33. Tamu

1.7K 289 13
                                        

Kedatangan Maria tidak membuat Rafael kaget, artinya Rafael tau Maria akan datang.  Ya, aneh juga jika Maria datang tiba-tiba begitu saja ke rumah orang lain.

Makan siang itu diisi oleh cerita Maria, Anastasia menanggapi namun dia agak malas karena Kakaknya terus-terusan menggodanya dan Rafael.

Walaupun Rafael agak menyebalkan belakangan ini dia tetap masih memiliki perasaan pada Rafael. Maria tau itu dan sengaja mengganggunya.

Maria dan Anastasia berjalan di taman setelah makan siang, sedangkan Rafael tampaknya agak sibuk.

"Itu sudah sangat lama." Maria mengibaskan tangannya. "Dia mungkin malah menyukaimu sekarang."

"Bagaimana bisa? Dia tambah menyebalkan akhir-akhir ini." Cuaca siang ini tidak begitu terik. "Aku baru sadar jika dia berwajah datar tadi."

"Dia memang begitu, kan?" Maria terkekeh. "Oh, atau dia sudah menunjukkan sisi lainnya?"

"Hentikan itu, kau menyebalkan." Anastasia melirik Maria agak sinis, tapi Kakaknya malah tertawa. "Katanya dia memang sengaja membuat agar dia di kira orang dingin yang tidak tersentuh, hanya agar tidak ada wanita yang mendekatinya."

"Tapi dia mencuri hatimu dengan sangat mudah." Maria menepuk punggung Anastasia. "Dia memang sangat dingin. Awalnya saat kau bilang dia menyukaiku aku agak ragu, ya itu karena banyak rumor yang mengatakan jika dia sangat dingin, terutama pada wanita."

"Ya, tapi namanya juga rumor." Anastasia mengangguk.

"Selamat siang!"

Anastasia dan Maria yang sedang berbincang menoleh. Seorang wanita dengan rambut berwarna cokelat kemerah dengan mata hijau cerah. Siapa ini?

"Selamat siang." Anastasia membalas, sedangkan Maria memberikan tatapan ramah. "Apa anda mencari Sir Rafael?"

Wanita itu tertawa pelan. "Aku memang mencarinya tapi dia pasti sibuk jadi aku hanya berkeliling sebentar." Wanita itu menatap Anastasia dan Maria bergantian. "Apa kalian pelayan baru? Tapi pakaian kalian agak terlalu mewah untuk seorang pelayan."

Hubungan persaudaraan keduanya mungkin bukan seperti saudara yang saling menyayangi, mereka lebih mirip ingin menghabiskan nyawa satu sama lain. Tapi, isi kepala mereka sama dalam memandang seseorang.

Maria menarik ujung bibirnya, dia membuka kipas yang selalu ia bawa dan digunakan untuk menutup separuh wajahnya. "Kami hanya tamu Sir Rafael."

"Benar. Mana mungkin pelayan akan menggunakan pakaian semewah ini." Perempuan itu tertawa. "Maafkan ketidak sopanan saya."

Dari wajah yang ditunjukkan oleh Maria, jelas sekali kalau Kakaknya itu tidak menyukai orang di depan mereka ini. Lagipula kenapa mereka bisa tidak sengaja berpapasan begini, padahal taman ini sangat luas.

"Kalau tidak salah, anda adalah Nona Maria, bukan?" Wanita itu tampak memperhatikan Maria sejak tadi.

"Anda sangat teliti." Maria tertawa ringan. "Saya Maria Dioxazine, Nona."

Wanita itu tampak senang, bahkan sampai memegang tangan Maria. "Ya ampun, aku tidak menyangka akan bertemu Anda disini. Saya sangat mengagumi Anda!"

Anastasia memberikan tatapan aneh, apa-apaan orang ini. Tadi mengata-ngatai sekarang malah mengatakan jika dia adalah pengagum Maria. Aneh-aneh saja.

Maria tersenyum. "Kalau tidak salah anda adalah Tuan Putri dari Kerajaan Urusua, apa aku salah?"

Perempuan itu mengangguk. "Benar. Kita bertemu di beberapa acara, tapi belum sempat berbincang."

Maria tertawa pelan. "Berarti anda adalah Putri Sian?"

"Benar sekali. Aku senang karena dikenali oleh penata busana Kekaisaran." Mata Putri Sian tampak berbinar.

Putri Sian, dia adalah Putri dari kerajaan tetangga, yaitu Urusua. Salah satu pemasok hasil pertanian ibu kota dan kota lain.

"Suatu kehormatan, seorang Putri sampai mengingat saya." Maria menunduk, memberikan hormatnya.

"Kau tidak perlu melakukan itu!" Putri Sian menahan Maria. "Biasa saja padaku."

Anastasia merasa terabaikan, sepertinya dia pergi saja dari sini. "Aku kembali."

"Yang Mulia." Maria cepat-cepat menahan Anastasia. "Dia adalah adik saya."

Tatapan yang sangat berbeda, ketika pada Maria tatapan itu begitu berbinar tapi saat tatapan itu sampai pada Anastasia, tatapan itu berubah malas dan agak sinis.

"Salam, Yang Mulia." Anastasia dengan agak ogah-ogah memberikan salam. "Saya harus pergi."

"Kau mau kemana?"

Anastasia baru saja berbalik badan dan hendak menjauh, tapi kedatangan pemilik rumah ini agak mengangetkan Anastasia.

"Menara." Anastasia membalas agak malas. Anastasia menggerakkan tangannya sedikit yang hanya bisa di lihat oleh Rafael yang berhadapan padanya, gadis itu lalu memutar bola matanya malas.

Rafael yang mengerti apa maksud Anastasia sedikit tersenyum. "Ajak beberapa pejaga bersamamu."

"Tidak akan ada yang mencelakaiku juga disana." Anastasia menggeleng. "Oh, kalau kau mau datang, datang saja. Disana sangat banyak buku."

"Aku akan menyusul." Maria mengangguk.

"Kau tampak dekat dengannya." Seperti tamu tidak diundang, Putri Sian memeluk satu tangan Rafael, dengan wajah agak di buat memelas, dia menatap Rafael. "Kau bahkan sampai tersenyum seperti itu."

Kalau boleh, Anastasia akan muntah sekarang juga. Apa Putri ini tidak sadar kalau apa yang dia lakukan malah terasa menjijikkan?

Rafael melepaskan tangan Putri Sian dari tangannya. "Yang Mulia sebaiknya menunggu di dalam, cuaca mulai terik."

"Kau benar-benar sangat perhatian padaku!" Putri Sian memeluk lagi lengan Rafael, bahkan dari wajah Rafael kentara sekali kalau laki-laki itu tidak merasa nyaman.

"Hati-hati." Rafael mengatakan itu sebelum Anastasia pergi dan sepertinya Anastasia paham situasi yang ada disini. Putri Sian tampaknya menyukai Rafael, sayangnya Rafael tentu tidak menyukai Putri Sian.

Anastasia pergi saja dia masih bisa merasakan tatapan tajam yang pasti berasal dari Putri itu.

***

"Putri Sian memang menyukai Rafael." Ran menanggapi saat Anastasia bercerita tentang seorang Putri dari Urusua yang kelihatan menyukai Rafael.

"Sangat kelihatan memang." Anastasia mengangguk. "Tapi dia agak menyebalkan jujur saja."

"Dia memang seperti itu." Ran meletakkan sebuah buku di atas meja yang biasa digunakan oleh Anastasia. "Ini tentang sihir dan serangga."

"Terimakasih." Anastasia tersenyum.

Ran bersandar pada meja yang digunakan Anastasia. "Kalau boleh jujur, aku lebih mendukungmu dengan Rafael."

Ran dan Anastasia memutuskan untuk memanggil satu sama lain dengan nama, itu lebih baik juga agar mereka bisa lebih dekat lagi.

Pernyataan Ran agak membuat Anastasia kaget. "Apa? Denganku?" Anastasia mengipasi dirinya sendiri. Dia memang menyukai Rafael, tapi tampaknya sampai sekarang cinta itu masih bertepuk sebelah tangan. "Tidak mungkin."

"Kau menyukainya, kan?" Ran menatap Anastasia yang telinganya agak memerah karena malu. "Kau sampai tersipu seperti ini." Ran terkekeh.

Anastasia menutupi telinganya yang memerah. "T-tapi aku tidak yakin dia akan menyukaiku."

"Dia bahkan sudah menunjukkan sisi lainnya padamu." Ran terkekeh. "Dia pasti mulai tertarik padamu juga."

Tapi..  Dia Dioxazine.

Tangan Anastasia yang memegang telinganya sejak tadi perlaham turun. Anastasia tersenyum. Rasa panas yang awalnya ada di sekitar wajahnya karena malu, lenyap seketika.

"Terimakasih. Tapi rasanya itu tidak mungkin terjadi." Anastasia menghela nafas. "Berada di sekitarnya saja aku sudah bahagia."

Ran menatap Anastasia. "Aku ingin menceritakan ini, tapi aku tidak memiliki hak tersebut."

"Tentang apa?" Anastasia bertanya.

"Menurutmu kenapa begitu banyak buku tentang serangga di sini?"

.. ..

TAWS (3) - Anastasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang