Mengambil latar di kehidupan pertama.
.
.
Anthony tercengang menatap seorang berpakaian rapih yang baru saja menemuinya. Tangannya menggenggam sebuah dokumen tebal dan bergetar. Matanya mulai berkaca - kaca.
"Apakah ini sungguh?" Anthony menatap pria berpakaian rapih tersebut mengharapkan gelengan sebagai jawaban. Namun sebaliknya, sebuah anggukan dengan tepukan di bahu menjadi jawabannya.
Hati Anthony dipelintir kuat, mulutnya terbuka membantu rongga hidung untuk memasukkan oksigen ke dalam paru - paru. Kadar Oksigen dalam tubuhnya terasa berkurang setiap detik, peredaran darahnya terasa melambat, tidak bisa membawa oksigen dengan baik. Anthony bisa tumbang sekarang juga namun pria berpakaian rapih itu menahan tubuh Anthony tidak memperbolehkannya oleng sedikit pun.
"Bapak, anda dan keluarga harus segera bersiap. Saya harus segera mengantar anda lalu bertemu dengan orang lain," pria tersebut berucap. Pria berpakaian rapih yang mengaku sebagai pengacara dari seorang Angela itu mendorong tubuh Anthony dari ruang pribadi kantornya. Anthony disuguhi pemandangan Istri dan putranya yang meminum air mineral dengan rakus di ruang tunggu. Anthony tidak bisa menahan tangisnya lagi.
Ketika pintu ditutup oleh pria pengacara itu untuk memberikan waktu privasi, Anthony meluruh ke lantai, dokumen yang dipegangnya jatuh begitu saja. Ia meraung tanpa malu dilihat oleh orang lainnya.
"Anthony?" Adeline selesai meminum segelas air mineral yang dibawakan oleh asisten pria pengacara tadi. Entah sudah berapa lama Adeline tidak merasakan air segar membasahi kerongkongannya. Adeline bahkan meminta air tersebut berkali - kali membuat perutnya kembung. Selain itu, ia juga terus meminta air mineral untuk putranya yang tidak mengeluarkan suara.
"Ada apa? Mengapa menangis?" Adeline mulai berjalan mendekat, meninggalkan Aston yang menatap sang Ayah tanpa emosi. Sejak hari kematian Angel, Aston tidak mengeluarkan suara lagi. Terlebih kepada sang Ayah. Aston bahkan menghindari menatap wajah ayahnya.
"Berantakan, semuanya berantakan!" Anthony bergerak memeluk istrinya menyampaikan kesakitan yang ia rasakan. Pelukan tersebut terlihat menyakitkan namun penuh permohonan maaf tanpa kata.
Adeline terus bertanya apa yang terjadi dengan suaminya namun Anthony tidak dapat menjawab. Isak tangis pria paruh baya itu terus mengeras setiap detiknya, bahkan beberapa orang di law firm menegur mereka akibat suara Anthony yang begitu keras.
Tetapi Anthony tidak bisa mengatakan sepatah kata pun. Lidahnya kelu, ia tidak bisa bernafas dengan benar. Hatinya terlalu sakit dengan hal yang baru ia ketahui.
.
.
"Ini rumah siapa Anthony?" Adeline turun dari mobil dan segera disuguhi pemandangan rumah minimalis berukuran kecil. Dahulu mungkin rumah kecil dan sedikit kumuh itu bisa ia dapatkan hanya dengan jentikan jari. Namun saat ini, Adeline melihat rumah tersebut penuh kekaguman. Hidup beberapa hari di jalan dengan alas kardus sebagai tempat tidur membuat Adeline menurunkan standar kemewahannya.
Anthony tidak menjawab, ia membungkuk memberikan kata terima kasih kepada orang yang mengantar mereka ke rumah kecil ini lalu meminta Aston untuk membawakan beberapa barang bawaan mereka. Hanya Aston saja cukup karena barang bawaan mereka sangat sedikit, bahkan dua tangan Aston tidak penuh.
"Anthony? Mengapa kau masuk? Orang bisa mengira kita adalah pencuri," Adeline membelalak melihat sang suami yang mengeluarkan kunci dari sakunya dan membuka pintu rumah tua itu. Adeline tahu, tidak ada sepeser uang pun tersisa untuk mereka. Namun ia tidak serendah itu untuk mencuri rumah seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel
Teen FictionTentang Angel, si gadis malang yang mengulang hidup tanpa ingin mengulang kesalahan. Tentang tokoh lain dalam cerita yang ingin memperbaiki kesalahan mereka. Seluruh tokoh dikembalikan untuk menjalankan kehidupan kedua dengan tujuan yang sama namun...