39. Nikmatnya tersiksa

3.9K 126 25
                                    

Bagas baru menghidupkan beberapa petromak, di ruang depan di kamar dan di tempat makan. Ruangan sudah cukup terang dan sendu. Ratni membawa gudangan dan dendeng sapi goreng, serta sepiring nasi. Bagas yang melihat hidangan yang menggoda itu langsung duduk di meja lesehan tempat mereka akan makan. Pemandangan jadi lebih menggoda hal yang lain saat ia melihat ibu tirinya hanya menggunakan kemben untuk melindungi tubuhnya. Ia sibuk mengelap peluh dan menyiapkan makan.

Ratni mengambil kendi berisi air ia membasuh tangan Bagas yang bekas minyak kemudian diusap dengan sabut kelapa. Kemudian Bagas membasuh lengan Ibunya. "Piringnya hanya satu Bu?" Kata Bagas saat memandang meja dimana terdapat piring tembikar yang dilapisi daun pisang.

"Apa kau tidak pernah mendengar sepiring berdua?" Kata Ratni, ia menyiapkan makanan dengan tangannya. Mengambil sayuran dan meletakkannya di piring. Kemudian ia mengambil nasi dan sayuran itu lalu menyuapi Bagas.

"Wah, ternyata kau sangat pandai memasak. Aku sangat suka kecambah, hanya dengan sambal saja rasanya enak." Kata Bagas.

"Aku sudah tidak pernah memasak lagi semenjak di rumah. Maka dari itu aku cukup senang di sini bisa memasak lagi. Kau suka sayur urab buatanku?" Kata Ratni sambil makan.

"Enak Bu. Tidak kalah dari buatan Nenek, para wanita desa Lembayung pandai mengolah sayuran."

"Karena itulah yang banyak di desa kami anakku." Kata Ratni menyuapi Bagas lagi.

"Kemarilah." Kata Bagas, Ia mengambil piring lalu mengarahkan Ratni dalam pangkuannya. "Sekarang giliran anak yang menyuapi Ibunya."

"Ah, bisa saja. Anak tidak akan memeluk ibunya semesra ini. Tapi tidak apa-apa, aku menikmatinya." Jawab Ratni. Bagas mengambil nasi dan sayur serta dendeng sapi dalam satu suapan dan menyuapi ibu tirinya. Sesaat mereka tertawa, karena perlakuan mesra itu tidak terbayangkan, hanya saling menyuapkan makanan.

"Bagas, untuk beberapa hari kedepan, aku hanya ingin ada kita. Tidak ada Almarhum Suwito, Ayahmu, Ibumu dan Wulan."

Bagas mengangguk seraya menggigit dendeng, Ratni pun menyambar itu di bibir Bagas, merasakan rasa Dendeng yang manis ditambah rasa bibir Anak tirinya yang agak asin.

***

Ratni menyeruput wedang jahe yang menghangatkan badan. Memadang malam yang diterangi dengan bulan purnama yang bulat sempurna. Perut sudah kenyang dan Bagas bersikeras untuk mencuci perabotan padahal Ratni sudah menawarkan dirinya. Tubuhnya agak dingin diterpa angin malam, mengingat di teras ia duduk di tangga depan hanya dengan menggunakan kemben tipis.

Bagas datang membawa kain lain kemudian ia duduk di samping Ibu tirinya. "Wah bulannya indah Bu. Beruntung kita menikmatinya di rumah bukit yang sendu ini."

"Apa kau sudah meminum jamu yang kubuatkan itu?"

"Sudah Bu rasanya aneh, mirip seperti jamu yang aku minum di kota. Hanya saja ada rasa lain yang lebih pahit dari akar-akaran."

"Bagus! Aku akan marah jika kau tak meminumnya."

"Itu jamu apa Bu, dan aku lihat Ibu juga meminum Jamu."

"Akan kuberitahu setelah tiga hari kedepan. Minumlah wedang jahemu, itu akan menetralkan lidahmu dari rasa jamu itu." Kata Ratni, ia menggigil karena tubuhnya terterpa angin.

Bagas kemudian berpindah posisi dan duduk di belakang Ratni lalu membungkus badan mereka dengan kain. "Kau sangat aneh Bu, membuat peraturan hanya menggunakan kemben 3 hari kedepan. Lihat tubuhmu kedinginan kan?"

"Akhirnya kau paham juga, Ibumu ini sedang membutuhkan kehangatan Anakku." Kata Ratni dalam pelukan Bagas.

"Ah, tubuhmu dingin." Bagas merangkulkan tangannya di perut Ratni. Ia menghirup aroma tubuh itu dalam-dalam. Teringatlah ia saat di Kota. Inilah wanita yang ia tiduri. Semakin penasaran akan hasratnya. Bagas meremas gunung kembar dari balik kain itu.

Ratni membiarkan perlakuan nakal anak tirinya. Ia pun sudah merasakan nafas Bagas di lehernya. Ratni mundur sedikit dan dirasakannya keperkasaan keras itu di bokongnya yang terlapisi kain. "Bagas, tubuhmu hangat. Mari di dinginkan di pancoran."

Bagas menghentikan perlakuannya dan berdiri menuju pancoran. Ratni mengambil beberapa damar untuk penerangan seadanya di kamar itu. Kemudian ia mengunci pintu depan. Bagas sudah menunggu di Pancoran. Kemudian Ratni datang ke arahnya dan melepas kemben Bagas yang mengikat di pinggang pria itu. Setelah itu Bagas melepas kemben Ratni.

Menikmati air dari gunung yang mengalir. Dibawah bulan purnama, dua tubuh telanjang yang dilanda asmara itu bertautan, lidah saling menyambut. Dingin yang menjalar dikalahkan oleh nafsu buas Bagas dan Ratni.

Bagas mengusap tubuh Ratni dengan lembut. Diambilnya sabun lalu dibersihkan tengkuk hingga punggung putih wanita itu, digosok pelan dan sesekali diurut. Kemudian turun ke pinggul dan kedua bokong bulat diremasnya. Dari belakang Bagas, mengusap-usap perut Ratni, kemudian menuju dada lalu membershikan payudara Ibu tirinya, tangan Bagas tidak habis menggenggam gunung kembar itu. Ratni yang merasakan tubuh hangat dan basah itu menoleh kebelakang dan disambutlah bibirnya dengan ciuman hangat. Sambil menikmati tangan Bagas yang turun membersihkan hutan lebat Wanita itu.

Aorma sabun melati semerbak. Ratni mengusap seluruh tubuh Bagas dengan tangan putih mungilnya. Dada bidang, leher, perut rata Bagas dan punggungnya. Jemari Ratni yang jail itu menyelip di dua telur milik Pria itu, menggenggamnya dengan gemas kemudian satu tangannya lagi mengenggam sang Rajawali yang perkasa dan keras seperti kayu itu.

Tubuh dibasuh air segar, busa sabun pun luntur perlahan. Kemudian kedua tubuh basah itu saling mendekap dibawah terang sinar bulan purnama yang memantulkan licinnya kulit, dan cahaya damar yang menerangi ruang lepas itu. Angin dingin datang menerpa tubuh mereka, namun, kehangatan pelukan dapat menangkalnya. Bagas memandang wajah Ratni, dalam tatapan mata mereka ada rasa dan hati yang bersatu.

Tangan Ratni menggenggam pipi Bagas. "Kenangan indah di rumah ini akhirnya terbentuk. Aku ingat betul, saat awal di rumah ini, aku jijik dengan tubuhku sendiri, rasanya seperti bermandikan lumpur kenajisan. Tapi kini kau membawa kenangan baru."

"Semoga kenangan ini bisa bertahan selamanya Bu. Aku tidak peduli siapapun yang menikmati tubuhmu, yang jelas malam ini aku menginginkanmu lebih dari apapun. Aku mencintaimu..."

"Aku juga mencintaimu anakku." Kata Ratni. Lalu perkataan itu disambut dengan ciuman mesra dari Bagas.

Ratni memandang mata Bagas, ia turun sambil menjulurkan lidahnya melewati tubuh Bagas. Dari dada, perut, sampai ia berlutut mengenggam burung Rajawali yang besar itu. Perlahan tapi pasti, lidah Ratni menjilati keperkasaan yang keras itu, lalu dimasukkannya kedalam mulutnya, hanya seperempat tetapi sudah sampai kerongkongan.

Maju mundur Ratni menggerakkan kepalanya, memainkan sang rajawali milik Bagas dengan mulutnya. Dengan kegelian yang sangat Bagas menahan erangannya sambil mengelus kepala Ibu tirinya yang sedang mencoba dalam-dalam memasukkan keperkasaan itu dalam mulutnya sampai ia rasanya ingin muntah karena kerongkongannya tertohok. Bagas meraih wajah Ratni lalu berlutut dan melumat bibir Wanita itu, menjilati lidanya dengan nafas-nafas yang memburu.

Diraihnya tubuh putih sintal Ratni agar berdiri, kemudian Bagas memeluk dari belakang. Diangkatnya paha mulus itu dengan tangan kiri bagas agar gerbang masuk hutan itu terbuka. Dua Jari Bagas masuk kedalamnya, mengocoknya, sambil menjilati ruang di balik telinga Ratni yang memberikan kegelian yang sangat pada wanita itu. Membuat ia menjerit-jerit disiksa oleh gelora birahi.

Kaki Ratni lemas. Ia tersiksa dengan kenikmatan jari Bagas yang bermain di hutan lebatnya, masuk kedalam intinya dan menari di dekat gerbang depannya. Desah-desah manja wanita itu tak tertahankan, ia ingin diam tapi tak sanggup, tubuh besar, wangi melati dan otot-otot kekar itu melingkupi dirinya, ditambah hawa laki-laki perkasa yang ia idam-idamkan.

Hancurlah pertahan wanita itu, mencapai kenikmatan hanya dengan jari-jari, tubuh mengejang hebat sambil terkencing-kencing disertai desahan panjang dan manja.

"Manis sekali saat kau mendesah Bu."

Ratni terengah-engah. "Kumohon Bagas, siksa aku di ranjang sampai aku tak sadarkan diri. Kumohon... Siksalah ibumu ini dengan kenikmatan lebih dari kemarin."

"Kau akan menyesal Bu... Malam ini aku akan membuatmu merintih-rintih dalam kenikmatan."

Ratni menggenggam sang Rajawali. "Siksa aku dengan ini! Jangan berhenti meskipun aku menyuruh berhenti."

Bagas langsungmenggendong tubuh putih sintal Ratni menuju ranjang.


Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang