Chapter 3 (3)

335 32 0
                                    

Saat itu musim panas; bulu rubahnya membuatnya begitu gerah. Fengjiu akan duduk di sebuah perahu kecil di atas kolam teratai dan meletakkan dua daun teratai di atas kepalanya agar tetap sejuk.

Melihat kondisinya yang memprihatinkan, beberapa hari setelahnya, Donghua menebang dua pohon cendana putih untuk mendirikan sebuah paviliun di atas air. Di lantainya, ia memasang sebuah panel pendingin yang terbuat dari kaca untuk membuat Fengjiu tetap sejuk.

Luar biasa nyaman untuk berbaring telentang, dan Fengjiu merasa bahwa Donghua ternyata sangat cekatan.

Setelahnya, Fengjiu baru mengetahui kalau Donghua jauh lebih cekatan dari yang dikiranya. Dupa yang digunakan di Istana Taichen dibuat sendiri dengan tangannya; teh yang mereka minum juga ditanam sendiri; bahkan gelas dan peralatan makan juga buatan tangan; ditambah lagi layar-layar pembatas di Istana itu pun dilukis sendiri.

Fengjiu diam-diam mempertimbangkan semuanya dalam pikirannya. Di satu sisi, ia bangga akan penilaiannya soal Donghua. Di sisi lain, Fengjiu berpikir, kalau ia menikahi Donghua, maka mereka akan menghabiskan banyak sekali pengeluaran.

Semakin Fengjiu menaksir, semakin bahagia dirinya, dan ia pun jadi semakin menyukai Donghua. Kekagumannya membutakan matanya, membuatnya berpikir bahwa Donghua sempurna.

Kapan saja Donghua membuat sesuatu yang baru, Fengjiu akan jadi yang pertama untuk menunjukkan persetujuan dan rasa kagumnya. Kemudian, seolah jadi kebiasaan, Donghua akan membawakannya pada si rubah kecil untuk meminta pendapatnya.

Karena waktu yang berlimpah, tak mengherankan segala hal yang dibuat Donghua pun sempurna. Terkadang, Fengjiu berpikir, mungkinkah sepanjang tahun selalu begini, dan mungkin saja Donghua sebenarnya sangat kesepian.

***

Ketika itu hanyalah hari yang biasa. Fengjiu berbaring telentang dengan perut menghadap ke atas paviliun, memikirkan cara bagaimana agar ia bisa memenangkan hati Donghua.

Semakin Fengjiu menatap ke bintang-bintang, semakin laparlah dia. Semakin laparnya dia, semakin sedih pula dirinya. Bintang-bintang di atasnya tiba-tiba saja menghilang.

Donghua duduk di depannya dengan sebuah piring porselen. Di atas piring tampak cairan mirip kuah dari ikan asam manis. Aromanya memenuhi udara.

Donghua meletakkan makanan itu dan melirik ke arah Fengjiu si rubah; untuk beberapa alasan, terdapat keraguan dalam suaranya.

"Aku baru saja membuatnya. Masih panas."

Fengjiu tadinya terganggu karena ia dan Donghua tidak cocok, sebab ia tidak tahu apa pun yang diketahui pria itu. Namun, secara mengejutkan, Donghua pun ternyata seorang penggila makanan seperti dirinya. Akhirnya Fengjiu menemukan sebuah persamaan antara keduanya.

Fengjiu begitu terharu hingga ia langsung melompat bangun. Kemudian ia melompat menaiki meja kristal dan menggunakan cakarnya untuk menciduk kuahnya lebih dulu. Namun, teringat kalau ia bukan manusia lagi, Fengjiu pun menarik kembali kakinya dan dengan malu-malu mulai menjilati ikan itu dengan lidahnya.

Fengjiu membeku di detik yang sama ketika ia merasakan sausnya. Donghua menopang pipinya di tangannya dan memerhatikannya dengan saksama.

"Bagaimana?"

Fengjiu menarik lidahnya. Dengan posisi yang sama, ia ingin sekali berkata bahwa itu sangat, amat, luar biasa mengerikan. Tetapi ia tiba-tiba teringat sebuah cerita yang disampaikan bibinya dulu.

Cerita itu tentang seorang pengantin wanita muda yang tidak pandai memasak. Lalu, suatu hari, ia ingin memasak makan malam. Pengantin prianya memakan semua yang ada di meja dan memberitahu padanya bahwa makanannya lezat.

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang