☃️ 25 ☃️

643 41 0
                                    

"Max!!"

Dengan cepat Rachel mendorong tubuh Max, belum penuh kesadarannya kini ia tiba-tiba di tarik oleh Max dan di paksa lari bersamanya. Max segera mendudukan Rachel di kursi sementara ia hanya membungkuk dengan memegang pundak Rachel dan menatapnya dalam dengan nafas keduanya yang tersengal-sengal. Rachel hanya diam menunggu apa yang akan di ucapkan oleh kekasihnya itu.

"Maaf..." lirihnya seraya memegang kedua tangan Rachel lembut dengan mata menyendu.

Rachel masih terdiam menunggu kelanjutannya. Merasa gadisnya tak ingin menjawab Max segera bersimpuh di bawah dengan menenggelamkan kepalanya di pangkuan gadisnya.

"Maaf selama aku di New york gak pernah hubungin kamu. Maaf buat kamu nunggu, maaf buat kamu sedih, dan maaf buat kamu kecewa. Maaf... maafin aku Rara." Ujarnya dengan suara yang teredam.

Rachel hanya menghela nafas panjang, ia pun melepaskan genggaman tangannya membuat Max kalang kabut namun sedetik berikutnya ia merasa tenang saat tangan itu mengusap rambutnya.

"Kenapa?"

"Aku bener-bener sibuk setiap selesai kerjaan pasti selesai tengah malam terus langsung ketiduran dan bangun kesiangan habis itu berangkat kantor lagi."

"Selain itu?"

"Hp aku di ambil sama Mona dan aku baru beli hp semalem terus langsung hubungi kamu tapi gak di angkat-angkat."

"Siapa dia?" Tanya Rachel dengan nada dinginnya.

Max segera mengangkat wajahnya seraya memegang erat tangan kekasihnya dan menciumnya berkali-kali.

"Dia sahabat kecil aku sebelum kenal Roy, Roy juga kenal dia kok."

"Tau! Dan dia juga suka kamu kan?"

"Tapi... tapi aku gak suka dia Ra! Suer! Kamu itu yang pertama dan akan menjadi yang terahir buat aku. Trust me..."

Rachel menghela nafasnya kasar dan menatap dingin kekasihnya yang tengah menatapnya sendu.

"Bangun!" Titah Rachel tegas.

Dengan bibir mengerucut bak anak kecil Max pun menurut bahkan kini matanya sudah berkaca-kaca. Ia takut bahkan sangat takut jika nanti Rachel marah dan berahir meninggalkannya. Oh tidak!! Membayangkannya saja ia ingin menangis sekencang-kencangnya.

"Ra..."

Grep

Ucapannya menggantung saat Rachel memeluk erat tubuhnya, bibir yang mengerucut kini berganti dengan senyum lebarnya namun tangisnya kini pecah dan membalas pelukan itu tak kalah erat.

"Hiks.. hiks ak-aku kira hiks kamu marah sama aku." Ujar Max dengan suara yang teredam di bahu Rachel.

Rachel hanya terdiam dan mengusap lembut punggungnya. Sebenarnya ia sudah tau dari Roy tapi ia menginginkan mendengar langsung dari bibir Max. Ia pun tersenyum miring dengan berbagai rencana balas dendam di otaknya.

Merasa tak ada jawaban Max mengangkat wajahnya dan menatap sendu gadisnya dengan hidung yang sudah memerah. Sungguh Rachel berusaha mati-matian menahan gemasnya demi kelancaran rencanaya.

"Udah gak marahkan?" lirihnya dengan mengerucutkan bibirnya.

"Aku masih marah ya." Jawab Rachel dengan wajah datarnya.

Lagi Max memeluk Rachel dan sesenggukan di pelukannya bahkan kini bahu Rachel telah basah karenanya.

"Jangan marah ih!"

"Ck! Kok lo jadi childis sih!"

Cup

Rachel mematung saat merasakan ada benada kenyal yang menempel di pipinya.

Rᴀᴄʜᴇʟ Sᴛᴏʀʏ (#SFS1) [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang