Happy Sunday!
Theo berdiri di depan cermin di ruangan wardrobe miliknya. Salah satu tangannya mengenggam setelan seragam sekolah barunya dan tangan sebelahnya lagi sibuk mengobrak - abrik berbagai aksesoris yang ia miliki.
"Apakah jam ini terlihat keren?" Theo bergumam sembari mencoba salah satu jam tangan koleksinya. Jam tangan berlapis emas pemberian neneknya ketika ia masih kecil. Meskipun mewah Theo terlihat tidak menyukainya.
"Bukankah ini terlalu norak? Angel menyukai pria seperti apa?" Theo mulai meluruhkan tangannya benaruh setelan seragam dan beberapa aksesoris. Ia mengingat, ia tidak mengetahui apa - apa tentang Angel, gadisnya. Tapi Theo bisa bersumpah bahwa ia mencintai Angel dan akan memberikan segala sesuatu kepada Angel di kehidupan kedua ini.
Tapi bolehkah penulis memberi nasihat? Cinta saja mungkin tidak cukup untuk menyembuhkan luka.
Theo merenung melihat ruangan wardrobe miliknya yang terisi barang - barang mewah. Ia sendiri masih tidak mempercayai bahwa kelahiran kedua benar adanya dan terjadi kepada dirinya sendiri.
Theo juga bersyukur ia terlahir dengan ingatan kehidupan sebelumnya. Sakit memang rasanya, sesak juga membuatnya lelah namun dengan ingatan itu, Theo bisa menahan dirinya agar tidak membuat kesalahan yang sama. Poin tambahan untuk Theo, awal cerita dirinya dengan Angel belum di mulai. Pada masa ini Angel belum mengetahui siapa dirinya. Bukankah ini bagus? Theo akan membuat cerita sendiri dengan gadis pujaan hatinya. Ia akan menjadi penyelamat mutlak di kehidupan gadisnya.
"Aku merindukanmu Angel," Theo merebahkan dirinya di lantai karpet ruangan wardrobe miliknya. Ah.. matanya mulai memanas lagi dan beban di dadanya kembali terasa. Nafasnya memberat menahan sesuatu yang akan meleleh dan membuat matanya memerah.
"Sangat.. sangat.. sangat.." Theo memejamkan mata meresapi rasa sakit yang mulai menggerogoti dadanya. Tidak nyaman, sangat sesak, rasanya ingin mati tetapi Theo tahu, ia harus merasakan ini. Semua ini tidak seberapa dengan Angel yang tangannya ia tepis ketika meminta pertolongan. Tidak seberapa dengan Angel yang harus kembali menelan bulat - bulat kekecewaan akan fakta bahwa kerinduan gadis itu tidak akan terpenuhi.
"Dan maaf," Theo tersedak, ia batuk - batuk sendiri, memukul dadanya hingga wajahnya merah padam. Ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, tangannya mengepal.
"Kau pasti sangat tersiksa," hati Theo seperti tercubit mengingat tatapan terakhir yang Angel berikan kepadanya. Bahkan gadis itu sudah menyerah untuk meminta tolong, gadis itu sudah lelah mencari pembenaran dan hanya berpasrah pada takdir kejamnya. Theo ingin kembali, berteriak kepada siapa pun yang menyakiti gadisnya hingga menjadi mati rasa seperti itu. Tapi sayangnya, Theo juga ikut terlibat dalam menghancurkan Angel. Mungkin Theo menjadi salah satu alasan utama.
Mengingat hal itu, Theo mengingat kondisi rumah Angel. Matanya memancarkan kekhawatiran, ia mulai mengigit jari jempolnya. Apa gadis itu baik - baik saja saat ini? Apa Theo harus menghampirinya?
Tapi ia belum mengenal, akan sangat aneh jika ia dengan tiba - tiba ke rumah keluarga Stanley.
Satu - satunya cara yang bisa ia lakukan merupakan salah satu hal yang ia benci, menunggu. Ah.. hari esok cepatlah datang..
.
.
Theo tidak pernah bersemangat seperti ini ketika bangun pagi untuk pergi ke sekolah. Pagi - pagi sekali ia sudah membuka mata dan berlari menuju ke kamar mandi, tidak memberikan sedetik kepada kasur yang ia tiduri untuk memberikan kenyamanan lebih lanjut.
Ia mengambil sikat gigi, mengolesinya dengan pasta gigi kemudian menggunakannya dengan benar. Pasta gigi yang kali ini wangi, tidak ada campuran ditergen yang terkadang membuat lidahnya terbakar. Ia mengingat ia hanya menggunakan pasta gigi promo di minimarket dan harus menghemat kadang tidak sampai membuat mulutnya berbusa. Dan lihat sekarang, busanya sangat banyak membentuk janggut seperti santa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel
Teen FictionTentang Angel, si gadis malang yang mengulang hidup tanpa ingin mengulang kesalahan. Tentang tokoh lain dalam cerita yang ingin memperbaiki kesalahan mereka. Seluruh tokoh dikembalikan untuk menjalankan kehidupan kedua dengan tujuan yang sama namun...