Warning!
This part, contains adult scenes, please be a wise reader———
Bergegas melepas sabuk pengaman saat mobil yang ia kendarai sudah terpakir rapi, berjejer dengan mobil lain di garasi, Jake menoleh. Memperhatikan gadisnya yang masih terlelap tenang dengan balutan jas miliknya. Sejak perjalanan pulang tadi, Jina terlihat kedinginan. Membuat Jake melepaskan jasnya untuk Jina kenakan, sehingga hanya menyisakan kemeja hitam yang saat ini membalut tubuh pria itu.
Jake mengulas senyum, mengamati wajah sang gadis yang sedikit memerah akibat merasa dingin. Memang beberapa menit lalu hujan tiba-tiba mengguyur lumayan deras dan membuat Jina dengan mudah terlelap. Pria itu lalu mengulurkan tangan, mengelus surai Jina lembut. Berniat mencoba membangunkan gadis itu.
"Ji, sudah sampai" Ujarnya, beralih memegang pundak si gadis. "Turun ya"
Tak ada sahutan apapun dari Jina. Gadis itu masih terlihat tenang dan tidak terganggu sama sekali, membuat Jake memikirkan cara lain untuk membangunkannya. Ia mendekat, berbisik pelan di telinga si gadis, "Sayang, bangun"
Berhasil.
Jina terlihat membuka mata sedetik setelahnya. Gadis itu bahkan merasakan jantungnya seperti baru saja merosot dari tempatnya. Sial. Ia mengerjap berusaha kembali mengumpulkan kesadaran jika dirinya masih berada di dalam mobil. Menoleh setelahnya, menatap Jake gugup, ia berguman pelan, "A-aku ketiduran"
Terkekeh kecil, si pria terlihat menggeleng. "Ngga papa, masih pusing?"
"Enggak" Sahut Jina, melepas sabuk pengaman. Sedangkan Jake terlihat menuruni mobil lebih dulu, lantas berjalan guna membukakan pintu mobil untuk Jina.
Gadis itu mengulas senyum, turun dari mobil dan merasakan hawa dingin semakin menerpa menyapa kulitnya. Ia kemudian tersadar jika sedang memakai jas milik Jake. Jina buru buru mau melepasnya, "Ah iya, jas mu"
"Pakai dulu, Ji" Ujar Jake menahan pergerakan Jina, kemudian menggenggam jemari si gadis yang memang terasa dingin.
Hangat. Yang Jina rasakan ketika jemarinya bertaut dengan milik Jake. Rasa rasanya Jina tidak memerlukan penghangat tubuh lain, mungkin saja jika memeluk pria itu dirinya sudah merasa hangat. Ingin sekali bilang seperti itu, namun tahu tidak sih? Jina masih merasa malu, walaupun tadi sudah menyatakan perasaannya pada pria itu, membayangkannya saja sudah membuat pipi gadis itu bersemu.
Keduanya kemudian berjalan memasuki rumah, dengan suasana hening yang menyelimuti. Bibi Gyu tentu sudah pulang sebelum mereka berangkat.
"Mau aku buatin susu hangat?" Tanya Jake ketika mereka menaiki tangga menuju kamar.
Jina menoleh, menggeleng pelan. "Aku aja yang buat" Ujarnya. Kemudian sama sama menghentikan langkah ketika sampai di atas. Menatap kedua kamar mereka yang terletak bersebelahan, dengan jemari yang masih bertaut diantara keduanya.
Jina jadi merasa gugup sendiri. Bagaimana ya bilangnya? Maksudnya, bagaimana mengatakan kepada Jake jika ia ingin satu kamar. Gadis itu menggigit bibir bagian dalam, mencoba memikirkan kalimat yang tepat namun tak kunjung ia temukan. Takut jika Jake berpikir yang tidak tidak. Ia buru buru melepaskan jas milik pria itu yang membalut tubuhnya, lantas menyerahkannya. "Aku ganti baju dulu ya, nanti aku buatin susu hangatnya"
Menerima jas yang disodorkan Jina, pria itu kemudian mengangguk, "Iya"
"Vanilla or chocolate?"
"Vanilla"
"Ih enak cokelat tau" Sahut Jina.
"Yasudah cokelat"
"Tapi kan kamu maunya vanilla"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCONDITIONALLY
Fanfictionkinda 17+ Kehidupan Jeon Jina seperti dipermainkan oleh kakaknya sendiri. Dia dipaksa untuk selalu menuruti permintaan kakaknya bahkan mengenai masa depan dirinya sendiri. - #1 in Jungwon (03.03.22) #1 in Sunghoon (12.6.22) #1 in Jay (04.10.22)