Sudah satu minggu ini Vous tinggal di mansion, sendirian tanpa Austin. Hanya ada Bobby, bodyguard, dan para maid yang hilir-mudik menjalankan tugas mereka. Tapi kehadiran mereka tak berarti apa-apa bagi Vous. Mansion yang begitu luas dan megah ini justru terasa kosong, sunyi. Seakan menelannya dalam kehampaan.
Vous lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya. Kadang ia keluar ke taman belakang, duduk di bangku kayu yang mulai ia hapal teksturnya, menggoreskan pensil di atas kanvas, menggambar apa saja yang terlintas di benaknya. Tapi tak ada yang benar-benar mengusir kegelisahannya.
Setiap pagi, ia berangkat ke sekolah dengan motor kesayangannya. Pulang sore, duduk di taman atau mengasingkan diri ke villa. Malamnya? Ia hanya mengurung diri di kamar, tenggelam dalam tugas atau sekadar melamun, membiarkan pikirannya melayang entah ke mana.
Rutinitas itu sudah berjalan seminggu. Dan hari ini, ia merasa muak.
"Bob, antar aku ke basecamp," ucapnya dingin.
Bobby yang tengah berdiri di dekat lift menoleh, melihat Vous yang baru keluar dengan jaket terpasang di tubuhnya. Mata Vous tampak lebih gelap dari biasanya, menyimpan sesuatu yang sulit ditebak.
"Ada apa, Tuan?"
Vous tak menjawab. Ia hanya menarik tangan Bobby, menyeretnya keluar mansion dan langsung masuk ke mobil.
"Kita ke basecamp," ulangnya, kali ini lebih tegas.
Bobby tak berani membantah. Dengan cekatan, ia menyalakan mesin dan melajukan mobil menuju tempat yang dimaksud.
Sesampainya di sana, suasana sudah ramai. Deretan motor berjejer rapi di depan sebuah gudang terbengkalai yang menjadi tempat berkumpulnya Vous dan teman-temannya. Musik keras menggelegar, suara tawa dan obrolan terdengar di antara deru mesin yang sesekali meraung.
"Ramai sekali, Tuan," gumam Bobby.
Vous mengangguk kecil. "Tunggulah di sini. Aku akan kembali sebentar lagi."
Tanpa menunggu jawaban, Vous keluar dari mobil dan melangkah ke dalam basecamp. Ia berbicara dengan beberapa temannya, raut wajahnya serius. Tak lama kemudian, mereka semua mengangguk, lalu berhamburan ke luar, menuju motor masing-masing.
Bobby mengerutkan kening. Ada sesuatu yang tidak beres.
Duk duk duk!
Bobby menurunkan kaca mobilnya. "Ada apa, Tuan?"
"Buka bagasi."
Bobby menurut. Vous bergegas ke belakang mobil dan mengambil sesuatu—sebuah benda panjang berwarna hitam dengan list putih dan logo yang familiar.
Pemukul baseball.
"Kembalilah, Bob. Aku akan pergi bersama temanku."
"Tapi Tuan—"
"Pergilah. Bagasi sudah kututup."
Tanpa memberi kesempatan untuk protes, Vous naik ke motor salah satu temannya. Bobby melihat sekelompok anak muda lain di kejauhan, membawa pemukul baseball juga.
Matanya membesar. "Sial... mereka mau tawuran?!"
Refleks, Bobby menyalakan mesin dan mulai mengikuti dari kejauhan. Kecepatan motor mereka gila-gilaan, nyaris membuat Bobby kehilangan jejak. Hatinya mencelos ketika mereka akhirnya berhenti di sebuah jalanan sepi. Di seberang, sudah ada kelompok lain yang menunggu.
Suara benturan terdengar di udara. Perkelahian pecah seketika, brutal dan tanpa aturan.
Tapi Vous? Ia tetap berdiri di tempatnya, menunggu.
Seorang remaja dari kelompok lawan melangkah maju, menatap Vous dengan seringai menantang. Vous menyeringai balik.
Lalu perkelahian mereka dimulai.
Bobby menyaksikan dengan tegang dari dalam mobil. Vous bergerak lincah, menghindari pukulan lawan dan membalas dengan serangan yang tak kalah keras. Pemukul baseball di tangannya berayun dengan presisi, hingga akhirnya remaja di depannya terjatuh, terbatuk-batuk kesakitan.
"CABUT!!"
Suara Vous menggema di udara. Teman-temannya langsung bereaksi, berlari menuju motor mereka untuk melarikan diri.
Bobby ikut panik. Ia memutar mobilnya secepat mungkin, tapi tiba-tiba—
Brak!
Bruk!
Mobilnya bersenggolan dengan motor yang dikendarai oleh teman Vous. Dan lebih buruknya lagi—Vous yang membonceng!
Tubuh Vous terpental, berguling beberapa kali di aspal sebelum akhirnya terhenti di pinggir jalan.
"Tuan muda!!" teriak Bobby, langsung keluar dari mobil dan berlari menghampiri Vous yang tergeletak di tanah.
Jantungnya berdegup kencang, panik menjalar ke seluruh tubuhnya. Teman-teman Vous juga berhamburan mendekat, wajah mereka tegang.
Vous mengerang pelan, mencoba bergerak. Darah mengalir dari pelipisnya, jaketnya robek di beberapa bagian, lutut dan sikunya penuh luka lecet.
"Tuan, Anda baik-baik saja?!" Bobby berlutut di sampingnya, suaranya bergetar.
Vous mencoba tersenyum, meski jelas kesakitan. "Aku baik-baik saja..."
"Baik apanya?! Lihat tubuh Anda! Kita harus ke rumah sakit sekarang!"
Vous mendesah, mengangkat tangannya untuk menepis bantuan Bobby. "Jangan lebay, Bob... aku masih bisa berdiri sendiri."
Tapi saat mencoba berdiri, tubuhnya oleng. Arnold buru-buru menahan bahunya.
"Bro, lo yakin nggak mau diperiksa dulu? Lo berdarah banyak banget, tahu?"
Vous menyeka pelipisnya yang penuh darah, lalu menatap merahnya di telapak tangannya dengan tatapan kosong. "Nggak usah. Kita pulang aja."
Bobby menatapnya tajam, marah sekaligus khawatir. "Kalau keadaan Anda memburuk, saya yang akan menyeret Anda ke rumah sakit."
Tanpa menunggu jawaban, Bobby membantu Vous masuk ke mobil. Arnold dan yang lain memastikan mereka aman sebelum akhirnya pergi.
Sepanjang perjalanan pulang, hanya keheningan yang menemani. Bobby tak bicara. Vous juga tidak.
Sesampainya di mansion, Bobby membuka pintu, tapi Vous menepis bantuannya lagi.
"Jangan perlakukan aku seperti anak kecil, Bob."
Bobby menatapnya dingin. "Kalau begitu, jangan bertindak seperti orang bodoh."
Untuk pertama kalinya malam itu, Vous tertawa kecil, meskipun tubuhnya masih terasa remuk. "Fair enough."
Namun jauh di dalam hatinya, ia tahu. Ini belum berakhir. Dan jika Austin sampai tahu, keadaan akan menjadi jauh lebih buruk.

KAMU SEDANG MEMBACA
' (𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒)
Teen FictionSeorang remaja, satu-satunya pewaris keluarga mafia paling berpengaruh, memilih menjalani hidup sederhana. Bukan karena ia tidak bisa menikmati kemewahan, tetapi karena ia muak dengan belenggu yang selalu mengikatnya. Ia ingin merasakan kebebasan-se...