16. Percakapan

1.6K 312 32
                                    

Hanya iseng, dia akhirnya pergi ke kediaman Baron Dioxazine. Sebuah portal muncul di dinding kamar Rafael.

Portal itu berada di sebuah pohon yang ada di dekat kediaman tersebut. Langkah pertamanya bertemu dengan rumput yang agak basah karena embun.

Suasana malam itu sepi, semua orang pastinya sudah tidur pada jam ini. Dia akan segera kembali.

"Kau bisa dianggap pencuri."

Suara pelan itu membuat Rafael menoleh, dia menatap Putri ketiga dari keluarga Dioxazine yang berada di balkon kamarnya. Tampak kaget saat mata keduanya bertemu.

"Kau sangat menyukai Kakakku, heh?" Rafael menaikkan sebelah alisnya, kenapa Nona itu bisa tau? "Aku sudah tau kau siapa, Tuan Rafael Aesreron."

Rafael mendengkus pelan, dia ketahuan sepertinya.

"Ini waktunya untuk tidur, Nona." Rafael menatap gadis yang berada di balkon itu, rambut kelam gadis itu bergerak saat di tiup angin.

"Tuan sudah jauh-jauh kemari, bagaimana kalau kita berbincang sebentar?" Anastasia tersenyum. "Tunggu." Anastasia masuk ke dalam.

Rafael ingin menolak karena dia hanya iseng datang kemari, tidak menyangka masih ada yang bangun di kediaman itu.

Gadis berambut hitam segelap malam dengan mata ungu seperti bercahaya ketika terkena cahaya bulan itu berjalan mendekat.

"Mau berjalan-jalan?" Anastasia tersenyum, dia mengulurkan sebuah mantel ke arah Rafael. "Aku tidak tau itu akan cukup atau tidak, itu punya Kakakku."

Meraih mantel berwarna hitam tersebut, Rafael memakainya. "Terimakasih."

Anastasia tersenyum.

Keduanya berjalan ditemani dengan suara serangga malam dan bulan yang menyinari.

"Sekarang Tuan mungkin akan cocok dengan Kakakku." Anastasia menunduk, menatap sepatu yang ia pakai. "Dia pasti akan sangat senang."

"Aku hanya tertarik, belum sampai kesana." Rafael melirik si empunya mata ungu itu. "Nona tau darimana kalau aku adalah Aesreron."

"Anastasia saja." Anastasia tersenyum kecil. "Aku suka membaca dan tidak sengaja menemukan tentang Istir, Tuan dikenal memiliki kemampuan yang hebat dalam sihir, lalu aku dengar Tuan dan Count Apoem berteman baik. Lalu Kakakku juga bilang kalau itu benar."

Rafael mengangguk. "Apa tidak masalah kalau aku hanya memanggil namamu saja?"

"Gelar Tuan bahkan lebih tinggi dariku." Anastasia tersenyum. "Tapi kalau merasa tidak nyaman tidak masalah."

"Anastasia."

Deg!

Rasanya seperti jantung Anastasia baru saja jatuh ke perut. Beri peringatan dulu dong kalau mau memanggil. Jantung Anastasia tidak kuat.

"Nama yang cantik." Rafael tersenyum.

Wajah Anastasia terasa memanas, bahkan telinganya sudah memerah. Beruntung ini malam hari jadi semburat merah di wajah Anastasia tidak terlihat.

"Nona Maria orang yang seperti apa?"

Tau rasanya diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke dasar jurang? Itu rasa yang Anastasia rasakan.

Anastasia cepat menertralkan wajahnya. "Dia cerewet."

Rafael terkekeh pelan. "Benarkah?"

Kepala Anastasia terangguk pelan. "Dia suka mengganggu, dia suka barang mewah dan maniak batu-batuan berharga. Ini darinya, katanya mirip dengan mata kami." Anastasia menunjukkan gelang dengan batu permata berwarna ungu ditangannya. "Tapi aku tetap menyayanginya, dia membelaku jika ada yang mengejek. Aku jarang tampil di publik karena aku tidak secantik saudariku yang lain. Aku tidak memiliki keahlian bersosialisasi dengan baik."

TAWS (3) - Anastasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang