Malam itu begitu dingin. Salju turun dengan deras, menyelimuti setiap sudut kota dalam keheningan yang menusuk. Angin berhembus kencang, membawa bisikan sunyi yang seakan memahami kekosongan hati Vous.
Ia duduk di atas kasur empuknya, memeluk kedua kakinya yang terbungkus selimut hangat. Tatapannya kosong, wajahnya pucat, seolah kehilangan cahaya kehidupan. Bahkan salju pun seakan ikut bersedih, menurunkan butiran es yang kian lama berubah menjadi badai.
Jauh dari siapa pun yang mengenalnya.
Jauh dari Daddynya yang dulu selalu mengekangnya.
Jauh dari kehidupan yang ingin ia lupakan.Jerman.
Dua tahun lalu, ia melarikan diri ke negeri ini, meninggalkan segalanya tanpa jejak. Ia memilih hidup di apartemen kecil kelas menengah, cukup untuk berlindung dari dunia yang selalu menuntut lebih darinya.
Pagi hingga siang, ia bersekolah layaknya remaja biasa.
Malam hari, ia bekerja di kafe untuk bertahan hidup.Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Tak ada yang tahu dari mana ia berasal. Semua ini dilakukan demi satu hal—kebebasan.
Namun, sekeras apa pun ia berusaha melupakan, ingatan itu tetap membelenggunya. Kejadian kelam itu terus terulang dalam kepalanya, menghantui setiap mimpinya. Ia tahu, tak ada psikiater yang bisa menghapus luka yang tertanam begitu dalam.
Kini, yang tersisa hanya dirinya, kesepian, dan ketenangan semu yang ia ciptakan sendiri.
Tapi dunia tidak akan membiarkannya bersembunyi selamanya.
Selama dua tahun, Daddynya tidak pernah berhenti mencarinya. Ia menyisir setiap sudut dunia, mengerahkan semua yang ia miliki untuk menemukan putranya. Dan kini, setelah pencarian yang panjang, ia akhirnya menemukannya—dua bulan lalu.
Tapi ia memilih diam.
Bukan karena ragu, bukan karena menyerah, tapi karena ia ingin membiarkan Vous merasakan kebebasannya untuk terakhir kali.
Sebelum semuanya berakhir.
Brum.
Brum.
Brum.
Deru motor memenuhi udara, memecah kesunyian kawasan bangunan megah yang menjadi markas mereka. Sorakan menggema di antara kerumunan, penuh semangat dan antusiasme. Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja tiba—Vous, menunggangi motor kesayangannya yang berwarna perak, kilau bodinya memantulkan cahaya sore yang mulai meredup.
Di belakangnya, deretan motor lain mengikuti, membentuk barisan rapi yang tampak begitu mendominasi. Itu Geng Monsta—geng yang dibentuk oleh sahabatnya, Devis. Namun, meskipun ia adalah ketua, Vous tidak pernah benar-benar menginginkannya. Mereka hanya terlalu dekat, terlalu gigih memaksanya, hingga pada akhirnya ia menyerah dan menerima peran itu dengan pasrah.
Kilas Balik—Pagi Hari
Area sekolah yang luas tiba-tiba menjadi lebih ramai dari biasanya. Lorong-lorong yang biasanya hanya diisi suara langkah kaki dan obrolan pelan, kini dipenuhi bisikan kagum dan teriakan histeris.
Geng Monsta tiba disana, dengan langkah penuh kepercayaan diri, mereka melewati barisan siswa yang menatap penuh rasa ingin tahu. Beberapa tampak terkesima, beberapa lagi terlihat takut. Namun, tak ada yang berani menghentikan mereka.
Saat sampai di lorong kelas, Vous berbelok ke kanan, melangkah masuk ke dalam kelas XI-A.
Begitu ia menjejakkan kaki di dalam, tatapan berbinar langsung tertuju padanya.
Huh... mereka gila, ya? batinnya dengan datar.
Tanpa memedulikan tatapan itu, Vous melangkah menuju bangkunya di sebelah Arnold, lalu duduk dan menyandarkan kepalanya ke meja.
"Bos."
Vous menoleh tanpa ekspresi.
"Lo tau berita yang lagi viral tadi malem?" tanya Arnold, suaranya penuh nada serius.
Vous menggeleng, malas menanggapi.
"Katanya keluarga Pouvez, mafia dari Prancis, datang ke Jerman."
DEG!
Seperti tersambar petir di siang bolong, jantung Vous berdegup lebih kencang. Napasnya tercekat.
Ia mencoba mengalihkan pandangan, menghindari tatapan Arnold yang mulai penuh kecurigaan.
"Dev, lo kenapa? Lo sakit?"
Vous menggeleng cepat.
"Lo sakit, kan, Dev?"
Tarikan napas panjang terdengar sebelum akhirnya Vous menjawab, "Enggak. Aku sehat."
Tak ada perbincangan lain setelah itu, bahkan sampai guru masuk ke kelas untuk memulai pelajaran.
Sepulang sekolah, Vous langsung ikut teman-temannya menuju basecamp. Suasana di dalamnya ramai, penuh dengan suara tawa, teriakan, dan obrolan riuh. Bangunan berarsitektur modern dengan dinding kaca itu dipenuhi oleh anggota geng yang saling bercanda, menikmati sore dengan kebebasan yang mereka anggap abadi.
Namun, Vous hanya diam. Ia tidak ikut tertawa seperti yang lain, hanya menatap mereka dengan ekspresi kosong.
Dari sudut ruangan, Vito meraih remote televisi dan menekan tombol merah.
_"Dini hari ini, Tuan Pouvez datang dari Kanada untuk kunjungan kerja dengan salah satu orang—"_
Klik.
Layar televisi tiba-tiba mati.
Semua menoleh ke arah Vous yang kini menggenggam remote itu erat. Mata mereka dipenuhi kebingungan.
Ruangan yang sebelumnya riuh kini mendadak sunyi. Hanya terdengar suara aktivitas kecil di sekitar, namun tak ada yang berani membuka percakapan. Vous menyandarkan tubuhnya ke sofa, wajahnya tanpa ekspresi.
Tiba-tiba…
Tap. Tap. Tap.
Suara langkah kaki berat menggema di seluruh ruangan, bergema dengan ritme yang begitu mengintimidasi.
Mereka semua menegang.
Beberapa bahkan ingin berteriak histeris saat sosok yang begitu terkenal dengan kebengisannya kini berdiri di hadapan mereka.
Ketua Mafia. Tuan Pouvez.
Vous belum sempat bereaksi ketika sebuah tangan besar mencengkeram lengannya.
DEG!
Vous menoleh—dan dunianya seakan berhenti. Daddy?.
Ia tersentak, tapi tak sempat melawan. Tubuhnya langsung terangkat, digendong dengan mudah seperti anak kecil, posisi tubuhnya melekat erat pada pria itu—ala koala yang ketakutan.
Namun, Vous tidak memberontak.
Karena saat ini, yang ia rasakan bukan hanya terkejut, tetapi juga sesuatu yang lain—badannya terasa lemah, panas membakar tubuhnya.
"Maaf, Tuan."
Suara Lio memecah keheningan. Semua menoleh padanya, termasuk Vous yang masih dalam gendongan pria itu.
"Dia teman saya... Anda ingin membawanya ke mana?"
Sebuah pertanyaan bodoh yang jelas dipicu oleh kepanikan.
Mata pria itu menatapnya tajam, suaranya dingin dan tegas.
"Dia anak saya. Dan saya akan membawanya pulang."
Semua orang langsung bungkam. Bahkan Arnold menunduk, tak berani melihat ke arah siapa pun.
Tanpa sepatah kata lagi, pria itu melangkah keluar, membawa Vous yang tertidur lemah di dalam pelukannya.
Dan dengan itu, kebebasan yang Vous perjuangkan selama ini berakhir dalam hitungan detik.

KAMU SEDANG MEMBACA
' (𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒)
Roman pour AdolescentsSeorang remaja, satu-satunya pewaris keluarga mafia paling berpengaruh, memilih menjalani hidup sederhana. Bukan karena ia tidak bisa menikmati kemewahan, tetapi karena ia muak dengan belenggu yang selalu mengikatnya. Ia ingin merasakan kebebasan-se...