Malam ini langit begitu terang dengan cahaya bulan dan bintang yang bertaburan. Langit nampak begitu bahagia namun tidak dengan hati seorang laki-laki yang tengah menatap kosong ke arah langit di balkon kamarnya. Ia memejamkan erat kedua matanya menyesali semua yang telah terjadi atas perbuatannya. Bayang-bayang bagaimana dulu ia membully seorang gadis terus berputar di pikirannya hingga puncaknya pada kemarin malam, gadis yang biasanya terdiam tak membalas apapun yang ia lakukan, malam itu untuk pertama kalinya gadis itu membalasnya dan mengeluarkan semua amarahnya.
Jujur hatinya begitu sakit kala mata yang biasanya menatap tajam, malam itu menatap sendu penuh luka. Wajah datar yang selalu di tunjukan pun berubah penuh kesedihan dengan air mata yang menghiasi pipinya. Untuk pertama kalinya ia menyesal akan perbuatannya, dan merasa sesak melihat air mata itu jatuh terlebih karenanya. Hari ini, ia berniat untuk meminta maaf padanya namun sayang jangankan untuk berbicara dengannya untuk menemuinya pun gadis itu terus menghindarinya.
Mata yang sedari tadi terpejam kini terbuka menatap layar ponsel yang menampakan unggahan poto di akun sahabatnya. Ada rasa sesak dan marah saat melihatnya hingga tanpa sadar ia meremas erat ponselnya.
"Maaf... maafin gue Ra." Lirihnya.
"Max!" Panggil sang mamah seraya melambaikan tangannya tepat di depan wajahnya.
"Huh?! Mamah? Sejak kapan disini?"
"Sejak tadi. Kamu kenapa hmm? Kok ngelamun? Mamah lihat dari kemarin kamu banyak diem."
"Gak ada. Perasaan mamah aja kali."
"Max! Mamah itu yang ngelahirin kamu dan ngerawat kamu sampe sekarang, mamah tau betul siapa kamu."
"Maaf mah."
"Ada masalah? Jujur sama Mamah."
"Hmmm."
"Apa? Cobar cerita sama Mamah. Mamah juga pernah muda loh... apa anak mamah sedang patah hati hmm?"
"Max ragu buat cerita."
"Ceritalah sayang... mamah akan selalu jadi pendengar yang baik buat kamu nak..."
Perlahan dengan ragu Max menceritakan tentang dirinya dengan Rachel. Mulai dari pertama kali mereka bertemu dan bagaimana ia menjaili Rachel kemudian berahir pada malam itu. Semuanya mengalir begitu saja.
"Kamu memang salah Max! Dan kamu cukup buat mamah kecewa."
"Maaf mah..."
"Kamu harus minta maaf Max! Mamah selalu ngajarin kamu buat menghormati perempuan dan itu juga kan yang di ajarkan papah sama kamu?!"
"Iya mah. Tapi Max bingung harus dari mana? Hari ini Max coba buat ngomong sama dia tapi dia menghindar dan ga mau ketemu sama Max mah." Lirihnya.
Max hanya bisa menundukan kepalanya menyeselai perbuatannya tak berani menatap sang mamah membuat Rina menghembuskan nafas panjangnya kemdian mengusap lembut puncak kepalanya.
"Ambil hatinya." Ucap Rina pelan membuat Max mengangkat wajahnya dan menatap manik coklat gelap milik orang tuanya.
"Caranya?"
Rina pun memberi arahan kepada putra semata wayangnya, jujur ia pun marah dan kesal pada anaknya itu tapi mau gimana pun nasi sudah menjadi bubur. Maka cara yang tepat adalah memulai dari awal dengan lembaran yang baru.
"Tapi dia udah benci banget mah..."
"Kamu sendiri yang membuatnya membenci Max! Jadi kamu juga yang harus menghilangkan rasa benci itu. Kamu itu yang buat dia terluka jadi kamu yang harus ngobatin dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rᴀᴄʜᴇʟ Sᴛᴏʀʏ (#SFS1) [END]
General Fiction#𝚂𝚎𝚛𝚒𝚎𝚜 1 𝕲𝖊𝖓𝖗𝖊 : 𝕱𝖎𝖐𝖘𝖎 𝖗𝖊𝖒𝖆𝖏𝖆 𝓦𝓮𝓵𝓬𝓸𝓶𝓮 𝓽𝓸 𝓢𝓽𝓸𝓷𝓮 𝓕𝓪𝓶𝓲𝓵𝔂 𝓢𝓮𝓻𝓲𝓮𝓼 (𝑺𝑭𝑺) 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐚𝐤𝐮𝐧 𝐚𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐝𝐮𝐥𝐮. "Kalo gue ga keras kepala gue ga mungkin masih hidup sampe sa...