pak, sudah sekitar 7 tahun." Kata Bagas santai.

"Aku dengar, ibumu masih sakit dan ayahmu menikah lagi."

"Kabar itu benar adanya." Sahut Bagas.

Bapak itu menghisap rokoknya dengan sangat khidmat. "Karmila akan pergi ke Ibukota, ia akan bekerja di sebuah perusahaan Logistik yang mengurusi tentang transportasi. Ia diploma 2, sambil bekerja ia bisa berkuliah agar mendapat gelar Drs. Karena sulit mendapatkan itu. Dari itu saya kira nak Bagas paham arah perbincangan kita."

"Saya sangat paham. Karena dari dulu hubungan kami seperti terhalang akan sesuatu. Tetapi Saya tetap pertahankan karena saya tidak ingin mengecewakan anak Anda. Kira-kira apa yang bisa saya bantu untuk itu?"

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang