☃️ 42 ☃️

512 41 6
                                    

Budayakan vote di awal ya!
________________________

Dengan gontai Kenan berjalan mendekati pintu ruang operasi, disana hanya ada sang mamah menatap sendu pintu ruangan itu dan ada Roy yang tengah menundukan kepala dengan menautkan jari jemarinya.

Menyadari kedatangannya, Sofia langsung berdiri dan menggenggam tangan putranya dengan tatapan penuh harapnya. "Bagaimana Ken?"

Kenan hanya tersenyum tipis dengan mata sendunya kemudian menggeleng pelan kepalanya. Seketika tangis Sofia pecah di pelukan sang putra.

"Oh god, please save my daughter."

Roy, laki-laki yang sedari tadi terdiam pun memejamkan matanya erat dengan tangan yang mengepal kuat.

"Lo gak boleh pergi El, kisah lo belum berakhir. Cerita lo masih terlalu panjang jika harus berakhir sekarang. Please jangan tinggalkan kami."

Semua orang mengalihkan atensinya kala mendengar suara derap langkah yang berhenti di dekat mereka. Tampak seorang paruh baya dengan wajah datarnya namun tatapannya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran serta penyesalannya.

"Dimana ruangannya?" Tanya pria paruh baya itu menatap putranya bersama mantan istrinya itu.

Bertepatan dengan itu pintu yang sedari tadi tertutup kini terbuka menampakkan seorang suster yang tengah menatap orang-orang di depannya itu.

"Mohon maaf apa kalian sudah menemukan pendonornya? Kami benar-benar membutuhkannya sekarang."

"Saya yang akan menjadi pendonornya."

Semua orang masih dengan keterdiaman mereka. Sementara sang perawat dengan semangat membawa pria paruh baya itu untuk memasuki ruangan itu. Namun langkahnya terhenti tepat di depan pintu tanpa menoleh ia mengucapkan kalimat yang cukup mencengangkan untuk sepasang anak dan orang tua itu mengingat sifat pria paruh baya itu yang begitu arogan dan congkak.

"Maafkan saya." Lirihnya kemudian memasuki ruangan itu.

Langkahnya sempat terhenti menatap putrinya yang tengah tak sadarkan diri di ata bangkar, wajahnya tak begitu jelas namun ia bisa melihat wajah cantik itu sekilas.

"Kamu tumbuh menjadi gadis cantik seperti mamahmu, maafkan saya yang tak bisa menjadi ayah yang baik untuk kamu dan tak bisa menjadi hero seperti keinginanmu dulu. Maafkan saya yang telah menghancurkan kebahagiaan kalian dan melenyapkan senyum manismu dulu. Saya sangat menyayangimu. Sungguh."

Setengah jam lebih Bram berada di dalam ruangan itu, kini ia keluar dengan wajah pucatnya. Dengan gontai ia berjalan mendekati kursi yang tengah di duduki oleh putra dan mantan istrinya itu.

"Minum." Ucap Sofia seraya menyerahkan sekaleng susu murni.

"Makasih." Lirihnya.

Hening, semua sibuk dan tenggelam dengan pikirannya masing-masing.

"Maaf." Lirih pria paruh baya itu, namun masih bisa di dengar oleh keduanya.

Sofia masih terdiam serta menundukan kepalanya, berbeda dengan Kenan yang telah mengepalkan kedua tangannya kuat.

"Apa yang anda lakukan hari ini tak akan pernah bisa menggantikan luka kami terutama penderitaan Rachel, gadis kesayangan kami." Ucap Kenan tegas bahkan rahangnya pun telah mengeras.

"Maaf dan saya tau itu." Lirihnya seraya menundukan kepalanya seraya meremas kuat kaleng yang berada di genggamannya.

•••

Lima jam mereka berada di ruang operasi, kini para tenaga medis menghela nafas lelahnya. Para perawat membawa bangkar Max keluar. Nampak wajah pucatnya dengan mata yang terpejam itu, di bawanya ke ruang inap VIP di rumah sakit itu. Namun semuanya masih berdiri di depan ruangan itu menunggu William dan Rachel keluar.

Rᴀᴄʜᴇʟ Sᴛᴏʀʏ (#SFS1) [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang