26

8K 816 33
                                    

Selamat membaca <3

Mata Adeline membelalak terkejut kemudian berteriak heboh, membangunkan seluruh manusia yang berada di mansion ini.

Dari tangga terlihat berlari secara berurutan, Aston, Anthony, dan terakhir Deshire. Aston sudah mengenakan seragam sekolahnya meski belum sempurna, beberapa kancing terbawahnya masih terbuka. Anthony dan Deshire serempak menggunakan piyama tidur mereka.

Wajah Deshire sama sekali tidak mengenakkan seperti telah terkena kotoran hewan. Wajahnya tidak segar seperti biasanya, terkesan kusam dan lelah.

"Ada apa? Mengapa Ibu berteriak?" Aston yang mempunyai kecepatan lari tercepat lebih dahulu bertanya kepada sang Ibu.

"Adikmu, adikmu tidak ada di kamarnya," Adeline menunjuk lorong tempat kamar Angel berada dengan panik. Aston segera berlari ke arah kamar yang ditunjuk dengan dramatis. Sedangkan mata Anthony yang tadi sangat berat kini kehilangan beban dan terbuka secara lebar. 

"Mungkin dia berjalan sendiri ke sekolahan," Deshire berucap tak acuh sembari mengusap matanya. Suaranya yang sudah dibiasakan lembut kini terdengar tidak mencurigakan sama sekali terutama untuk para pelayan yang kini mengangguk - angguk. 

"Bagaimana kau bisa sesantai ini?" Adeline menatap anak itu dengan tatapan tersinggung. Deshire sendiri menegapkan punggungnya tak ingat apa yang ia ucapkan beberapa detik yang lalu. Matanya berkedip seperti anak anjing yang bingung. 

"Bagaimana kau bisa sesantai ini berpikir anak bungsu kami berjalan sendiri dengan tulang yang masih mengalami fraktur?" Adeline berjalan mengintimidasi mendekati Deshire. 

"Aku... Aku tidak santai Ibu, hanya berpikir saja, mungkin Angel juga pergi.. ehm.. diantar temannya kemarin," Deshire bingung dengan ucapannya sendiri. Pandangannya sesekali mengarah ke atas terlihat berpikir. 

"Aku akan menyusul ke sekolah," Adeline berhenti berjalan ketika Aston berlari keluar dari lorong. Aston terburu - buru mencari kunci kendaraannya sembari mengenakan sepatu. Anthony sendiri mencarikan kunci mobil untuk pengganti kendaraan beroda dua milik Aston. 

"Aston bawakan bekal milik adikmu!" Adeline dan Anthony serempak berlari menuju pintu utama menyusul Aston yang sudah mengambil posisi di atas kendaraannya. 

"Bawalah mobil untuk mengantarnya pulang nanti," tambah Anthony sembari melambai - lambaikan kunci mobil membuat suara gemerincing. Aston mengambil tas bekal namun tidak dengan kunci mobil. 

"Mobil terlalu lama, jemput dia nanti, aku pergi duluan," setelah mengucapkan itu, suara bising knalpot motor menjadi penghilang tubuh Aston. Adeline mengelus dadanya meredakan kekhawatiran. 

"Aku harus bangun sepagi apa agar dia tidak menghilang seperti ini," Adeline menggigit jempolnya sendiri. Anthony mengantungkan kunci mobil kemudian menatap istrinya itu. 

"Dia belum sembuh, terlalu banyak bergerak bisa menghambat penyembuhannya," Adeline berkata dengan nada histeria. Anthony bukan menenangkan namun ia sendiri membelalak. 

"Haruskan aku menyusul Aston?"

.

.

Sudah ada 10 orang murid di kelas Angel saat Aston berlari masuk dengan nafas yang berat. Angel yang masih menidurkan kepalanya menghela nafas lelah mengetahui suara langkah kaki tersebut. 

"Masih pagi, jangan membuat keributan," Angel bangkit ketika mendengar suara nafas berat yang bersaut - sautan di dekatnya. Aston terlihat memegangi lututnya sendiri sembari menjaga keseimbangan kotak makan. 

"Angel, mengapa kau berangkat pagi - pagi sekali? Kami khawatir sekali, terlebih kau belum boleh banyak bergerak," setelah nafasnya sudah beraturan, Aston berucap, berusaha mengendalikan nada bicaranya agar tetap stabil dan tidak meninggi. Tatapannya tidak bisa tajam sekarang, matanya terlalu bengkak untuk memicing. 

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang