6. Tau Banyak Hal

2K 344 5
                                    

Karena para pelayan mengambil alih segala hal, tidak banyak yang Anastasia bisa lakukan. Dia hanya berbaring saja dikamarnya.

"Oh, tolong carikan informasi tentang calon Putri Estella." Anastasia menatap lebah yang tadinya hinggap pada bunga di kamar Anastasia. "Bawa beberapa temanmu, jangan terlalu banyak." Lebah itu terbang keluar dari kamar Anatasia.

Suara ketukan pintu membuat Anastasia yang masih nyaman bermalas-malasan hanya membalas dengan dehaman.

"Nona, Nyonya sudah kembali dan meminta anda untuk datang ke ruangannya." Seorang pelayan berdiri di depan pintu dengan kepala menunduk.

"Oh, baik." Ibunya memiliki pekerjaan di kota lain selama beberapa minggu dan akhirnya kembali, dia akan sedikit menyapa. Anastasia turun dari kasurnya, berjalan menuju ruangan Ibunya yang berada agak jauh.

Mata Anastasia berubah kaget saat membuka pintu ruangan Ibunya, puluhan kotak dan barang lain yang Anastasia yakin adalah pakaian, perhiasan dan lainnya. Ibunya ini sama dengan Maria, pencinta mode.

"Ana, kemari!"

Saudaranya yang lain juga berada di sana, bahkan Ayahnya. Ini salah satu alasan mengapa Anastasia tidak pernah membeli pakaian ataupun berbelanja, Ibunya sudah menyiapkan semua. Anastasia benci mengakui, tapi selera pilihan Ibunya selalu pas dengan apa yang dia mau.

Anastasia duduk di salah satu kursi, beberapa pelayan langsung membawa sepatu pada Anastasia.

Ibunya, Merelisa adalah wanita sosialita terkenal, bahkan banyak yang mengagumi, mirip-mirip Maria. Dengan rambut cokelat dan mata hazel banyak yang kagum dengan kecantikan yang masih ada di wajah ibunya meskipun memiliki banyak anak dan tidak muda lagi.

"Kau akan pergi ke pesta teh itu, kan?" Merelisa memegang kedua pipi Anastasia. "Akhirnya kau mau keluar juga." Merelisa mencubit kedua pipi Anastasia.

"Sakit, Bu." Anastasia meringis. Tapi Ibunya memberikan tanggapan senyuman gemas.

Lihat bahkan pakaian yang akan dia pakai di acara pesta teh itu sudah disiapkan. Dan dia yakin yang dipilihkan sang Mama pasti sesuai seleranya.

Gaun berwarna ungu dan putih yang tidak terlalu mewah dan tidak terlalu biasa saja adalah gaunnya nanti. Dia benci mengatakan tapi itu sesuai seleranya.

"Berarti kita semua akan pergi?" Rambut hitam Victor di bergerak saat anak laki-laki itu melompat-lompat saat sepatunya selesai di pasang.

"Ya, dan akhirnya Kakakmu ini mau pergi ke acara, walau hanya pesta minum teh." Merelisa duduk di sofa. "Bahkan banyak yang mengira aku hanya memiliki tiga putri karena satu putriku tidak pernah muncul."

"Aku ingat ada yang bilang kalau aslinya Anastasia itu tidak secantik dikatakan Ibu, makanya dia tidak pernah keluar." Mata ungu Zale melirik Kakaknya yang tersenyum masam.

"Aku memang jelek." Anastasia mengibaskan rambutnya kebelakang. Kenapa pelayan tidak ikat saja rambutnya sih, ini mengganggu.

"Siapa yang berani bilang kau jelek?" Anastasia yang tadinya sibuk dengan rambutnya menoleh kepada Patricia yang tersenyum. Ini pertanda buruk. "Siapa yang bilang kau jelek?"

"Menghina satu, artinya semua. Kalau mereka bilang kau jelek, artinya kami juga." Maria meletakkan satu kakinya di atas kaki lain. "Tidak ada yang boleh menghina keluargaku." Rambut cokelat itu dibiarkan tergerai dengan sebuah hiasan bunga hidup.

"Bukannya hanya orang bodoh yang akan mengatakan itu?" Edlynne mengibaskan rambut hitamnya. "Aku secantik ini bagaimana bisa saudariku jelek."

"Ini bisa jadi buku yang bagus, karena hinaan itu akan lahir penjahat baru yang menghabisi orang-orang yang mengatakan dia jelek." Rastan tertawa. "Katakan siapa yang bilang kau jelek."

"Mata mereka perlu diberikan cairan pembersih sepertinya." Zale melirik Anastasia yang mengangkat bahu.

"Biarkan saja, aku juga tidak terlalu peduli." Bukan hanya beberapa, tapi banyak rumor tentang Anastasia. Banyak yang mengira jika anak Ayah dan Ibu mereka hanya tujuh padahal delapan. Anak kelima mereka terlupakan karena tidak pernah muncul di acara-acara. Anastasia malas untuk ikut hal seperti itu, dia lebih memilih di kamarnya bersama serangga-serangganya.

Bahu Anastasia diremas pelan, pelakunya adalah Maria. "Aku akan membuatmu sangat cantik sampai tidak ada yang bisa melepaskan pandangannya darimu."

"Tidak perlu." Anastasia menurunkan tangan Maria yang memegang bahunya. "Aku tidak pernah ambil pusing dengan itu."

Semua keluarga mereka memiliki mata ungu, kecuali sang Mama. Mereka tidak terima jika saudara mereka dihina seperti itu. Walaupun Anastasia biasa saja, karena gadis itu memang malas tau dengan omongan orang.

"Baiklah." Maria mengangguk.

Diantara keluarganya yang lain mungkin dia yang paling biasa saja, ya dia tidak begitu suka pakaian atau perhiasan, bahkan Patricia tetap menyukai perhiasan meskipun pekerjaannya berat.

"Kita akan pergi bersama, semua." Suara sang kepala keluarga membuat semua orang menoleh. "Ini mungkin hanya pesta teh biasa, tapi ini pesta teh Istana, artinya akan banyak orang penting disana."

"Ayo buat keluarga kita tetap dikenal sebagai yang paling kompak!" Merelisa mengangkat tangannya.

Victor dan Zale ikut bersemangat. "Ayo!"

Keluarga ini memang paling unik.

***

"Haruskah aku datang?"

Mata semerah apel itu melirik. "Apa?

Laki-laki berambut cokelat dengan mata emerald itu memberikan selembar undangan pesta minum teh yang akan diadakan dua hari lagi.

"Calon tunanganmu itu, kan?" Rambut putih agak panjang yang diikat itu melirik temannya yang mengangguk. "Datang saja."

"Kau mau menemaniku, kan?" Count Valen Apoem, adalah calon tunangan Putri Estella yang di undang pergi ke sebuah pesta minum teh yang dibuat oleh Istana.

Mata merah itu melirik malas. "Kenapa?"

"Hei, ayolah. Aku tidak mau pergi sendiri." Count Valen duduk di kursinya. Ruang kerjanya adalah lokasi mereka sekarang. "Siapa tau kau menemukan seseorang disana."

"Tidak butuh." Rafael meletakkan undangan itu di atas meja Valen. "Kau seorang Count, pergilah."

"Ayolah, temani aku."

Rafael berdecak. "Aku tidak diundang."

"Menyamar saja jadi pengawalku." Valen menaik turunkan alisnya.

Berdecak, Rafael duduk di sofa. "Semenjak kau jadi Count, kau melunjak ya?"

Valen tertawa. "Aku hanya ingin pergi bersama temanku saja."

Rafael mengacak rambutnya. "Terserah."

"Kau ikut?" Mata Valen berbinar cerah. "Oke. Dua hari lagi acaranya. Kau pura-pura jadi pengawalku saja."

"Memang tidak ada yang akan mengenali apa?" Rafael mendengus.

"Ubah saja warna rambutmu." Valen tersenyum lebar. "Oke?"

"Terserah." Rafael berdiri, dia melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku pergi." Rafael berjalan keluar dari ruangan Valen.

Count Valen terkekeh, temannya itu memang selalu malas untuk bergabung pada keramaian. Lebih menyukai kesendirian.

Mungkin acara minum teh ini tidak buruk, lagipula disana dia akan bertemu dengan calon tunangannya yang adalah seorang Putri.

Tanggung jawab yang ditinggalkan oleh Ayahnya cukup berat, dia masih berumur dua puluh tahun dan sudah menjadi Count.

Sedangkan temannya itu sudah terlalu malas untuk mencari orang yang pas. Padahal dia sudah menawari beberapa wanita bangsawan.

Bahkan Rafael bisa memilih begitu saja, tapi laki-laki itu terlalu malas.

Dasar.

. . .

TAWS (3) - Anastasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang