Jina ingat, bagaimana dulu teman teman kelasnya selalu membicarakan dirinya, menjauhinya, atau bahkan sesekali menyumpah serapahi dirinya karena ia dianggap sebagai perebut kebahagiaan orang. Ia dianggap merebut orang tua Seeun, dan semua yang Seeun miliki. Karena hal itu juga yang membuat dirinya sering kali merasa bersalah kepada Seeun, hingga selalu menuruti permintaan Seeun, apapun itu.
Bukan, bukan berarti ia menyesal menjadi anak angkat keluarga itu, bahkan dirinya berpikir, bagaimana bisa ia mendapatkan orang tua angkat yang sebaik keluarga Jeon? Yang bahkan keluarga itu sendiri sudah mempunyai putri kandung secantik Seeun? Sempat gadis itu bertanya kepada ibu panti, mengapa keluarga Jeon mengadopsi dirinya, namun ia ingat jelas bagaimana ibu panti bilang jika keluarga Jeon hanya ingin mengangkat anak dari panti asuhan.
Sudah, hanya itu yang Jina percayai sampai sekarang. Gadis itu sampai saat ini juga belum tahu mengapa dirinya bisa berada di panti asuhan, dan siapa kedua orang tua kandungnya. Ibu panti juga hanya bercerita kalau menemukan dirinya di depan panti saat bayi dengan keadaan tertidur di dalam kotak kardus.
Sejak saat itu Jina berpikir jika memang keluarga aslinya membuang dirinya dan tidak menginginkan keberadaannya."Jadi, kamu benar benar bukan anak kandung keluarga Jeon?"
Pertanyaan itu berhasil membuyarkan lamunan Jina. Menghela napas pelan, gadis itu kemudian mengangguk tenang, lantas mengahuti, "Iya nek"
"Lalu dimana orang tua kandungmu?" Ujar nenek, menatap tajam Jina yang duduk didepannya, saat ini mereka berada diruang tengah rumah, wanita paruh baya itu bahkan sejak tadi belum menyesap teh hijau yang Jina buatkan.
Jina menggeleng, kembali menyahut, "Aku tidak tahu, aku diadopsi dari panti asuhan saat berusia empat tahun"
"Nipu saya, kamu?"
Pertanyaan dari nenek sontak membuat gadis itu mengernyit heran. "A-apa maksud nenek?"
"Berani beraninya kamu menikahi cucu kesayanganku, berani beraninya anak panti asuhan menikahi cucuku?!"
Jina terdiam kaku. Gadis itu merasakan hatinya mencelos, dirinya kemudian menggeleng pelan, berujar tenang, "Maaf, aku pikir nenek sudah tahu sebelum aku menikahi Jake, bukankah papa Shim sudah memberi tahu nenek?"
"Tidak ada yang memberi tahu, beraninya keluarga kalian menipu saya? Dengan menikahkan seseorang yang bukan anak kandungnya kepada cucu saya?" Ujar nenek, beranjak dari duduknya.
"Nenek, tidak. Bukan begitu—"
"Diam. Keterlaluan kalian. Saya tidak akan membiarkan cucu saya menikahi anak panti asuhan seperti kamu." Tegas wanita paruh baya tersebut lantas melenggang pergi bersama asisten pribadi yang membantunya berjalan.
Jina tertegun, kembali mendudukkan diri di sofa, gadis itu terlihat terkejut. Demi apapun dirinya tidak menyangka jika nenek belum mengetahui tentang dirinya, ia pikir semua keluarga Shim sudah tahu jika dirinya bukanlah anak kandung dari keluarga Jeon. Kedatangan nenek malam ini ke rumah yang tiba tiba menanyakan hal tersebut membuatnya terkejut sekaligus takut. Aplagi ini? Disaat dirinya benar benar ingin mempertahankan pernikahannya mengapa selalu ada sesuatu yang membuatnya ragu?
Menghela napas, Jina menggigit bibir. Isi kepalanya sekarang terasa rumit. Gadis itu lantas beranjak hendak pergi ke kamar namun suara mobil membuatnya mengurungkan niat. Tak berselang lama, terlihat Jake datang membawa sesuatu di tangan. Pria itu menghampiri Jina ke ruang tengah. Alisnya mengernyit menatap air muka Jina yang terlihat tegang.
"Ji, tadi mobil siapa keluar? Ada yang kesini?"
Jina mengangguk, mengulas senyum. "Iya, nenek"
Pria itu lantas terdiam seperkian sekon. Entah mengapa dirinya tiba-tiba merasa khawatir. "Kenapa? Beliau kenapa kesini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCONDITIONALLY
Fanfictionkinda 17+ Kehidupan Jeon Jina seperti dipermainkan oleh kakaknya sendiri. Dia dipaksa untuk selalu menuruti permintaan kakaknya bahkan mengenai masa depan dirinya sendiri. - #1 in Jungwon (03.03.22) #1 in Sunghoon (12.6.22) #1 in Jay (04.10.22)