Chapter 5

8.5K 475 1
                                    

Keesokan paginya, sinar matahari yang menembus tirai lembut membangunkan Vous dari tidurnya. Ia mengerjap, mengumpulkan kesadarannya, berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri

Udara hangat mengalir membasahi tubuh Vous, memberikan sedikit ketenangan pada nyeri yang masih tersisa di dada. Ia menatap refleksinya di cermin setelah selesai mandi—mata cokelatnya terlihat lebih redup, seolah pikirannya masih terisi banyak hal yang belum terselesaikan.

Saat ia keluar dari kamar mandi, Bobby sudah menunggunya di sofa dengan pengaturan rapi. "Selamat pagi, Tuan Muda. Apa Anda ingin sarapan di kamar atau di ruang makan?"

Vous menghela napas, mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Di kamar saja." Ujarnya yang kemudian duduk di atas tempat tidur.

Bobby mengangguk, lalu menekan sesuatu di alat komunikasinya. Beberapa menit kemudian, seorang pelayan masuk dengan nampan berisi sarapan—semangkuk bubur ayam, dan segelas susu.

Bobby diminta untuk sarapan bersama, menemaninya yang kesepian di kamar seluas itu.

Bobby yang duduk di seberang Vous menatap ponsel tuan mudanya yang terus berdering di atas meja. Sesekali ia melirik ekspresi Vous, tetapi pemuda itu tetap tenang, menyendok buburnya perlahan tanpa niat mengangkat panggilan itu. 

"Tuan Muda, ponsel Anda terus berbunyi. Mungkin itu penting," ujar Bobby hati-hati. 

Vous hanya mendesah pelan. "Kalau memang penting, dia akan mencoba lagi nanti." 

Bobby mengangguk mengerti, tetapi tetap merasa penasaran. Siapa yang begitu gigih mencoba menghubungi Vous pagi-pagi begini? 

Ponsel itu akhirnya berhenti berdering, meninggalkan suasana hening yang hanya diisi suara sendok beradu dengan mangkuk. Namun, tak lama kemudian, sebuah pesan masuk. Vous melirik sekilas layarnya dan mendapati nama pengirimnya—Arnold. 

Matanya sedikit menyipit, lalu tanpa terburu-buru, ia menggeser ponselnya ke sisi meja, tetap tak menunjukkan ketertarikan untuk membacanya. 

Bobby yang melihat itu semakin penasaran, tetapi ia tahu batasannya. Jika Vous tidak ingin membicarakannya, maka lebih baik ia tidak bertanya. 

"Apa setelah ini Anda ingin keluar, Tuan Muda?" tanya Bobby mencoba mencairkan suasana. 

Vous menggeleng pelan. "Tidak. Aku masih ingin beristirahat." 

Bobby mengangguk. "Baiklah, kalau begitu saya akan tetap berjaga di sekitar sini." 

Vous tidak menjawab, hanya kembali fokus pada sarapannya. Di dalam kepalanya, ia bertanya-tanya—seberapa jauh Arnold mengetahui sesuatu? Dan apakah pesan yang baru saja masuk itu akan mengubah segalanya?

Beberapa menit kemudian, bunyi ketukan di pintu kamar terdengar.

"Tuan Muda, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda," kata salah satu penjaga dari luar.

Vous melirik Bobby sejenak sebelum menjawab. "Siapa?"

"Tuan Arnold."

Bobby menegangkan, sementara Vous hanya mendecak pelan. “Suruh dia pulang,” ucapnya dingin.

"Tapi, Tuan Muda—"

"Aku bilang, suruh dia pulang!" Kali ini suaranya lebih keras, penuh tekanan.

Penjaga di luar tak berani membantah. Langkah kaki terdengar menjauh, disusul suara Arnold yang sepertinya sedang berdebat dengan penjaga. Hingga Arnold kembali ke basecamp dengan perasaan jengkel.

Bobby menghela napas. "Anda benar-benar tidak ingin membicarakannya?"

Vous menatap kosong ke arah jendela. "Tidak untuk saat ini."

Bobby tak menjawab lagi. Ia hanya bisa menemani Vous dalam keheningan, menunggu kapan tuan mudanya itu siap menghadapi apa pun yang sedang mengganggunya.

Bobby masih berada di dalam kamar, memperhatikan Vous yang terus menerus mengusap dadanya dengan ekspresi tertahan.

“Tuan muda, jika memang sakit, sebaiknya panggil dokter,” ujar Bobby dengan nada khawatir.

Vous menggeleng pelan. “Tidak perlu. Jika Daddy tahu, dia pasti akan membuatku tetap di rumah sakit lebih lama.”

Bobby menghela napas. “Tapi kalau Anda terus seperti ini, beliau akan tahu juga.”

Vous tersenyum miring. “Aku hanya perlu bertahan sampai besok. Aku tidak mau terlihat lemah di depan Arnold.”

Bobby menatapnya penuh pertimbangan. Ia tahu betapa keras kepalanya Vous, tapi ia juga tahu kalau Vous memang tak suka terlihat rapuh, terutama di depan orang lain.

“Baiklah, kalau begitu saya akan tetap di sini. Kalau butuh sesuatu, tinggal panggil saya,” kata Bobby akhirnya.

Vous hanya mengangguk, lalu memejamkan mata, berharap rasa nyeri di dadanya akan berkurang dengan istirahat. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini bukan hanya tentang fisiknya yang lelah—tapi juga sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit.

Petang ini Austin sudah bersiap untuk perjalanan bisnisnya, Austin masuk ke kamar vous dengan langkah tegap, lengkap dengan kemeja dan jas yang melekat

"Boy, daddy harus pergi, kamu istirahat dirumah ya, daddy ada urusan mendadak" Ujarnya halus dengan tangan membelai kepala vous

“Urusan apa?” tanyanya pelan, suaranya masih sedikit serak karena baru bangun.

Austin tipis tersenyum. “Hanya bisnis, tidak perlu bertanya-tanya.”

Vous mengangguk kecil. “Baiklah… hati-hati.”

Austin melihatnya sekilas, lalu mengusap kepala Vous dengan lebih lembut. “Jaga dirimu, jangan membantah Bobby atau siapa pun yang menjagamu.”

Vous hanya mengangguk pelan tanpa banyak bicara. Sentuhan tangan Austin di kepalanya terasa hangat, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang enggan merespons lebih jauh. 

Austin memperhatikan putranya beberapa detik lebih lama, matanya penuh arti. Seakan ingin memastikan Vous benar-benar baik-baik saja. 

“Jangan bandel,” tambahnya sebelum berbalik dan melangkah keluar. 

Begitu pintu tertutup, Vous menghela napas panjang. Rasanya aneh, ada bagian dari dirinya yang menginginkan perhatian lebih dari Austin, tapi di sisi lain, ia juga tak ingin terlihat lemah di hadapan ayahnya. 

Bobby yang masih berada di dalam kamar menatapnya dengan tatapan membaca. “Anda kelihatan kecewa, tuan muda.” 

Vous menoleh, menatap Bobby sekilas sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke langit-langit. “Aku tidak kecewa.” 

Bobby mendengus pelan. “Terserah Anda saja.” 

Keheningan kembali menyelimuti ruangan.
Mungkin karena efek obat, atau mungkin karena tubuhnya memang terlalu lelah—entahlah. Yang jelas, Vous bahkan tidak sempat memikirkan apa pun sebelum matanya terpejam.

Napasnya teratur, dadanya naik turun perlahan, meskipun sesekali ada sedikit kerutan di dahinya, seakan dalam tidurnya pun ia masih merasa gelisah. 

Bobby yang berjaga di dalam kamar hanya menghela napas pelan. Ia sudah terbiasa dengan sikap Vous yang berubah-ubah—kadang keras kepala, kadang rapuh. Tapi tetap saja, melihat tuan mudanya seperti ini membuatnya sedikit khawatir. 

Ia meraih selimut yang tersingkap dan menariknya perlahan, menutupi tubuh Vous agar lebih nyaman. 

“Tidurlah dengan tenang, Tuan Muda,” gumamnya lirih, lalu kembali duduk di sofa, menjaga Vous dalam keheningan malam.

' (𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang