Sesuai yang dijadwalkan, Anastasia dan Zale akan pergi ke daerah Leulal. Daerah yang makmur yang perbatasan dengan Istir. Katanya kedua daerah itu sangat akur dan bahkan pemimpinnya saling kenal baik.
Gaun biasa dengan sebuah tas, Anastasia merubah warna matanya menjadi hijau. Dia akan selalu mengganti warna matanya, semua keluarganya juga begitu. Karena ciri khas mereka yang bisa saja di kenali mereka merubah warna mata mereka.
Anastasia menempel kertas hasil buatan Rastan, itu semacam stiker di dunianya dulu. Kertas berisi sebuah gambar yang bisa menempel pada kulit tidak akan lepas jika terkena air, bisa di hilangkan dengan cairan khusus. Katakan saja itu tato tidak permanen.
Kertas berbentuk sebuah luka Anastasia tempelkan di pipi kanannya, dengan begini dia tidak begitu dikenali.
"Kau sudah siap?" Zale naik ke atas kudanya. Mereka akan pergi dengan menggunakan kuda, agar tidak memakan banyak waktu. Karena normalnya daerah itu bisa di jangkau dalam waktu dua hari.
"Yup." Anastasia menarik tudung jubahnya, ini sudah tengah malam dan waktu yang tepat untuk mereka pergi.
Zale memimpin jalan, dia menarik tali kekang kudanya agar kuda itu berlari. Diikuti Anastasia.
Mereka akan menuju daerah terpencil dimana pasar gelap yang biasa mereka datangi berada dan akan menitipkan kuda mereka di toko jam sedangkan mereka akan ikut kereta kuda pedagang untuk sampai ke sana.
Dua hari perjalanan.
***
Setelah menitipkan kuda mereka pada Daisy dan menemukan kereta kuda yang kebetulan akan pergi ke Leulal, keduanya bersiap.
Kereta kuda dengan penutup dari terpal sederhana adalah tempat mereka sekarang. Bersandar pada jerami-jerami kering yang ada di bagian dalam kereta.
Zale tertidur dengan bersandar pada tumpukan jerami sedangkan Anastasia menunduk dengan lutut terlipat.
"Kalian akan pergi ke Leulal?"
Ini adalah angkutan atau kendaraan yang biasanya digunakan pedagang ataupun rakyat bisa untuk bepergian tidak heran jika isi kereta ini biasanya para pedagang.
Anastasia mengangguk pelan. "Ya."
"Aku juga." Seorang wanita yang mungkin seumuran Ayahnya tersenyum, tempatnya berada adalah di depan Anastasia. "Pemimpin disana ramah."
Kabar burung mengenai Count Apoem yang ramah dan baik hati terdengar simpang siur. Itulah kenapa Anastasia agak kaget saat tau jika disana akan penjualan manusia.
"Tapi kau harus berhati-hati." Kereta ini berjalan sebelum fajar menyingsing, sebab itu banyak yang tertidur. Bahkan hanya Anastasia, wanita itu dan seorang lagi yang masih bangun. "Kau cantik, bisa saja kau akan dijual."
"Aku pernah dengar jika disana ada hal seperti itu tapi aku tidak tau jika itu benar-benar ada." Anastasia harus tetap menggali informasi walau sedikit. "Aku tidak secantik itu, aku punya bekas luka disini." Anastasia menunjukkan bekas luka yang adalah tato palsu di pipinya.
Wanita itu tampak kaget, bahkan sampai menutup mulutnya. "Ya ampun, kau pasti melewati sesuatu yang sulit."
Anastasia terkekeh pelan. "Begitulah. Saya pergi dengan adik saya karena berharap disana akan mendapatkan kehidupan yang baik."
Wanita itu mengangguk. "Aku sudah beberapa kali ke sana. Ini hanya beberapa saran karena aku pernah ke sana." Anastasia menatap wanita itu. "Jangan terlalu percaya jika ada yang menawarimu pekerjaan di kota lain, biasanya mereka akan menculikmu dan menjualmu di pasar gelap."
"Itu sangat mengerikan." Anastasia bergindik. "Akan aku ingat. Terimakasih."
Wanita itu mengangguk.
Anastasia mendekat ke arah Zale, dia berbaring di samping adiknya itu. Sepertinya Count Apoem mungkin tau tentang hal ini, bahkan bisa saja Pangeran Eurasia memerintahkan mereka untuk menyelidiki ini karena Count Apoem.
Wilayah Count Apoem lumayan luas dan dia baru untuk gelar Count yang ia miliki. Jadi Count itu mungkin belum bisa menguasai semua perkembangan yang ada di daerahnya sampai meminta bantuan Istana. Lagipula itu juga bisa jadi masalah nantinya. Karena biasanya para pedagang manusia di kota-kota lain ujung-ujungnya akan menjual ke Ibu kota demi harga yang lebih tinggi.
Dia lebih baik beristirahat sebentar, dia akan memikirkan itu saat pagi nanti.
***
Kereta kuda itu berhenti di salah satu kota. Kota sederhana dengan banyak ladang dan sawah.
Suasana ini sangat menyenangkan.
"Ini." Zale mengulurkan sebuah roti ke arah Anastasia yang duduk di bawah pohon sambil menatap sawah dan ladang yang jaraknya agak jauh dari kereta mereka tumpangi.
Anastasia meraih roti tersebut. "Informasi yang diberikan itu benar. Mereka akan menawarkan pekerjaan dan sepertinya dengan imbalan yang besar jadilah banyak orang yang tergiur ujung-ujungnya mereka malah dijual." Anastasia memakan rotinya.
Zale duduk disamping Kakaknya itu. "Sepertinya saat sampai di sana kita harus menarik perhatian mereka."
"Kita pura-pura saja terima tawaran itu jika di berikan." Anastasia bersandar pada pohon dibelakangnya. "Aku tidak menyangka hal itu terjadi di daerah Count Apoem."
Zale meminum supnya. "Itu wajar saja, dia baru diangkat menjadi Count. Banyak orang yang mungkin merasa dia masih Count baru yang tidak tau apa-apa, itu kenapa mereka bertingkah."
"Aku bahkan sempat berpikir jika Count Apoem datang ke Istana sekaligus meminta pertolongan mengenai ini." Anastasia menatap sawah di hadapan mereka.
"Bisa jadi," Zale mengangguk. "Tapi Leulal juga di bantu oleh Istir. Mereka bertetangga dan saling membantu."
"Mungkin mereka hanya ingin tau respons Istana tentang hal ini. Karena hubungan mereka sebentar lagi akan erat setelah Putri Estella dan Count Apoem bertunangan. Jadi tidak ada salahnya untuk meminta bantuan." Anastasia memakan potongan terakhir rotinya. "Aku masih lapar."
"Pergilah beli lagi." Zale menatap Anastasia. "Ada buah langka tadi yang aku lihat, tapi akan aneh kalau orang seperti kita sekarang yang membeli itu."
Anastasia berdiri. "Aku mau beli beberapa lagi, aku masih lapar." Anastasia berjalan dia melangkah menuju pasar kecil yang agak sepi, kota ini hanya akan ramai kalau ada yang melewati untuk tiba di kota lain. Perputaran ekonominya agak lambat, tapi bisa dikatakan tetap makmur. Lihat saja wajah-wajah bahagia itu, walau tempat tinggal mereka tidak mewah.
Membayar beberapa roti yang ia beli, Anastasia tidak sengaja ditabrak oleh seorang anak kecil.
"Kau baik-baik saja?" Anastasia membantu gadis kecil itu berdiri. "Ada yang sakit?"
Gadis kecil itu menggeleng. "Tidak." Gadis itu menatap roti di tangan Anastasia.
Melihat itu Anastasia meraih satu roti miliknya dan memberikan pada anak itu. "Makanlah."
Mata gadis itu berbinar. "Termakasih!" Gadis kecil itu berlari kegirangan.
Anastasia berdiri dia berjalan menuju kereta mereka yang akan segera berangkat.
"Kau lama sekali." Zale kembali membaringkan badannya di atas jerami. "Katanya kau beli banyak."
"Tadi aku berikan orang lain. Dia kelihatan menginginkan roti itu." Anastasia duduk disamping Zale.
Zale mengangguk.
Perrjalanan mereka kembali berlanjut.
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWS (3) - Anastasia
FantasyThe Another World Series (3) - Anastasia Cerita berdiri sendiri. Dioxazine. Pada umumnya orang lain hanya akan menganggap itu nama dari salah satu keluarga bangsawan yang tidak terlalu kaya dan tidak terlalu kekurangan, biasa. Tapi bagi yang menge...