51. Air Terjun

828 135 3
                                    

Sejujurnya Anastasia baru mendengar tentang sihir buruk, seumur hidupnya dia jarang berurusan dengan sihir. Bahkan setelah sekian lama dia baru berniat mengembangkan sihir agar dia tidak terlalu sulit dalam melakukan misinya. Jadi hal seperti ini agak mengagetkannya. Dia membicarakan ini dengan Daisy, kata Daisy ada yang namanya sihir hitam, jadi katakan saja Anastasia terkena sedikit sihir itu dan berdampak agak buruk pada tubuhnya. Sekarang dia belum merasakannya tapi saat sudah menyebar bisa jadi sangat buruk.

Daisy akhirnya pergi ke Hara untuk memberitahukan kondisi Anastasia guna diberikan solusi, dia tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Ayahnya mungkin tau tentang hal ini.

Anastasia merapatkan jubah yang ia gunakan, dulu dia hanya melewati pinggirannya saja, itu juga dia sudah sangat kedinginan tapi ini dia bahkan sampai memasuki daerah musim dingin itu.

"Bukannya daerah ini berhubungan dengan Kuil yang waktu itu?" Anastasia menoleh ke belakang dimana Rafael berada. Ya, Rafael tidak mengujinkan Anastasia menaiki kuda seorang diri, jadilah keduanya bersama-sama. Bahkan tidak ada penjaga yang ikut. Katanya semakin dalam daerah ini semakin sakral dan tidak semua orang bisa masuk, maka dari itu para penjaga hanya sampai di pinggiran saja. "Itu bagian mana?"

"Bagian pinggir saja, bahkan kita sudah melewatinya tadi. Karena walaupun Kuil tempat suci tapi tidak sembarang orang bisa masuk ke area terdalam hutan ini." Karena udara yang dingin, nafas Rafael saat berbicara mengeluarkan asap.

"Apa aku pengecualian?" Anastasia terkekeh, walaupun sejujurnya dia tidak merasakan jari-jari tangannya. Sarung tangan ini seperti tidak begitu membantu. "Aku bisa gila karena dinginnya."

Rafael meraih tangan Anastasia yang saling bertaut karena dinginnya suhu sekitar mereka. Dengan sihir membuat Anastasia perlahan tidak merasakan dingin. "Ayahku sudah memberikan izin jadi aku rasa tidak masalah."

"Kenapa tidak dari awal berikan aku sihir ini? Aku sudah hampir mati kedinginan." Anastasia agak mengomel. "Kau sepertinya memiliki dendam padaku."

Rafael terkekeh. "Aku baru kepikiran."

Anastasia mendengkus. "Ya, ya. Aku percaya."

Rafael hanya tersenyum, perjalanan mereka masih berlanjut sekitar beberapa menit hingga mereka sampai di depan sebuah air terjun yang tidak begitu besar namun diantara suhu dingin yang ada di hutan ini air itu tidak beku. Bahkan malah mengeluarkan asap hangat.

"Apa disekitar sini ada gunung berapi?" Anastasia turun dibantu oleh Rafael.

Rafael menggeleng. "Kalau ada seharusnya semua salju ini tidak ada."

Itu masuk akal, tapi kalau dipikirkan secara logika bagaimana bisa ada mata air dengan uap panas begini ditempat seperti ini kalau tidak karena adanya gunung api aktif. Tapi berhubung ini novel fantasi yang Anastasia pernah baca, jadi anggap saja ini keajaiban.

"Tapi airnya dingin." Air terjun itu sejujurnya tidak lebih tinggi dari dua meter, tidak terlalu besar untuk bisa dikatakan air terjun tapi cukup juga. Ada seperti kolam kecil dibawahnya, air itu disana saja tidak penuh ataupun kurang. "Airnya tidak akan pernah penuh."

Anastasia mengangguk. "Apa langsung diminum begitu saja?"

Rafael mengangguk. "Tapi walaupun kelihatan seperti air panas karena ada uap panas. Air itu aslinya dingin."

Anastasia mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam air tersebut, benar air itu dingin padahal uap asap disekitarnya panas. Tapi airnya dingin bukan seperti air es.

Meminum beberapa teguk air tersebut, Anastasia kembali berdiri. "Kalau tidak ada sihir tanganku pasti sudah beku." Anastasia mengusap tangannya yang basah pada mantel yang ia pakai.

Anastasia membiarkan Rafael melakukan hal yang sama, meminum air terjun tersebut.

"Itu bukannya landak putih itu?" Anastasia menunjuk seekor landak yang berlari begitu melihat kearah keduanya. "Dia seputih salju, aku hampir tidak menyadari keberadaannya."

"Kau seperti selalu beruntung." Rafael berjalan ke arah Anastasia.

Anastasia menaikkan sebelah alisnya. "Dalam hal?"

"Kau menemukan biji buah yang belum pernah didapatkan, dan kau bertemu dengan landak salju itu."

Anastasia mengibaskan tangannya. "Itu namanya kebetulan."

Rafael tersenyum, dia memegang kedua bahu Anastasia sebelum meraih sesuatu dari dalam mantelnya.

"Karena sangat langka dan kau yang menemukannya, jadi ini milikmu. Akan sulit kalau dibawa begitu saja." Rafael memasangkan sebuah kalung dileher Anastasia. "Jadi aku meminta agar ini dibuat jadi kalung. Bagaimana?"

Anastasia memegang kalung tersebut, sebuah kalung yang bermatakan biji buah dari Kuil yang waktu itu Anastasia tidak sengaja hampir makan. "Wow, ini cantik."

Rafael tersenyum. "Baguslah jika kau menyukainya."

"Tapi kenapa kau berikan padaku? Kata Marquess dan Marcioness kau mencari-cari biji buah itu sejak kecil. Tapi kenapa kau malah mengerikannya padaku?" Anastasia menatap Rafael.

"Kau yang menemukannya, bukan aku."

"Kalau kau tidak memetiknya tidak akan ada yang tau kalau buah itu ada bijinya." Anastasia berdecak.

"Anggap saja ini hadiah." Rafael tersenyum.

Wah, orang ini. Rambut yang putih bagai salju, bagai bersatu dengan daerah sekitarnya dengan mata merah yang kelihatan berkilau, ditambah lagi senyuman manis.

Dia bisa mimisan kalau begini.

Tes!

Salju putih yang awalnya seperti tidak ada noda tiba-tiba terdapat bercak darah.

"Hei!"

Anastasia terduduk di atas salju dengan tangan memegang mulutnya yang terus mengeluarkan benda cair berwarna merah yang membuat noda di salju yang putih.

Melepaskan tangannya yang menutup mulutnya, tangan Anastasia penuh dengan darah. Bukan lagi darah berwarna merah seperti diawal tapi darah dengan warna hitam yang agak kental memenuhi tangan Anastasia.

"Sepertinya memang ada hal buruk." Anastasia menatap Rafael yang ikut berjongkok dihadannya. "Kau jadi kotor." Anastasia melirik pakaian Rafael yang terkena darahnya.

"Itu tidak penting sekarang! Kenapa kau selalu membuatku cemas?" Rafael mengusap dagu Anastasia yang penuh dengan darah. "Ayo bersihkan dulu."

Anastasia menurut. Gadis itu diam saat Rafael membersihkan tangan dan sekitar wajahnya yang penuh dengan darah, bahkan ada beberapa rubah putih yang melihat dari balik pepohonan karena mencium bau darah. Kalau Anastasia sendiri disini dengan keadaan ini dia mungkin sudah jadi santapan siang rubah-rubah itu.

Air terjun itu menjadi sasarannya, tapi walaupun berulang kali digunakan untuk membersihkan darah Anastasia warna air itu tidak berubah tetap jernih. Bahkan saat Rafael menyiramkan air pada darah di atas salju, seketika noda darah yang ada disana hilang begitu saja seakan tidak pernah ada apa-apa.

Rafael mengangkat Anastasia naik ke atas pelana kuda sebelum dia ikut naik ke atas kuda.

"Apa terasa dingin?" Rafael memegang tangan Anastasia yang terjatuh begitu saja disamping tubuh gadis itu. "Bersandarlah."

Anastasia hanya merasa lemas, darah sebanyak itu keluar dari tubuhnya dengan cara yang agak buruk dan itu agak menguras tenaganya.

Kepala Anastasia bersandar pada dada Rafael, satu tangan Ksatria itu melingkar disekitar Anastasia. Ini nyaman walaupun Anastasia tidak bisa mengeluarkan suaranya.

Seandainya saja Rafael mencintainya, mungkin Anastasia akan sangat menyukai posisi ini. Tapi untuk sekarang lupakan saja, biarkan dia merasa bahwa dia dicintai dan dilindungi oleh Rafael walau sesaat.

. . .

Tandai kalau ada typo ;)

9 Juni 2024

TAWS (3) - Anastasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang