Pukul 03.00, Bagas pulang ke rumah di bukit Gedang, ia berjalan kaki sejauh 3 km dari rumah pak Sawo. Dikawal oleh delapan orang pemuda Desa Tegalbiru yang semua bekerja di pabrik. Bagas mengisyaratkan mereka agar pulang setelah sampai di Bukit Gedang. Dengan patuh mereka pulang, setelah Bagas memasuki rumah diantarkan oleh pak Budi dan pak Tri. Kemudian Bagas menuju kamarnya menghidupkan lampu sentir di semua lini, mengambil tas dan mengepak beberapa baju. Semuanya dilakukan dengan sangat cepat. Ia memandang cermin melihat luka-lukanya di wajah. Tidak ada yang robek, hanya banyak memar. Setelah semua siap, ia pergi mematikan lampu sentir dan pergi menuju kamar Mendiang Ibunya.
Bagas mengetuk pintu, kemudian Ratni membukanya, Ia langsung menutup mulutnya, perasaannya membuncah dan pikirannya langsung kalut. Seolah tak percaya apa yang dilihat ia menangis. Bagas memasuki kamar itu untuk melihat anaknya. Kemudian saat ia menutup pintu, Ratni langsung berhambur memeluknya.
"Tiga hari kau hilang tanpa jejak. Kau membuatku sangat khawatir." Kata Ratni sambil terisak.
"Bu, untunglah aku selamat."
"Maafkan aku nak. Aku terlambat memberitahumu, ayahmu beserta beberapa preman berkumpul di rumah saat kau bekerja."
"Iya, Ayah hendak menghabisiku. Tapi untunglah Warga desa dengan sigap membantu."
"AKu rindu padamu..." Sahut Ratni mengeratkan pelukannya. "Rindu, sangat-sangat rindu nak..."
"Aku juga merindukanmu Bu, juga Winata. Anak kita." Kata Bagas sambil mengeratkan pelukan.
Ratni melepas pelukannya kemudian mengusap air matanya. "Ia baru saja tidur, tadi ia rewel minta susu." Dipegangnya tangan Bagas lalu dituntunnya ke kasur tempat dimana Winata tidur. "Lihat, bibir mata dan pipinya mirip sepertimu. Semakin lama kulihat semakin aku membayangkanmu."
Bagas tersenyum memandang anak itu. "Yah, aku merasakannya juga, rambutnya lurus mirip rambut Ibu." Kata Bagas. Kemudian dipandangnya Ratni yang berwajah kunyu karena kelelahan, serta rambutnya yang berantakan. Ia masih terlihat cantik saat lampu sentir menyinari wajahnya. Bagas menggengam pipi bulat Ratni yang putih itu. Kemudian ia mendaratkan bibirnya di bibir ibu tirinya.
Ciuman penuh kerinduan itu terbalaskan. Ratni memeluk lalu mendekat. Bagas memangku Ibu tirinya dengan mudah. Malam yang sendu itu mereka melepas rindu dengan ciuman terlama yang pernah mereka lakukan. Kemudian Ratni melepas ciuman itu karena posisinya yang lebih memungkinkan. "Aku benar-benar merindukan ini, dan saat kita bekerja keras membuat Winata."
"Akupun begitu, tapi aku tau, kau masih tidak boleh bersetubuh karena nanti akan pendaharan. Tidak apa-apa. Menyentuhmu saja bagiku sudah lebih dari segalanya, dan juga, Wulan sudah tau akan hubungan kita."
Ratni menghela nafasnya. Kemudian memeluk Bagas lebih erat. "Aku tau ini berat, tapi jika kalian menikah nanti, aku harus meninggalkan kalian. Aku hanyalah duri dalam daging, hina dan nista. Mungkin aku akan menitipkan buah hati kita. Aku paham semua sudah terjadi, dan bertambah rumit."
"Apa kau sanggup meninggalkan ku?"
"Jangan pikirkan itu, mana mungkin aku sanggup. Apa kau sanggup?" Tanya Ratni pada Bagas.
"Akupun tak sanggup." Kata Bagas pelan. "Aku mencintaimu, dan aku pun mencintai anakmu Wulan, namun ku sadar. Aku tidak boleh mencintai dua wanita."
"Pria sejati harus mencintai semua Wanita di dunia ini. Karena mereka adalah adikmu, kakakmu dan bahkan ibumu. Namun, ia hanya bisa memilih satu wanita untuk dicintai sebagai istrinya. Karena cinta untuk istri berbeda dengan cinta untuk, adik, kakak dan Ibu. Aku sangat rela jika anakku Wulan bersanding denganmu karena kau sangat pantas. Maka dari itu biarkan nanti pada saatnya aku akan pergi dari kehidupan kalian. Meskipun aku tak sanggup."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)
RomanceStory selesai ditayangkan di : https://karyakarsa.com/mrsundaynight/dendam-anak-tiri Harga Full Story Rp.21.900 #3 drama (20-Jul-22) Tragedi selalu menyisakan dendam. Karma selalu memainkan perannya di sela-sela waktu yang indah. Ia datang, ia per...