32

6.3K 652 19
                                    

Part ini lom ada Deshire part selanjutnya ya!!
Selamat membacaa <3

"Makan ini, ibu akan siapkan yoghurt untuk makanan penutupnya," Adeline sibuk sendiri mempersiapkan makanan sedangkan Angel sudah didudukkan di kursi paling tengah meja makan.

Adeline terlihat berjalan ke sana kemari mengambil dan menaruh makanan untuk si bungsu. Mata Angel bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan sang Ibu hingga anak itu pusing.

"Ibu, kau harus menghentikan itu. Kau jadi terlihat gelisah," Aston menggoda ibunya sembari menyendokkan nasi lebih banyak pada piring sang Adik. Adeline memukul pelan Aston dan segera duduk setelah berhasil membawa segelas yoghurt yang ia janjikan tadi. 

"Makanlah, ingat kata dokter kau harus menerima banyak gizi jika ingin cepat sembuh," Aston mengambil sendok dan menaruhnya di tangan Angel agar gadis itu tidak menolak lagi. Angel mulai mengambil suapan nasi sebelum satu orang lagi datang ke meja ini. 

"Apakah enak?" belum selesai mengunyah, Adeline bertanya merasa gelisah dengan rasa makanannya. Ia takut Angel tidak menyukainya. 

"Ibu membuatnya sendiri?" tanya Aston sembari mencuri suapan dari sisa lauk Angel. Adeline tersenyum malu - malu dan mengangguk. 

"Jangan mengambil sayur adikmu!" Anthony yang baru datang menimpali mereka, ia menepis tangan Aston yang akan menyendok sayur sisa lagi. Anthony menatap Aston memperingati sebelum tangannya didaratkan pada kepala sang putri. 

"Makan yang banyak," ucap Anthony. Angel yang sedang mengunyah berusaha menggerakkan leher agar tangan itu secara peka lepas dari kepalanya. 

"Bagaimana harimu Angel? Apa sekolah berjalan dengan baik?" Adeline berusaha membuka percakapan dengan putrinya yang hanya mengunyah dalam diam. Angel mengangguk - angguk saja sembari berusaha menelan makanan yang telah dipotong menjadi bagian kecil oleh giginya. 

"Kau menemukan teman baru? Saat Ayah menjemputmu kau berkata akan bermain bersama mereka," Anthony sedang menuangkan air dalam gelas mengingat kejadian itu. Adeline berbinar mendengarnya. 

"Sunguh? Sayang sekali kau harus melakukan pemeriksaan hari ini, lain kali kau harus membawa mereka ke rumah ya?" Adeline tersenyum bangga membuat Angel kebingungan. 

"Untuk apa?" 

"Eh.. Untuk mengenalkannya kepada kami."

"Apakah harus?" Angel merasa mengenalkan Stefanus dan temannya bukanlah hal penting yang harus dilakukan. Lagi pula ia tidak akan lama lagi berada di sini. Adeline sendiri bingung ingin menjawab apa. 

"Agar kami mengetahui apakah orang tersebut baik untukmu atau tidak," ucap Anthony membantu istrinya yang kehabisan kata - kata. 

"Aku rasa mereka tidak seburuk kalian," ucap Angel jujur sembari menyendokkan sayur ke mulutnya. Suasana menjadi senyap, keheningan digunakan ketiga orang lain untuk saling menatap merasa tak enak. 

"Ehm, Boleh aku tahu siapa mereka?" Aston menggaruk tengkuknya sendiri ketika berbicara. Angel menghentikan kunyahannya sejenak dan menatap wajah serupa di hadapannya. 

"Mengapa kau sangat ingin tahu?" tanya Angel pelan, ia merasa kesal sendiri. Ia tidak tahu rasanya ditanya - tanya seperti ini ternyata mengesalkan juga. Dahulu dia seperti tak kasat mata membuat apapun yang ia lakukan tidak berpengaruh kepada lingkungan sekitar, dan tidak ada yang peduli juga. Namun saat ini, ketiga orang di masa lalu membuat hidupnya selalu diperhatikan bahkan ketika bernapas. 

"Apakah itu Theo?" mengabaikan pertanyaan Angel, Aston mulai menebak sebuah nama yang muncul pertama di kepalanya. Angel menggeleng, segera helaan nafas lega dikeluarkan oleh Aston. 

"Ada dua orang perempuan dan satu orang laki - laki saat itu," Anthony menimpali putranya berharap mengetahui siapa teman dari putrinya itu. Aston menaruh telunjuk di dagu bergerak berpikir. Angel mencengkram alat makan yang ia genggam, sembari berusaha mengunyah. 

"Apakah Stefanus?" Aston hanya tahu orang itu yang pernah berhubungan dengan Angel di masa lalu. Meski intensitas hubungan Angel dan Stefan sangat sedikit dibanding mereka dan hubungan Angel dan Stefan terputus setelah sekolah selesai, hanya ada nama Stefan yang keluar setelah Theo. 

"Jangan bilang itu Stefanus," Aston menatap Angel berharap gadis itu menggeleng. Namun Angel tidak memberikan respon sesuai yang diharapkannya. Karena gadis itu hanya diam menatap Aston tanpa ada gerakan ke kanan dan ke kiri dari kepalanya. 

"Angel, anak itu buruk! Dia sering menganggumu!" Aston segera membelalak dan mengatakan apa yang ia pikirkan. Ia sangat khawatir kepada Angel karena dekat dengan seorang Stefanus. Karena Aston ingat, setelah keluarganya dan juga Theo, Stefanus menjadi orang yang membuat masalah dengan adiknya. 

"Apa kau tidak ingat di kehidupan lalu, ia selalu menganggumu!" Aston berusaha menegaskan apa yang ia katakan. Anthony dan Adeline memilih diam karena urusan anak muda ini. 

"Aku ingat."

"Lalu mengapa kau masih ingin berdekatan dengannya!" Angel kesal dengan nada yang Aston buat. Itu seperti menghakiminya. 

"Dia tidak terlalu buruk jika dilihat - lihat," Angel menjawab santai, tangannya menjatuhkan alat makan yang tadi ia genggam. Gadis itu berhenti mengunyah dan menatap sang kakak kembar dengan serius. 

"Tidak terlalu buruk? Angel-" Aston menghela nafas terlihat kehabisan kata - kata atau sekedar menahan diri agar luapan emosi impulsifnya tidak meledak. 

"Kau tidak boleh bermain dengan mereka," Aston mengatakan hal tersebut seperti perintah. Kedua matanya tidak menatap sang Adik dan malah menatap lantai marmer bersih. Angel menaikkan alis. 

"Untuk apa aku menurutimu? Aku akan melakukan apa yang aku mau di kehidupan ini," ucap Angel sudah tidak bisa menahan kekesalannya lagi. 

"Angel, kau sudah tahu perilakunya dahulu, mengapa kau masih ingin bersama mereka?" Aston menatap tidak percaya kepada adiknya. Anthony dan Adeline tidak tahu menahu dengan kehidupan Angel dahulu, mereka memilih diam mendengar perdebatan ini sembari mengambil kesempatan untuk mempelajari si bungsu. 

"Aku masih berpegang dengan kata - kataku. Aku akan melakukan apa yang aku inginkan saat ini, dan aku memilih untuk bermain bersama mereka. Lagi pula apa pedulimu jika aku sakit karena keburukan mereka? Kau dahulu selalu diam dengan itu," Angel kukuh dengan ucapannya. Matanya bergetar karena ia sangat jarang melakukan hal seperti ini.  

"Angel!" Aston tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh adiknya. Anthony memukul pelan punggung putranya agar tidak menaikkan nada suaranya. 

"Aku akan pergi bersama mereka besok," ucap Angel mengakhiri kalimatnya dengan penekanan tanda ia tidak mau diganggu gugat. 

"Angel apa harus besok, kau masih tidak boleh banyak bergerak," Anthony membantu Aston yang terdengar nafasnya berat. Angel menggeleng. 

"Aku ada urusan bersama mereka," ucap Angel membenarkan posisi sendok di atas piring yang berisikan makanan sisa setengah. 

Anthony tidak ingin melawan ucapan putrinya. Ia tidak ingin memperburuk suasana hati anak itu. Anthony menatap Aston yang memejamkanmata. Tangan Aston mencengkram kuat kursi yang didudukinya. Mulutnya berulang kali mengeluarkan nafas berat. 

"Angel mengapa?" Angel menatap Aston bertanya lebih lanjut tentang pertanyaan itu. Aston menghela nafas sebelum membuka mata dan menatap adiknya. 

"Mengapa kau bisa menerima mereka tetapi menolak kami?" Aston bertanya pertanyaan yang membuat hatinya terasa berat. Matanya memerah entah marah atau ingin menangis. Bagi Aston perbuatan mereka sama saja, tidak ada yang lebih baik. 

"Kalian lupa, aku sudah putus hubungan dengannya setelah sekolah selesai. Tetapi aku masih bersama kalian sampar akhir," ucap Angel sembari menatap satu per satu manusia yang berada bersamanya. 

"Aku lebih baik bersama orang yang tidak aku tahu hidup atau mati dibanding orang yang hanya diam melihat aku mati."

Makasii semuanya udah baca..

Boleh ya.. minta vote dan komennya <3

See u besoookk!!

AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang