49. Sang Pewaris

1.3K 82 22
                                    


"Baik, karena di sini Saudara Bagas yang saya hormati telah hadir saya akan membaca keputusan hak milik harta warisan mendiang Puspita. Harta warisan itu berupa," Pak Wicaksono membaca panjang lebar tentang detail-detail harta warisan dan surat tanah satu- per satu. Mereka semua dengan seksama mendengarnya. Dari kebun, Pabrik, lokomotif pengangkut hasil pabrik, Kerjasama perdagangan dan kepimilikan hasil bumi beserta pajak. "Semua yang saya sebutkan adalah hak milik keluarga Puspita. Jika ada yang keberatan, atau harta yang belum disebut, silahkan ajukan keberatan dari pihak keluarga. Bagaimana pak Kuncoro?"

"Saya rasa itu sudah semua." Kata Kuncoro mantap.

"Saudara bagas?"

"Sudah semua." Sahut Bagas mantap.

"Baik, keputusan terakhir ada pada sebuah surat yang dirancang oleh pak Rachmad. Waktu dan tempat saya Persilakan." Pak Wicaksono duduk dengan tenang.

"Baik." Pak Rachmat membenarkan posisi kacamatanya. "Seluruh kekayaan terdata yang ditinggalkan oleh mendiang Puspita. Keuntungan beserta asset dan kepemilikannya. Akan diwariskan setelah Mendiang Puspita berpulang, dengan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Semua yang dibacakan oleh saudara Wicaksono adalah sah adanya. Dengan ini semua harta, dan kepemilikan yang tertulis diserahkan kepada anak Amarhum Puspita Putrisukma Pangkujagat, yang bernama Bagas Putrasukma Pangkujagat."

BRAAKKK!!!

Kuncoro langsung menghantam meja. "APA KAU TIDAK SALAH BACA HAH! KAU TIDAK SEKOLAH!!! KUASA HUKUM MACAM APA KALIAN! JELAS-JELAS AKULAH PEWARIS SAHNYA!"

Pak Rachmat, Satrio dan Wicaksono dengan tenang duduk sambil merapikan kertas. Kemudian ia memperlihatkan kertas tua yang sudah di cap jempol darah oleh Puspita dan Kuncoro. "Ini sangat sah, cap jempol darah. Dan ini kopiannya. Saya takut saat menyerahkan surat asli pada anda lalu anda akan merobeknya."

Dengan tangan gemetar dan keringat dingin Kuncoro membaca surat itu.

"Disana tertulis, 'jika salah satu dari kita meninggalkan dunia, semua harta warisan diserahkan pada anak semata wayang Bagas' begitu kalau tidak salah dan kalian setuju. Sekarang salah satu dari kalian sudah berpulang. Itulah yang terjadi."

Kuncoro mengambil kursi, kemudian melemparnya ke arah Bagas. "ANAAAKKK SEETTAAANN!!!

Dengan cepat Bagas menghindar, kemudian piring dan gelas menjadi sasaran lempar pada para pengacara itu. Mereka cepat-cepat membereskan surat-surat. Bagas melompat kemeja, lalu mendorong Ayahnya agar tidak mencelakai para Advokat itu.

"KALIAN KERJA TIDAK BECUS! HUKUM MANA YANG ADA SEPERTI ITU!? SETAN KALIAN PENGKHIANAT. LEPASKAN AKU ANAK IBLIS!!! ANAK SETAN! KAU TIDAK BERHAK ATAS WARISAN ITU!!! BANGSAT! KEPARAT! ANAK BINATAAANGGGG!!!" Kuncoro mengamuk sejadi-jadinya dengan Bahasa kebun binatang dan sumpah serapah.

"PAK WO! PAK BUDI!!!" Teriak Bagas. Bukan pak Wo dan pak Budi saja yang datang, melainkan seluruh pegawai di rumah langsung memasuki ruangan itu. Mereka dengan sigap menahan Kuncoro yang lepas kendali itu. Saat bisa ditangani. Bagas membantu para Advokat untuk keluar ruangan.

"Makasi nak Bagas..." Sahut Pak Wicaksono.

"Baik pak, pulanglah, terimakasih mau datang. Kira-kira kapan surat perpindahan harta itu jadi?"

"Satu bulan nak. Saya usahakan cepat." Kata Pak Satrio.

"Baik pak, kirim surat atau telegram, jika ingin saya ke kota."

"Baik nak Bagas." Kata Pak Rachmad.

"Minten!" Panggil Bagas.

"Nggih Den.

Dendam Anak Tiri 18+ (Ending & censored version di Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang