24

7.6K 848 73
                                    

Sebelum membaca, aku minta maaf telah mengecewakan kalian minggu ini T-T. Maaf belum bisa kasih yang terbaik.

Selamat hari sabtu dan selamat membaca!

Stefanus dengan baik hati mengantarkan Angel pulang dengan mobil milik saudarinya. Ia tidak menggunakan kendaraan pribadinya yang beroda dua karena ia meninggalkannya di sekolah. Ia membawa Angel ke kedai dengan berjalan kaki. Lagi pula dengan kendaraan roda dua itu akan menyusahkan Angel yang kakinya sedang tidak sehat. 

Angel duduk menyender di bagian penumpang sebelah kemudi sembari melihat jalan yang familiar di dekat rumah keluarga Stanley. Ia semakin menempelkan punggungnya pada kursi empuk yang ia duduki berharap gerbang masuk mansion keluarga itu masih jauh untuk dilihat. Angel sangat malas untuk bertemu orang - orang itu lagi, namun seperti kata Stefan sebelumnya, ia harus bertahan di rumah itu setidaknya sampai kakinya sembuh dan setelahnya ia akan bebas. 

"Sudah sampai," Stefan menarik rem tangan dan melepaskan pedal gas yang tadi ia injak membuat mobil sepenuhnya berhenti. Angel menghela nafas sebentar sebelum mulai menegakkan dirinya sendiri, namun saat tangannya bergerak ingin membuka pintu mobil, Stefanus menahannya. 

"Hey, sebentar," Angel menghentikan pergerakannya dan menatap Stefanus. Angel dapat melihat tangan Stefanus sedikit terangkat sebelum sedetik kemudian kembali lagi pada setir mobil, ia terlihat ragu melakukan sesuatu menggunakan tangannya. 

"Ehm, Jangan terlalu takut dengan apa yang terjadi di dalam sana, fokus pada penyembuhanmu agar bisa keluar secepatnya," Stefanus memberikan senyumannya membuat Angel sedikit menaikkan sudut bibirnya. Ia mengangguk, mengucapkan kata, 'Terima Kasih,' dan keluar dari mobil itu. Angel berjalan dengan pelan seperti kukang untuk membuka bagian belakang mobil, tempat tongkatnya ditaruh. 

"AKU LUPA!" Angel menyentuh pintu belakang mobil ketika ia mendengar teriakan itu. Angel tertawa kecil melihat Stefanus yang memasang wajah bodoh berlari dari bagian depan mobil ke belakang. Matanya memancarkan kepanikan.

Stefanus menghela nafas berat sembari membuka bagian belakang mobil dan mengeluarkan tongkat gadis itu. Angel mengambilnya dan berkata, "Tidak usah panik, Aku cukup kuat kau tahu?"

"Hey, gadis muda, ini yang dinamakan gentleman," Stefanus menggunakan kedua tangannya untuk menaikkan pundak. Angel menggeleng tak percaya. 

"Sudahlah, hari sudah sore, aku bisa dipikir macam - macam dengan orang - orang di sini," Angel memposisikan tongkatnya untuk menopang tubuh dan mengibaskan tangan mengusir pria di hadapannya. 

"Baiklah, kau masuk terlebih dahulu," Angel mengangguk, ia melambai dan berbalik. Gerbang ia buka tanpa bantuan satpam rumahnya. Ia terlalu malas untuk berteriak minta tolong dan membangunkan satpam - satpam yang sedang beristirahat. Ketika gerbang terbuka, ia segera membawa dirinya masuk dan menutupnya lagi. 

Angel melihat seorang satpam bernama Pak Satyo sedang duduk berselonjor kaki di pos sembari makan kacang dan sesekali berteriak terhadap TV tabung yang menyala. Angel menggeleng saja dengan perilaku pekerja di rumah ini. Pekerja dan majikan sama saja, sama - sama berantakan. 

Angel berjalan menuju pintu utama rumahnya yang cukup jauh dari gerbang, ia tidak mengeluh kakinya pegal karena telah terbiasa. Ia sesekali mengadah menatap burung gereja yang sedang bertengger di kabel listrik. Angel tersenyum melihat mereka berbaris dengan rapih, menjaga keseimbangan tubuh kecil mereka di atas kabel listrik. Mereka bersama - sama, memiliki kawan untuk sekedar beristirahat dan mengambil nafas. Betapa beruntungnya burung gereja itu, setidaknya mereka tak sendiri, dan mereka memiliki sayap. Jika angin berhembus kencang dan menggoyangkan kabel listrik, mereka tidak akan jatuh. Mereka akan terbang lagi mencari daerah yang aman.  

Angel menatap hal lain lagi selain burung gereja itu. Ia tidak mendapat hal berarti lagi selain seorang pekerja kebun yang menyiram rumput hijau di taman rumahnya. Rumput di sini sangat simetris, tidak ada yang terlalu panjang, dan tidak ada yang tandus. Semua berwarna hijau dengan ketinggian dua centimeter di atas tanah. Hal itu disebabkan kepala pelayan yang mengurusi pekerja taman mengidap gangguan obsesif kompulsif. Sehingga dapat terlihat beberapa bagian mansion yang diurus olehnya memiliki sebuah pola yang tidak dapat diganggu gugat. 

Seperti patung air mancur yang harus berdiri tegak tepat di hadapan pohon beringin yang berjejer rapih. Lalu terdapat patung berbentuk dewi yunani yang sedang berbaring di dekat kebun teh, tepat di ujung taman. Dan patung tersebut sangat bersih dan berwarna putih tulang. Tidak ada tanda - tanda patung tersebut telah termakan oleh waktu. Kebersihan air mancur juga sangat dijaga, tidak ada lumut dan selalu diberi chlorine agar airnya tetap bening. Angel kadang bergidik melihat betapa rapih dan elok taman di mansion ini. Bahkan warna hijau sudah terlihat dari pintu utama. 

Berbicara tentang pintu utama tak terasa tongkat Angel telah membawa gadis itu berdiri di hadapan pintu menjulang ini. Angel menggunakan tangan kiri untuk memegang tongkatnya dan tangan dominannya berusaha mendorong pintu tersebut agar terbuka dan membuat dirinya masuk. 

Angel menghela nafas melihat ruang keluarga yang harus ia lewati kini terisi penuh dengan keluarga Stanley. Bahkan Deshire juga di sana, wajah anak palsu itu sangat tidak enak dilihat, pipi anak itu memerah dengan mata bergetar menatap karpet yang ia pijaki. Deshire berdiri di ujung ruang keluarga memainkan jarinya sendiri. Sedangkan tiga orang lain di sana terlihat tidak fokus. Aston duduk di sofa tunggal, menggerakkan kakinya dengan cepat, Anthony menutup wajahnya sembari menyender pada sofa panjang terlihat menyedihkan. Dan yang sangat sibuk di sana adalah Adeline. Wanita itu berjalan ke sana kemari, tidak bisa diam.  

Angel menutuskan membuat suara besar dengan tongkatnya untuk meghentikan perilaku mereka. Angel berjalan dengan tongkat yang dihentakkan keras dan tujuannya berhasil. Keempat manusia itu kini memusatkan perhatian mereka kepadanya. Angel tersenyum canggung dan bergerak ingin pergi lagi. 

"Ouh, Angel, Ibu sangat khawatir," tongkat yang Angel gunakan terjatuh ketika tubuhnya diterjang pelukan erat oleh wanita yang memanggil dirinya sendiri, 'Ibu.'

Angel merasa punggungnya diusap - usap. Tangan Angel melayang di udara dengan canggung tidak tahu ingin merespon apa. Dengan posisi Angel sekarang, ia bisa melihat dengan jelas wajah ketiga orang itu. Aston dan Anthony kini berdiri dengan tegap melihat dua wanita yang berpelukan dan Deshire yang hanya bisa memandang kosong. 

"Apa kau marah dengan ayahmu?" kedua pipi tirus Angel ditangkup oleh tangan halus ibunya. Adeline mengusap wajah kusam milik Angel dengan tatapan sedih, wajahnya didekatkan dengan wajah sang putri. 

"Dia menganggumu di sekolah ya? Kau merasa malu dengan teman - teman karena Ayah datang tiba - tiba?" Adeline terus bertanya melihat Angel yang hanya diam dengan tatapan berpikir. 

"Ibu akan marahi, maafkan ayahmu ya nak? Dia membuatmu kesal hingga tak membuatmu pulang. Tapi kami khawatir, kami tidak bisa berpikir benar jika tidak melihatmu pulang dengan selamat," Adeline berucap seperti seorang Ibu yang menasihati anaknya. Angel berusaha tidak memutar bola matanya karena dengan jarak sedekat ini Adeline bisa melihat ekspresinya dengan jelas. 

"Lain kali, Ibu tidak akan menyuruh Ayah lagi, tetapi Angel pulang dengan paman Dion ya? Setidaknya Angel tidak akan pegal,"  Adeline tersenyum lembut berharap Angel luluh. 

"Tidak perlu, jangan menghabiskan banyak hal untukku. Lagi pula kalian mempunyai putri sendiri," ucap Angel sembari memberikan tatapannya kepada Deshire. Seluruh orang kini mengalihkan perhatian kepada putri palsu itu. 

"TIDAK! PUTRIKU HANYA KAMU, HANYA KAMU!" Anthony berteriak, menggeleng histeris ia ingin mendekat namun Angel menggeleng tanda tidak ingin pria paruh baya itu ada di dekatnya. Kaki Anthony berhenti patuh. 

"Mungkin sudah saatnya kita kembali ke alur awal, ini sudah sangat melenceng," ucap Angel sembari menunjuk Anthony untuk yang terakhir kali dan melepaskan tangan sang Ibu. Anak itu akhirnya berbalik pergi sembari mendengarkan teriakan Anthony yang ditujukan untuk Deshire,

'ANAK BODOH! KAU MENGHANCURKAN SEGALANYA! DESHIRE KAU MENGHANCURKAN SEGALANYA!'

Hai.. terima kasih sudah membaca <3
Boleh minta vote dan komennya?
Sampai ketemu besok!

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang