☆16

1.7K 210 9
                                    

Jina menatap pemandangan dari dalam pesawat dengan gelisah, sudah sekitar satu jam dirinya berada di ketinggian. Walaupun bukan pertama kalinya gadis itu menaiki pesawat, namun Jina masih sangat merasa takut. Untuk kesekian kali Jina menyamankan posisi duduknya, dan beberapa kali terlihat menggigit kuku jari tangannya sendiri.

Entah kenapa Jina jadi teringat perkataan mama nya saat di bandara tadi, Eunji bilang Jika Jina merasa takut, gadis itu bisa menggenggam tangan Jake seperti yang biasa Eunji lakukan kepada Jina jika sedang menaiki pesawat. Jina sontak menggeleng pelan, gadis itu juga tiba-tiba merasa tidak enak karena tadi malam sempat berbicara ketus terhadap Jake.

"Ji"

Atensi Jina beralih ketika mendengar suara Jake memanggilnya, ia menoleh dan menatap Jake.

"Are u ok?" Tanya Jake, karena sedari tadi ia menyadari tingkah Jina yang terlihat sangat tidak nyaman.

Jina hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Mau minum?" Tawar Jake, sebab tadi gadis itu sempat menolak memesan minuman yang di tawarkan pramugari.

Lagi lagi gadis itu hanya menggeleng tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

"Kalau ingin sesuatu, bilang ya"

"Iya"

Jake kemudian memfokuskan atensinya lagi menonton film sembari sesekali meminum coffee yang ia pesan tadi.

Hacim

Suara bersin dari Jina membuat Jake kembali menoleh memperhatikan gadis di sampingnya. "Jina, kamu sakit?"

Jina dari tadi memang merasakan kedinginan apalagi AC pesawat yang membuat gadis itu semakin merasa daya tahan tubuhnya menurun. Gadis itu semakin mengeratkan jaket yang ia pakai dan kembali menggeleng menatap Jake.

"Aku pesankan minuman hangat, ya?" Ujar Jake namun belum sempat Jina menolak, pria itu sudah memanggil pramugari dan memesankan teh hangat untuk Jina.

"Kamu seharusnya bilang, Ji. Supaya kita ngga jadi berangkat hari ini" Ucap laki-laki itu lalu menyerahkan selimut untuk Jina.

Jina menggeleng pelan "Aku ngga sakit" Ujar gadis itu, tentu saja dia tidak akan membatalkannya, gadis itu tidak enak dengan bunda jika ia membatalkannya.

Entah dengan keberanian apa Jake perlahan memegang dahi gadis itu dengan punggung tangan, Jina sontak menahan napasnya dan tertegun untuk beberapa saat, gadis itu bahkan terlihat terkejut merasakan tangan Jake yang berada di dahinya. Ia masih membeku menatap netra Jake yang terlihat fokus dengan aktivitas nya.

"Kamu hangat, Ji" Ucap Jake setelah ia kembali menjauhkan tangannya.

Jina kembali bernapas ketika beberapa detik lalu ia menahan napasnya dan Jake sontak terkekeh kecil melihat Jina. "Kenapa?" Tanya Jake.

Gadis itu lalu menggeleng dan mengalihkan pandangan. "Ngga papa."

"Perjalanannya masih beberapa Jam lagi, kamu tidur aja"

Jina menghela napasnya pelan, dirinya mungkin tidak akan bisa tidur akibat ketakutannya apalagi ditambah badannya yang merasa kurang enak. "Ngga bisa"

"Kenapa?"

"Aku takut" Jawab Jina jujur.

Jake mengerutkan dahi, menatap Jina bingung. "Takut?"

"Aku takut naik pesawat"

Sekarang Jake mengerti alasan mengapa Jina bertingkah tidak nyaman sejak tadi. "Ngga papa, ngga usah takut, ngga akan terjadi apa apa. Mau nonton film? Supaya ngga kerasa lama" Ujar Jake menenangkan.

UNCONDITIONALLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang