43

4.3K 524 25
                                    

Selamat hari sabtu!!

Stefanus tidak berani membuka suara setelah memasuki ruangan flat milik Angel. Wajah gadis itu terlipat jelek dengan mata gelap yang melihat barang belanjaannya. Tangan Angel bergerak dengan sembrono merapikan barang - barang tersebut membuat suara ribut barang yang bergesekan dengan kantung plastik. Stefanus bergidik ngeri sendiri, ia bergerak mengambil gelas dan mencucinya sedikit sebelum mengisinya dengan air.

"Minum, jangan memasang wajah seperti itu," ucap Stefanus memberikan gelas yang segera direbut oleh Angel. Gadis itu meminum air dengan rakus hingga suara tegukannya tedengar.

"Mengapa kau bisa sangat marah seperti itu?" Stefanus mengambil gelas dari tangan Angel yang sudah kosong dan mengusap pelipis gadis itu. Angel menghela nafas berkali - kali sebelum mencebikkan bibir dan menatap Stefan.

"Aku benci mereka," Stefanus mengusap pundak Angel, memijitnya pelan berharap agar gadis itu bisa tenang.

"Mereka selalu berkata ingin berubah tetapi pada akhirnya kembali ke awal," Angel mencengkram meja makan tanda ia kesal. Ucapan keluarga itu tidak ada arti, hanya sebatas pita suara yang digunakan. Angel diam - diam mengetahui kekerasan yang saat ini diterima oleh Deshire. Memang benar Angel benci dengan gadis itu, tetapi penderitaan melalui kekerasan hanya membuktikan bahwa mereka masih menjadi monster yang sama.

Tidak ada perbuatan yang bisa setimpal dengan kesakitan yang Angel terima. Angel meinginkan Deshire menderita tetapi tidak tahu harus seberapa sakit anak itu sampai lukanya terobati. Angel dalam keadaan labil, ingin membuat Deshire merasakan apa yang telah ia rasakan dahulu tetapi ia tidak pernah setuju dengan kekerasan.

Angel memijat pelipisnya. Permasalahan ini memang bermula dari keluarga hancur itu.

"Kau masih belum mau bercerita tentang kebencianmu selain karena alasan lelah?" Stefanus sudah mengetahui ada alasan lain yang Angel sembunyikan darinya. Tetapi ia tidak ingin terlalu mencari tahu karena takut Angel tidak nyaman.

"Kau tidak akan percaya."

"Tapi kau bisa coba," Stefanus memegang kedua bahu Angel dan meremasnya pelan memberi kekuatan. Angel masih ragu, terlihat dari kedua matanya yang menolak untuk melihat pemuda di hadapannya.

"Aku berjanji untuk selalu percaya akan ceritamu, mungkin dengan ini juga perasaanmu lebih ringan," Stefanus membujuk, berharap Angel bisa melepaskan sedikit bebannya.

"Berjanji jangan memotong."

"Janji."

.

.

"Kelahiran Kedua?!" Stefanus menjatuhkan gelas yang berada di tangannya ke lantai membuat air tumpah. Angel menatap malas sudah memprediksi reaksi yang ia dapat saat ini. Untung saja gelas yang Stefanus pegang tadi merupakan gelas plastik. Jika tidak, mereka akan kesulitan membereskan pecahan dan menghilangkan suasana cerita yang cukup mencekam.

"Kau sudah berjanji untuk tidak memotong!" Angel mengambil tissue dengan kasar dan meminta Stefanus untuk membersihan tumpahan.

Sembari berjongkok dan membersihkan kekacauan yang ia buat, Stefanus bertanya, "Apakah benar ada hal yang seperti itu?"

"Semua tergantung kepercayaanmu. Aku mencertiakan apa yang terjadi kepadaku."

"Semua ini begitu di luar nalar. Satu lagi, kau berkata keluargamu ikut lahir kembali?" Angel mengangguk.

"Apa yang terjadi di kehidupan pertama hingga kau bisa kembali seperti ini?" Angel memilin sebentar sembari menunggu Stefanus membuang tissue yang sudah basah.

"Aku mati."

"HAH?!"

"Kau mendengarnya dengan benar. Aku mati, di tangan Ayah," Stefanus menutup mulut merasa cerita tersebut terlalu gelap untuknya. Bahkan kehidupan di jalanan sebelum ia diadopsi lebih baik dari cerita ini.

"Ayah siapa yang gila membunuh anaknya sendiri?"

"Ayahku," ucap Angel singkat namun membuat Stefanus terdiam.

"Lalu apa yang terjadi setelahnya?" Angel mengangkat bahu tanda ia bingung.

"Aku bangun di brankar rumah sakit dengan tubuh hancur. Aku merasa deja vu, dan menarik kesimpulan bahwa aku terlahir kembali," Stefanus menangkat tangan untuk menghentikan ucapan Angel.

"Untuk kejadian itu, apa benar Deshire yang mendorongmu?" pertanyaan yang masih tersimpan di kepala Stefanus akhirnya keluar juga. Pertanyaan itu sudah menjadi sebuah konspirasi di sekolah.

"Ya, tetapi bukti belum cukup untuk menangkapnya," ucap Angel. Matanya menangkap tangan Stefanus yang perlahan mengepal hingga memutih. Angel berinisiatif untuk menangkap genggaman itu dan memainkannya sebagai hiburan.

"Kembali ke alur cerita, saat aku terbangun aku melihat Aston datang untuk menjenguk. Jika menurutmu itu belum aneh, dia merujukku ke salah satu rumah sakit mewah yang bahkan aku tidak tahu ada yang seperti itu."

"Jika aku belum melihat Aston yang saat ini mungkin aku tidak akan percaya."

"Tidak hanya itu, bahkan Ayah dan Ibu membelikanku oleh - oleh yang banyak. Bisa kau bayangkan seberapa bingung aku?" Stefanus mengangguk - angguk memberikan jawaban yang memuaskan Angel.

"Lalu setelah melewati beberapa drama, Kau tahu drama keluarga. Aku menebak mereka juga mendapat kesempatan lahir kembali sama sepertiku, dan aku benar, " Stefanus berkedip masih sulit untuk mempercayai apa yang ia dengar.

"Untuk setelahnya aku sudah bertemu denganmu jadi kau bisa mengurutkan sendiri kejadian - kejadiannya," ucap Angel membereskan ceritanya dan melepaskan tangan Stefanus.

Stefanus merasa kasihan melihat ekspresi suram yang Angel tunjukkan. Tangannya meregang ke kiri ke kanan, menatap Angel penuh afeksi.

"Ada apa?"

"Kau.. butuh pelukan?" Angel mengernyit, ia menatap tangan Stefanus yang masih bertahan di udara.

"Kau belum pernah merasakannya dengan benar ya?" Angel mengangkat bahu berusaha tak acuh. Stefanus menghela nafas, membawa bokongnya untuk lebih dekat dengan gadis itu, kedua tangannya mendekat satu sama lain, mengukung tubuh gadis itu.

"Nyamankan dirimu," ucap Stefanus sembari menepuk punggung Angel.

"Tepuk.. Tepuk.. Tepuk.. Jika kau ingin menangis, aku izinkan membasahi bajuku," ucap Stefanus menepuk punggung Angel dengan tempo yang rapih. Angel kaku di tempatnya, kedua tangannya ditaruh di depan dada sebagai pemisah dirinya dengan pemuda ini.

"Kau melakukan dengan baik hingga sekarang, kau bertumbuh, aku bangga," ucapan Stefanus membuat Angel luluh. Tangannya mulai melemah dan ikut melingkari tubuh Stefanus. Wajahnya ia tenggelamkan dalam dada bidang milik temannya itu sembari menikmati tepukan pelan di punggungnya.

Angel tidak tahu, pelukan bisa senyaman ini.

Stefanus tersenyum merasa puas dengan tangan Angel yang melingkari tubuhnya. Tubuh Angel sangat pas dalam rengkuhannya, ia tidak perlu terlalu menunduk ketika menepuk punggung Angel. Dagunya ia taruh perlahan di pucuk kepala Angel kemudian ia memejamkan mata.

"Orang aneh," Angel bergumam dengan tangan yang semakin mengerat. Kedua telapak tangannya bertemu di balik punggung Stefanus tanda pemuda itu sangat terhimpit, namun ia tidak protes.

"Bagaimana akhir hubungan kita dahulu?"

"Hubungan? Kita tidak memiliki hubungan apapun bahkan untuk berteman. Aku tidak pernah bertemu denganmu lagi setelah lulus," ucap Angel. Setelahnya keheningan terjadi, hanya suara nafas yang beradu satu sama lain dan detak jantung Stefanus yang terdengar jelas oleh Angel.

"Aku bersyukur dengan kelahiran kedua dan perubahanmu. Saat ini aku bisa dekat denganmu," Angel mendongak merasa ambigu dengan kata - kata Stefanus.

"Aku sangat menyukaimu sedari dulu, Angel. Hanya, caraku salah."

Akuu ngga lupaa updatee kokk.. ahhahaha aku ada acara!!
Makasih udah membacaa! Boleh yaa aku minta vote dan komennya!

See u tomorrow!

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang