☆01

9.5K 381 10
                                    

Seoul, 2002

Bocah berkuncir kuda yang berumur lima tahun itu terisak ketika dirinya jatuh saat mengejar kakaknya yang sudah jauh tak terlihat dari pandangan. Ia melihat jalanan sekitar gang yang cukup sepi. Dan keadaan cuaca yang mendung menandakan hujan akan segera tiba.

Lututnya sedikit berdarah, akibat bergesek dengan aspal jalanan. Gadis kecil itu masih terduduk dengan kedua lengan  yang menangkupi wajahnya. Tak lama kemudian, rintik hujan datang bersamaan dengan seorang bocah laki laki yang membawa payung berjalan, menghampiri anak perempuan itu.

"Hei, ayo bangun. Sudah mau hujan, nanti kamu sakit kalau kehujanan" Ucapnya setengah terheran karena melihat anak perempuan itu tak kunjung meneduh.

Mendongak, menatap anak laki-laki dihadapannya yang tengah mengulurkan tangan. Dia menggeleng pelan "Ka-kakak.."

"Kamu tadi sama kakakmu?" Tanya anak laki-laki itu.

"I-iyya"

"Lalu kemana dia?"

Lagi lagi anak perempuan itu menggeleng dan kembali terisak.

"Hey" Anak laki-laki itu tiba tiba merasa panik, ia berjongkok, melanjutkan "Jangan menangis. Ayo aku antar ke rumah mu, rumahmu dimana?"

"Di gang sebelah.. " Lirihnya.

"Ayo, sudah mau hujan. Sini aku bantu berdiri." Ucap anak laki-laki itu lalu menggenggam tangan anak perempuan dihadapannya dan membantunya untuk bangun.

Di tengah derasnya hujan, kedua anak itu menerobos jalanan gang yang sepi. Terlihat anak laki laki itu sangat telaten membantu anak perempuan di sebelahnya untuk berjalan. Tangannya terulur ke belakang untuk memeluk dan tangan satunya ia gunakan untuk memegang payung yang ukurannya bisa dibilang terlalu kecil jika digunakan menampung dua orang.

Saat sampai didepan rumah yang terbilang cukup mewah dengan pagar tertutup, mereka pun berhenti dan menatap rumah itu. Bocah laki laki itu menoleh, lantas bertanya.

"Disini?"

Anak perempuan itu mengangguk "I-iya"

"Tapi pagarnya dikunci"

Anak perempuan itu hanya menunduk sebagai jawaban membuat anak laki-laki itu merasa bingung. Ia akhirnya mencoba untuk berteriak memanggil seseorang.

"Permisi... Paman... Bibi.."

Berkali-kali mencoba memanggil, namun nihil, tak mendapat jawaban. Ia kebingungan sekarang, apalagi melihat luka gadis kecil itu, juga sepertinya gadis itu menggigil kedinginan. Haruskah ia membawanya pulang?

Tak lama terlihat seorang wanita yang keluar rumah dan menghampiri kedua anak itu dengan tergesa membuat anak laki-laki tersebut bernafas lega.

"Yaampun non, baru aja bibi mau nyariin non. Tadi nona seun sudah pulang. Bibi tanya dia nona jina kemana cuma diem. Eh itu lututnya kenapa berdarah? Ayo masuk non."

"Halo bibi, saya tadi melihatnya dijalan dan terlihat sedang terluka. Syukurlah jika rumahnya tidak terlalu jauh. Santar sampai sini ya, bibi. Saya pamit pulang."

"Dek terimakasih ya, sudah mengantarkan non Jina pulang. Terimakasih banyak. Saya berniat mencari nona tapi tadi belum sempat." Ucap bibi itu dengan penuh perasaan lega. "Sedang hujan apa tidak mau mampir dulu? Atau saya antar pulang? Baju kamu juga terlihat setengah basah, dek. Tolong mampir sebentar dan akan saya buatkan teh hangat sebagai ucapan terimakasih saya"

UNCONDITIONALLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang