29. Wajah Asli

1.5K 272 10
                                    

Makan siang itu berlangsung dengan baik setelah Anastasia membersihkan darah yang keluar dari hidungnya karena melihat senyuman Rafael. Sekarang dia bisa pergi dengan tenang, lagipula dia tidak begitu penting untuk jalan cerita novel ini. Tapi kalau dia pergi nantinya dia tidak akan melihat senyuman manis itu lagi.

Kenapa Rafael tampan sekali!

Mode dingin diam tanpa senyum saja mampu merebut hati Anastasia apalagi mode senyum manis paripurna, bisa-bisa Anastasia kehabisan darah karena terus-terusan mimisan.

Hadiah.

Anastasia diberikan hadiah oleh Ibu Rafael, Marcioness Helera. Rafael mengatakan jika Anastasia hanya membawa sedikit pakaian, dan terus-terusan memakai pakaian yang sama selama seminggu ini.

Padahal itu bohong. Benar dia hanya membawa sedikit pakaian, itu karena dia malas. Lagipula dia bisa membeli pakaian disini, atau meminta Maria untuk mengirimkan pakaian yang pas padanya, ada juga Ibunya yang selalu memberikan pilihan sesuai selera Anastasia.

Dia tidak tau jika Rafael agak menyebalkan. Tapi tidak menurunkan rasa cintanya pada Rafael, semua cintanya kembali begitu Rafael tersenyum manis.

Helera hanya mengatakan jika Ibu Anastasia adalah pemilih pakaian yang hebat. Tapi setiap orang memiliki kekurangan jadi anggap saja Anastasia tidak seperti Ibunya yang ahli memilih pakaian. Anastasia senang karena Marcioness Aesreron itu tidak seperti menjatuhkan Anastasia, bahkan seperti memaklumi.

Dia jadi merasa nyaman, karena biasanya dia akan langsung dibanding-bandingkan dengan saudari-saudarinya yang lain.

Lemari pakaian yang awalnya hanya berisi beberapa pakaian kini sudah tidak lagi muat. Bahkan semua pakaian itu akhirnya pindah ke ruangan lain yang memiliki ruangan pakaian--Walk In Closed.

Dia awalnya akan pindah karena pakaian-pakaian itu yang muat pada ruangan lain, tapi pada akhirnya Anastasia tetap di kamarnya, pakaian-pakaian itu yang berada di tempat lain.

"Pakaian gratis yang bagus, kan?" Rafael bersandar pada pintu dengan senyuman tipis.

Anastasia mendengkus. "Aku tidak tau anda akan sangat menyebalkan, Tuan."

"Tanpa aku mengatakannya pun pakaian-pakaian ini akan jadi milikmu." Rafael menggerakkan dagunya, membuat para pelayan yang sedang merapikan barang-barang yang ada mempercepat pekerjaan mereka dan keluar dari ruangan tersebut. "Ibuku memang berencana meberikan semua ini padamu."

"Tidak mungkin." Anastasia menggeleng. "Kenapa juga harus?"

"Katakan saja Ibuku seperti menginginkan anak perempuan, jadi saat tau kau akan datang dia senang." Rafael berjalan mendekat, ikut duduk di sofa. "Ibuku suka membeli pakaian yang sedang dibicarakan orang-orang, tapi pada akhirnya dia tidak akan memakainya."

Anastasia mengangguk. "Baiklah, aku percaya." Anastasia meraih buku yang ada di atas meja. "Oh, aku punya pertanyaan."

"Silahkan." Rafael bersandar pada sandaran sofa.

"Apa Marquess dan Marcioness tau tentang aku yang adalah utusan istana untuk menyelidiki pemberontakan?" Anastasia bertanya hati-hati. Sebenarnya dia masih tidak mengerti kenapa Pangeran Mahkota terang-terangan menyatakan jika Anastasia akan membantu, padahal jelas-jelas rasanya seperti tidak masuk akal bagi orang yang tidak tau kebenaran yang ada.

Rafael mengangguk. "Ya."

"Kalau begitu aku akan ikut dipenyelidikan selanjutnya."

"Tidak."

Anastasia menatap Rafael aneh. "Apa yang tidak?"

"Kau tidak perlu ikut penyelidikan." Rafael meraih buku di atas meja dengan acak. "Untuk apa?"

"Lalu untuk apa aku kemari?" Anastasia menatap Rafael agak tidak percaya. "Itu sama saja aku mengabaikan tanggung jawab."

"Kau punya dua tujuan kemari, kan? Penyelidikan itu dan perpustakaan. Lakukan saja yang kedua, penyelidikan akan aku lakukan." Rafael melirik Anastasia yang tampak tidak terima. "Itu berbahaya."

Anastasia menghela nafas. Rafael tidak tau saja apa yang telah Anastasia lalukan. Dia tidak begitu bisa bela diri, tapi dia bisa. Walau tidak sebaik itu. Setidaknya dia bisa melindungi dirinya sendiri.

"Aku akan pergi." Anastasia menatap Rafael. "Itu tanggung jawabku."

Rafael menghela nafas. "Nona bangsawan hanya perlu diam dan tidak melakukan apa-apa. Kau tenang saja."

Anastasia mendengkus. "Aku tidak tau jika sifat aslimu seperti ini."

Rafael menghela nafas, dia meletakkan buku yang ia ambil kembali di atas meja. "Aku melakukan ini demi keselamatanmu." Rafael berdiri, dia berjalan keluar dari kamar Anastasia.

Anastasia mendengkus kuat setelah Rafael pergi. "Dia kira aku seperti Nona-nona itu? Mereka bahkan tidak bisa memakai sepatu mereka sendiri."

Mungkin di mata orang lain Anastasia hanya Nona bangsawan manja, tidak bisa diandalkan dan paling-paling hanya tau menangis saja.

Seekor kupu-kupu hinggap di bahu Anastasia. "Cari tau kapan penyelidikan selanjutnya."

Kupu-kupu dengan warna kuning agak gelap itu terbang menjauh setelah mendengar perintah dari Anastasia.

Mungkin Anastasia akan menyusup di penyelidikan selanjutnya.

***

Rafael curiga.

Dia pernah berpikir jika Anastasia dikirim kemari untuk menyelidiki apa hubungan Istir dengan para pemberontak, apalagi para pemberontak itu berada di kota ini namun tidak pernah terendus. Itu tentu mencurigakan.

Dengan Anastasia yang ikut dalam kegiatan penyelidikan akan menambah masalah saja. Bukan karena mereka benar ikut dalam pemberontakan itu tapi karena bisa saja fakta yang ada diputar balikkan.

Rafael mungkin telah membuka topengnya di hadapan Anastasia, tapi tak lantas membuat dia percaya pada gadis itu. Lagipula apa yang bisa gadis itu lakukan? Mungkin hanya merepotkan saja.

Dia tau semua kegiatan Anastasia, entah berada di perpustakaan Menara seharian. Berbincang dengan Ran atau bergosip, atau yang lain. Tidak ada yang mencurigakan, namun bukan berarti Rafael percaya begitu saja.

"Apa?" Rafael melirik tangan kanannya yang selalu membantu dalam semua kegiatan kerja Rafael. Namanya Irion.

"Nona Anastasia tampaknya agak kesal dengan Anda." Irion meletakkan beberapa lembar kertas di atas meja Rafael. "Nona mengomel sejak tadi, bahkan di meja makan."

Rafael memang melewatkan makan malam, dia memilih makan malam di ruang kerjanya ketimbang bersama Anastasia di meja makan. Dia tau Anastasia pasti akan memaksa ikut.

"Kau tau kalau aku mencurigainya, kan?" Resah di hatinya tentang Anastasia telah dia katakan pada tangan kanannya ini. Itu semua guna membantu Rafael dalam membuat keputusan yang tentunya akan memengaruhi banyak hal.

"Tapi sampai saat ini tidak ada yang mencurigakan dari Nona Anastasia." Irion duduk di mejanya. Ruangan itu memang adalah ruangan Rafael sekaligus ruangan Irion, mereka berdua berada di ruangan yang sama saat bekerja, semua agar memudahkan dalam pekerjaan.

"Belum." Rafael menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Apa persiapan besok sudah siap?"

Irion mengangguk. "Semua sudah siap. Menurut kabar yang diperoleh oleh salah satu mata-mata kita, mereka bersembunyi di hutan Aeri."

Hutan Aeri adalah perbatasan Istir dan daerah Urusua, yaitu sebuah Kerajaa kecil yang masih berada di bawah Kekaisaran. Hubungan Istir dan Urusua baik, hanya saja Rafael tidak terlalu menyukai tempat itu.

"Kenapa harus disana." Rafael menghela nafas.

Irion terkekeh, agak mengejek. "Ini tanggung jawab."

"Kau menyebalkan."

. . .

Rafael jangan curiga sama Anastasia, dia cuma menjalankan tugasnya.

Entah kenapa aku jadi ingat Anime, Anastasia jadi Yor dan Rafael jadi Loid 😆

Saling menyembunyikan yang perlu disembunyikan.

Komen jangan lupa 😘

TAWS (3) - Anastasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang