☃️ 10 ☃️

1K 73 3
                                    

Langit yang sedari tadi mendung kini mulai menurunkan airnya sedikit demi sedikit dan mulai menjadi lebat. Seolah ikut merasakan kesedihan seorang gadis yang kini harus menghentikan langkahnya di ujung koridor sekolahnya. Setelah pertengkaran tadi kini dia harus tejebak oleh hujan dan sialnya dia juga lupa membawa payung atau jas hujannya.

"Sial banget sih gue hari ini! Ini gara-gara si setan itu! Coba aja dia gak ngalangin gue pasti sekarang gue udah mo sampe di Cafe dan bisa nerobos hujan dengan jarak yang sedikit. Nah sekarang? Arrgghh shit!!" Geram Rachel lirih.

Yah gadis itu Rachel yang sedari tadi mengumpati laki-laki itu dalam hati kini mengeluarkan sedikit kekesalannya meski harus mengomel sendirian. Gadis itu mendengus kasar kemudian menutup erat matanya dan mulai mengatur nafasnya, menghirup dalam-dalam bau tanah yang baru saja terkena hujan. Di rasa sudah tenang dari kekesalannya Rachel membuka matanya dan mengulurkan tangannya untuk menerima tetesan dari atap sekolahnya, ia tersenyum kala memandang tangannya yang hanya bisa sedikit menampung air itu.

"Meski hanya mampu menampung sedikit setidaknya gue harus bersyukur karena apa yang gue tampung itu dari tangan gue hasil jerih payah gue bukan dari orang lain. Gak harus kaya kan buat ngerasain apa itu bahagia?" Gumamnya seraya tersenyum tipis.

Tiba-tiba ada tangan yang terulur ikut menikmati tetesan air yang jatuh dari atap membuat Rachel mengalihkan estensinya menatap siapa pemilik tangan kekar itu.

"Hay." Sapanya.

"Hmmm." Jawabnya seraya kembali melanjutkan aktivitasnya tadi.

"Lo belum pulang?"

"Hujan."

"Ra."

"Hmmm."

"Gue... gue mau minta maaf." Lirihnya.

"Buat?" Tanya Rachel balik tanpa menatapnya.

"Kemarin. Sorry pasti lo ga nyaman gara-gara ucapan gue kemarin."

Rachel mengehentikan aktivitasnya dan menatap laki-laki di sampingnya yang sedari tadi menatapnya sendu dan penuh penyesalan membuat Rachel menghela nafas panjangnya.

"Lupain Wil." Jawab Rachel singkat dan kembali menatap ke depan.

"Gue ngerasa bersalah banget Ra... ucapan gue pasti ngebebani pikirian lo."

"Lumayan."

"Ra please maafin gue..."

"Lo ga salah dan thanks karena lo, gue jadi tau perasaan lo sama Roy."

"Lo ga jauhin kita kan Ra? Apalagi Roy?"

"Emang kita pernah deket?"

Wildan hanya terdiam mendengarkan ucapan terahir gadis itu. Benar! Sejak kapan mereka dekat? Bukankah selama ini gadis itu hanya dekat dengan Roy? Sementara dia? Jangankan dekat untuk menyapa atau ngobrol singkat pun tidak pernah! Membuat ia terkekeh miris di dalam hatinya.

"Ma-maksud gue Roy."

"Gue sama dia baik-baik aja."

"Ra... kenapa lo bisa buka hati buat Roy tapi ga bisa buat gue?"

"Karena gue nyaman sama dia."

"Kasih gue kesempatan buat lo nyaman Ra."

"Gue ga mau keseret dalam kisah rumit lo. Cukup gara-gara olimpiade gue bermasalah sama adek lo. Gue ga mau ada masalah lagi sama Firly."

"Maksud lo?"

"Gue tau lo suka Firly."

"Tapi Firly sukanya sama Steven Ra!"

Rᴀᴄʜᴇʟ Sᴛᴏʀʏ (#SFS1) [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang