42. Sebuah Celah

1.2K 196 8
                                    

Terhitung, ini sekitar seminggu. Rafael melirik keluar jendela ruang kerjanya, akhir-akhir ini semua terasa tenang. Tapi pikirannya tidak.

Anastasia, gadis itu belum juga kembali. Ya, itu bukan urusan Rafael, toh gadis itu bebas kemana saja sesuka hatinya, dia tidak terikat dengan Istir.

Semua penjelasan dan bukti membuat Rafael akhirnya tidak lagi meragukan Anastasia. Walaupun rasanya dia masih tidak percaya, diusia yang muda, bahkan seorang perempuan bisa menjadi bagian dari sesuatu yang berpengaruh.

Kadang Rafael pergi ke Istana untuk melaporkan beberapa hal, tapi dia tidak pernah bertemu dengan Anastasia. Padahal di surat gadis itu, katanya dia berada di Istana, dia sering menemani Katania, calon Putri Mahkota.

Ketenangan ini agak tidak Rafael sukai, dia menyukai sesuatu yang tenang tapi ini terlalu tenang. Karena pencurian batu sihir saat itu, kini mereka benar-benar memperhatikan penambangan batu sihir yang dilakukan. Semua akan di data dan di laporkan langsung pada Rafael. Irion bekerja keras juga tentang hal ini.

Ini sudah sangat lama dari terakhir kali Rafael merasakan kekosongan dihatinya. Dulu bahkan dia sampai tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri karena kehilangan.

Gadis bermata hijau bagai zamrud, dan rambut berwarna merah muda yang sangat lembut. Gadis yang selalu tersenyum dan selalu menyukai kupu-kupu.

Itu salah satu alasan kenapa Rafael agak tertarik saat tau Anastasia menyukai kupu-kupu, bahkan sampai memelihara kupu-kupu tersebut. Rafael tau beberapa hal tentang kupu-kupu, walau tidak begitu banyak. Semua karena dia.

Kupu-kupu sangat menyukai gadis itu, kemanapun gadis itu pergi pasti akan selalu ada kupu-kupu yang mendekat. Itu kenapa dia mengikuti kupu-kupu saat itu dan akhirnya bertemu dengan Anastasia.

Mereka seperti sama tapi berbeda.

Rosieta, tunangan Rafael yang pergi  sekitar empat tahun yang lalu. Gadis dengan senyuman cerah yang selalu membuat Rafael merasa hangat.

"Tuan tidak menyambut?"

Rafael sadar dari lamunannya, matanya menatap tangan kanannya yang berdiri di depan pintu. "Menyambut? Siapa?"

"Nona Anastasia sudah kembali." Irion tersenyum. "Tapi Nona datang bersama Pendeta Tarrant."

"Tarrant?" Rafael mengerutkan kening. Ia berdiri dari kursinya. "Sepertinya aku akan pergi."

***

Wajah Anastasia kentara sekali terganggu, dia tidak mau repot-repot menutupi ekspresi terganggu pada Tarrant. Tapi sepertinya laki-laki itu pura-pura tidak tau.

"Belajar bisa dari mana saja, kan?" Tarrant tersenyum. "Padahal jika kita bersama Nona akan dapatkan banyak hal."

"Aku akan mengabdi pada Gereja, jadi terimakasih." Anastasia memaksakan senyuman. "Lebih baik Tuan kembali ke Kuil. Pasti banyak jemaat yang menunggui anda."

Tarrant tersenyum. "Ya, tapi aku akan disini sementara waktu."

Uhh, menyebalkan. Anastasia benar-benar kesal. Anastasia juga tidak tau bagaimana caranya dia bisa berada dalam situasi ini.

Awalnya ia hanya iseng pergi ke Kuil ketika berada di Ibu Kota, Kuil memang tempat suci, tapi terkadang ada begitu banyak hal yang tersembunyi. Pada dasarnya Anastasia tau siapa penjahat di novel ini, jadi dia hanya ingin mencari informasi saja. Siapa tau Tarrant ada hubungannya dengan ini, karena jujur saja Anastasia hanya sebatas tau jika Tarrant adalah penjahat di novel ini, tapi dia lupa apa yang Tarrant lakukan selain merebut Putri Mahkota dari Pangeran Eurasia. Kalau tidak salah pada akhirnya Tarrant akan mati, dia lupa bagaimana caranya tapi itulah yang terjadi.

Tapi merebut Putri Mahkota tidak akan berakhir seperti itu, entahlah. Intinya orang ini adalah calon mayat pada masa depan.

"Selamat siang, Pendeta Tarrant." Rafael muncul, berjalan mendekat dengan Irion dibelakangnya.

Saatnya menyelamatkan diri. Anastasia cepat-cepat berjalan kebelakang Rafael.

Kedua orang ini calon penerus dari keluarga mereka masing-masing, tapi sejak awal tidak pernah akur. Semua akan baik-baik saja, lagipula nantinya Tarrant akan mati.

"Sir Rafael, selamat siang." Tarrant tersenyum. "Aku hanya mengantar Nona Anastasia."

Rafael melirik Anastasia yang memberikan ekspresi aneh pada Tarrant. "Selamat datang kalau begitu." Rafael mengusap belakang kepalanya. "Tapi tolong jaga jarak sebisa mungkin dari Nona Anastasia."

Tarrant yang awalnya tersenyum, berubah menjadi seringai yang agak mengejek. "Kenapa? Apakah itu peraturan baru di Istir?"

Rafael mengangguk, membuat Tarrant dan bahkan Anastasia kaget. "Nona Anastasia orangku disini, jika dia terusik maka aku juga."

Tarrant tertawa. "Maafkan aku Sir Rafael. Aku hanya ingin lebih dekat dengan Nona Anastasia, dia sangat menarik bukan?"

Rafael menarik ujung bibirnya. "Kau memiliki tunangan, kenapa mendekati orang lain?"

Tarrant kelihatan kaget, tapi cepat-cepat mengendalikan ekspresinya dengan tertawa. "Ah, Sir Rafael masih dendam padaku karena hal itu?"

Tinggu, ini ada di dalam novel ya? Kok dia tidak ingat? Tarrant punya tunangan? Siapa? Tapi seingatnya tidak ada.

"Dia bukan tunanganku Sir Rafael, tapi dia memilihku." Tarrant menarik ujung bibirnya. "Artinya aku masih sah untuk mencari."

Ada apa ini?

Sepertinya Anastasia sudah sangat lupa dengan cerita novel ini. Dia sampai tidak ingat tentang hal ini.

"Tuan adalah Pendeta tapi sepertinya itu tidak tercermin pada diri anda." Rafael mengepalkan tangannya. Anastasia melihat itu, sepertinya ini sesuatu yang serius bagi Rafael. Tarrant sepertinya tau sesuatu.

"Aku tetap manusia, bukan? Kesalahan adalah hal normal." Tarrant tersenyum. "Dia baik-baik saja, jika Sir Rafael mau tau keadaanya."

Mata Rafael kelihatan berubah agak sendu, ada tatapan rindu di mata laki-laki itu. Sepertinya Anastasia benar-benar melewatkan sesuatu.

"Kebalikan dia,"

Tarrant terkekeh. "Sir Rafael, dia sendiri yang memilih untuk bersamaku meskipun dia tau konsekuensinya. Jangan salahkan aku karena dia memilihku."

"Pendeta, lebih baik anda kembali." Anastasia yang tadinya berdiri dibelakang Rafael kini berdiri di depan Rafael. "Tidak baik membuat keributan di rumah orang lain." Anastasia tersenyum.

Itu bukan jenis senyuman baik, itu jenis senyuman yang memaksa agar Tarrant pergi. Ia juga sudah muak melihat wajah laki-laki penjahat itu.

"Karena Nona Anastasia yang mengatakannya, akan aku dengar." Tarrant mengusap rambutnya. "Datanglah ke Kuil jika ingin bertemu denganku, Nona."

Tarrant tersenyum dengan mirip seringai merendahkan ke arah Rafael, sedangkan pada Anastasia laki-laki itu tersenyum manis. Anastasia ingin muntah rasanya.

"Pergilah cepat." Anastasia membuat gerakan mengusir.

Anastasia berbalik, hendak menyapa Rafael tapi tampaknya perasaan Rafael sedang tidak baik hingga berjalan begitu saja.

"Tuan agak tidak enak badan sepertinya," Irion tersenyum. "Tuan begadang beberapa hari ini."

Anastasia mengangguk. "Aku mengerti." Anastasia menatap punggung Rafael. Sepertinya Tarrant dan Rafael memiliki masalah serius hingga keduanya tidak akur. Dia kira awalnya ketidak akuran diantara keduanya hanya sebatas hal biasa. Sepertinya ini lebih dari itu. "Aku bawakan anggur buatan Dioxazine, kau mau?"

. . .

10 Mei 2023

TAWS (3) - Anastasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang